7. Air Terjun Jumog Jati

29 5 0
                                    

Ayam jago milik tetangga sudah berkokok. Aku harus bangun pagi dan melaksanakan kewajiban setiap umat islam. Tak lupa,aku juga membereskan dan membersihkan kamarku. Seketika aku ingat pesan Dina kemarin. Aku sama sekali belum membeli makanan ringan.

"Mbah,kalo beli jajan di mana ya?" Tanyaku.

"Apotek ada,nduk" Jawab Simbah.

"Apotek? Aku beli jajan loh,mbah. Bukan obat"

"Iyo, Apotek e deket jadi satu sama mini market"

"Oh,gitu ya. Haha" Aku hanya tertawa. Setelah itu,aku pamit untuk berangkat dan juga membeli makanan ringan dan minuman.

Rumah Dina sudah ramai akan teman temannya. Sedikit canggung ketika aku harus bergabung dengan mereka. Aku hanya mengenal 3 dari 8 orang.

"Dina,aku beli makanan dulu ya. Tunggu sebentar" kataku.

"Nanti aja,bareng aku. Aku juga belum beli kok"  Aku hanya menganggukan kepalaku. Aku melihat Galuh yang sibuk bermain handphone di kursi teras. Aku berjalan menghampiri dirinya dan duduk di sampingnya.

Aku mulai mengecek perlengkapan yang harus ku bawa. Mulai dari logistic dan juga lainnya.

"Yuk berangkat" Ajak Dina.

Aku beranjak dari kursi dan manaiki motor Dina. Motor melaju perlahan. Ku rasa baru saja duduk,tapi sudah berhenti saja. Memang,sudah sampai mini market. Saatnya untuk mengeluarkan uang banyak haha.

Hanya mengambil beberapa snack dan minuman. Roti juga tak lupa.

Perjalanan dilanjut. Kali ini kami melewati hutan karet yang begitu panjang. Suasana yang teduh dan adem membuat hati ini menjadi tenang. Jalanan lurus dan mulus. Setiap momen memang ku abadikan dengan jepretan kamera yang ku bawa.

Kali ini mulai memasuki kawasan yang terdapat banyak pohon jati di sepanjang jalan. Sebuah jembatan besi berdiri megah di depan. Di ujung jembatan,jalanan langsung membelok ke atas. Bagiku orang awam,jalanan ini sangat ekstrim. Ya,aku memang belum pernah lewat sebelumnya.

Hawa dingin sudah masuk dan berhasil menusuk tulang. Bulu kudukku berdiri. Jalanan semakin ekstrim. Naik,turun,belok kanan,belok kiri,dan jalanan yang tidak rata membuat diriku semakin terguncang. Namun tak masalah,aku tetap menikmati sejengkal perjalanan.

Motor melaju ke arah timur. Seperti halnya mendekat ke gunung Lawu yang berdiri megah. Motor yang ku naiki berhenti di kawasan yang ramai akan orang. "Terminal Balong,Jenawi".

"Sudah sampai kah?" Tanyaku kepada Dina.

"Belum. Bingung ini mau kemana".

"Loh,kok begitu? Tanyaku.

"Lupa daerah"

Aku menarik nafasku perlahan dan membuangnya melalui mulut. Mungkin sebagian orang berpikiran jika tersesat adalah masalah yang besar. Menurutku tidak,tersesat adalah pelengkap dalam sebuah perjalanan. Sebuah pengalaman besar dalam sejarah kelana. Aku tak tahu menahu tentang daerah ini.

Semua sepakat untuk kembali melanjutkan perjalanan. Tentu,ini hanyalah berbekal GPS dan doa. Aku masih berpikir jika GPS tak selalu benar. Menurutku,motor semakin jauh melaju dari tempat yang kami singgahi sebelumnya. Matahari kian naik tepat di atas kepala. Jam 12 siang. Tempat yang kami tuju belum ketemu juga. Kami memutuskan untuk berhenti. Beristirahat sejenak untuk menghilangkan kelelahan raga dan kendaraan.

"Kita semakin jauh. Sepertinya kita kembali tersesat" Kata Dina. Aku hanya menganggukkan kepalaku.

Teman temanku berusaha mencari informasi dari beberapa orang. Aku ikut Dea berjalan menuruni jalanan setapak menuju sebuah perkampungan. Ternyata masih seperti ini keadaan di kaki gunung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terbit Dan TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang