Jalan mati.

38 5 0
                                    

Dia tetap tak bergerak. Matanya berkaca-kaca
"Elicia. . . ini aku"

Dia tersentak, menunduk, dan perlahan melepaskan pelukan ku.

"Bisa saja itu lensa. . ."

Nadanya rendah. Ku menarik tangannya menyentuh mataku. Pedih

"Huh?! Hentikan kan!"

Dia menarik tangannya, pipiku basah.
Dia menoleh, dan sepertinya percaya.

Aku tersenyum

-
-
-

Seperti biasa, dijalan ini hanya suara langkah kaki dan hembusan angin yang terdengar.
Kali ini langkah nya sangat lamban, dia berjalan di belakang ku.

"Apa kau benar Rain? Tapi. . . . Itu sungguh tidak masuk akal."

Langkah ku terhenti, berbalik menoleh kearahnya dan tersenyum.

"Ikuti kata hatimu"

Ku kembali berjalan, dan hujan turun.
Aku terdiam, menatap langit membiarkan hujan membasahi wajahku.
Dia terlihat heran, mendekat dan mengikuti ku, menutup matanya, dan aku tidak bisa melepaskan pandangan ku dari wajahnya yang basah karna rintikan hujan ini. Dia tersenyum.

"I love Rain"

Gumamnya samar samar, namun dapat ku dengar.

Dia berputar, seperti tidak ada aku disini.
Dan terlihat jelas,

dia memang menyukai rain, hujan.

-
-

Aku mengingat sesuatu dan mendekati nya, mengulurkan tanganku.

"Mau menembus rintikan hujan bersama ku?"

Wajah, dan mata besar itu kembali. Memancing senyumku.

"H-hm"
Dia mengangguk, mengulur kan tangannya gugup, dan yang bemar saja. Akhirnya aku bisa melihat pipinya yang memerah itu lagi.

Ku menariknya menembus hujan, sepanjang jalan ini, dingin seperti tidak terasa lagi.

"Lebih cepaatt!!!"
"Heeeehuuuaaaaa hahaha"

Kuterus menarik nya, berlari menembus ribuan rintikan hujan ini, dan tidak berhenti tertawa, karna
Dia tertawa seperti saat itu.
        
           Ya, saat terakhir ku dengan tubuh asliku.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang