"HYUNJIN BANGSAT ANTERIN AKU PULANG!"
Tawa terbahak menjadi satu-satunya respon yang didapat Felix dari kedua sahabatnya, sementara Hyunjin yang ada di balik kemudi masih memacu pedal gasnya gila-gilaan, membelah lalu lintas yang sedikit sepi.
Seharusnya dia sudah dapat menduganya. Teman-teman brengseknya itu memang kurang ajar. Felix salah memilih menceritakan ancaman Chan tadi pada mereka, karena sekarang bukannya mengantarkannya pulang cepat-cepat, Hyunjin malah memilih rute terjauh, jalan memutar melewati suatu daerah untuk menuju rumah Felix.
"Gak apa-apa, gue suka liat lo dihukum."
Keduanya terbahak, dan Felix menggeram kesal. "Aku turun nih!"
"Silahkan aja kalo bisa buka pintu, semua pintunya udah gue kunci." Hyunjin menoleh ke arahnya dan mengedipkan sebelah mata, sementara Jisung terbahak lagi.
"Udahlah Lix, lupain aja. Mending kita balik ke tujuan awal, seneng-seneng." Jisung menahan tangan Felix yang awalnya terjulur untuk menjambak rambut Hyunjin.
"Seneng-seneng apanya! Kalian gak tau kalo kak Chan nanti ngamuk bisa gawat-"
"Ya kan lo seneng diamuk dia, masokis."
"MANA ADA AKU MASOKIS, DASAR SIALAN."
"Jangan teriak-teriak, Lix. Ntar tenggorokan lo sakit." Hyunjin berujar kalem. Felix memelototinya. "Ntar gue gak bisa deepthroat lo lagi."
"Sumpah ya aku mau pensiun aja jadi temen lo semua."
.
[Zephyr]
.
Felix mengerjap. Sekali. Dua kali. Pemuda itu menatap langit-langit ruangan di atasnya, kemudian memutar tubuh ke samping, mencari posisi baru untuk tidur.
"Ngh—jangan gerak bangsat, ntar gue tegang lagi."
Kedua mata Felix yang hendak menutup terbuka begitu saja. "Anjing," Pemuda itu buru-buru duduk dan memperhatikan keadaan sekitar yang baru disadarinya.
Ranjang ukuran king size yang berantakan, seragam yang sudah menjadi tumpukan di lantai, serta Hyunjin dan Jisung yang tidur di kanan-kirinya.
"Bego bego bego—Hwang Hyunjin setan bangun gak kamu!" Felix mencubit bahu sahabatnya yang langsung mengerang dan mengibaskan tangannya menjauh. "Jisung bangsat bangun woi! Jam berapa ini?"
Felix menghela nafas saat kedua sahabatnya pura-pura tak mendengarkan ucapannya. Jisung bahkan menarik pinggulnya dan mengisyaratkannya untuk kembali tidur.
Felix mendengus kesal, menyibak selimut dan berusaha turun dari ranjang, kemudian mengobrak-abrik tumpukan seragam di lantai untuk mencari ponselnya.
Pukul 19.43.
Felix merutuki dirinya sendiri saat melihat puluhan pesan dari kakaknya yang tak terbaca sejak jam lima tadi. Semuanya menanyakan di mana dirinya berada dan kenapa dia belum sampai di rumah juga. Habis sudah ia.
Dengan ragu, pemuda itu menekan 'call' pada kontak kakaknya, berdoa dalam hati saat mendengar nada tunggu hingga panggilan itu diangkat. "Ha—"
["Kenapa? Masih inget kakak?"]
Felix menutup mulut seketika saat suara kakaknya terdengar begitu datar. Chan yang dikenalnya tidak pernah seperti itu. Bahkan saat moodnya buruk sekalipun, pemuda itu masih berusaha berbicara dengan lembut pada Felix. "Maaf kak—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Zephyr +Chanlix [ON HOLD]
Cerita Pendek(n.) a gentle, mild breeze Bagi Felix, Chan itu seperti zephyr, angin lembut yang membuai dengan kehangatannya