Old Friend

26 5 0
                                    

"....Peace?"

Alisku berkerut ketika gadis itu menyebut kata itu. Dia bermaksud untuk bilang damai gitu?

"Mustahil... Kau kan sudah mati. Aku melihatnya sendiri" gumam gadis itu menggeleng kuat seolah tak ingin mengakui apa yang ia pikirkan.

Mati? Sebentar. Maksudnya Peace itu nama orang? Orang yang sudah mati? Tapi kenapa menunjuk-

Tunggu, dia maksud orang itu aku? Apa itu benar-benar aku? Kalau yang dia maksud benar-benar aku, bukannya itu gawat sekali. Grey bilang tak boleh ada seorangpun yang tahu aku sudah mati.

Aku harus menghindari ini. Lagipula namaku bukan Peace walaupun aku tak ingat nama asliku.

"Ku-kurasa kau salah orang" kataku berusaha meyakinkannya.

Gadis itu menatapku lama sekali dengan tatapan tajam. Memastikan dari atas hingga bawah. Sampai akhirnya ia mencubit lenganku.

"Aduh"

Ia menghela nafas panjang. Lalu mengangguk- angguk.

"Iya juga. Kau bukan dia. Lagipula mana mungkin ada manusia hidup lagi. Peace pun tak mungkin gentayangan. Dia mati sebagai pahlawan,bukan kematian tak wajar" katanya mengangkat bahu.

Kata-katanya benar-benar menusukku. Jadi dia ingin bilang aku diizinkan hidup lagi karena mati tak wajar gitu.

"Maaf sudah salah mengenalmu, bocah"

"Bocah? Bukannya kau sendiri lebih terlihat bantet kayak bo-"

Kata-kataku seketika terputus karena tiba-tiba dia menarik tanganku, lalu membantingku.

"Aduh"

Wajah gadis itu terlihat marah sekali. Dia sepertinya tipikal tak sudi disebut pendek.

"Gini-gini aku dua puluh tujuh tahun. Ingat itu"

Aku menatapnya kaget. Dia ternyata lebih tua dariku. Kupikir dia hanya anak kecil karena badannya yang mungil itu.

"Ayo pergi, Un" katanya menarik tangan pemuda berdandan emo itu.

******

Seharian ini aku hanya bisa duduk di kasir karena punggungku masih sakit. Gadis kemarin itu membantingku dengan keras. Sampai begitu ku pulang, Asha menyambutku dengan khawatir karena dikira ku terjun dari ketinggian lagi. Untungnya setelah kujelaskan dia tampak lega. Walaupun masih tetap ada kekhawatiran padanya. Dia benar-benar perhatian. membuatku semakin tidak enak hati.

"Punggungmu masih sakit?"

"Yaah... Mendingan" kataku berusaha untuk tampak baik-baik saja.

"Kau benar-benar bukan mencoba terjun atau semacamnya kan?" tanyanya memastikan sekali lagi.Aku menyipit.

"Kalau kau mau, aku bisa terjun sekarang" kataku kalem.

"Wawa...jangaan" reflek dia menahan tubuhku. Jarak pandang kami jadi begitu dekat.

Kring

"Waa" reflek Asha menjauh kaget ketika mendengar lonceng di depan pintu berbunyi. Petanda ada seseorang yang masuk ke toko. Dengan cepat ia bergegas ke depan toko, bersiap menyambut tamunya.

"Selamat datang di..." suaranya tiba-tiba berhenti.

"...Kak Iin?"

Ku bisa mendengar suara Asha agak tertahan seolah mendapati sesuatu yang tak ia sangka. Karena penasaran, aku pun menoleh ke depan pintu. Dan mendapati kembali gadis pendek yang sudah membantingku. Begitu juga dengan pemuda berambut emo yang sekarang posisi poninya berpindah menutupi mata kanannya.

The Way to ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang