Story of Peace

28 4 0
                                    

Malam terasa berbeda dari sebelumnya. Rasanya benar-benar sangat berbeda setelah ku mendapatkan apa yang telah kucari sepanjang hidup keduaku ini.

Asha telah tidur diatas ranjang. Kami memang memesan satu kamar saja agar mengirit pengeluaran. Ku biarkan Asha tidur diatas,  sementara aku akan tidur diatas kursi saja. Meskipun aku tak begitu butuh yang namanya tidur.

Kupandangi cermin dilemari penginapan. Menatap leherku yang masih terasa sedikit panas sejak kejadian itu. Seperti dugaanku, garisnya berkurang satu. Sekarang garis merah yang melingkari leherku tinggal dua. Berkurang satu sebagai petanda kalau salah satu kontrakku dengan Grey telah kulaksanakan.

Satu kontrak yaitu mendapatkan ingatanku kembali.

Ya, benar. Aku sudah mendapatkan ingatanku kembali. Sedikit diluar dugaan aku mendapatkannya tidak dengan cara bunuh diri. Seperti satu-satunya ingatan yang kumiliki ketika pertama kali aku dihidupkan kembali.
Aku mendapatkannya kembali karena bertemu mereka.

Keluargaku.

Di tanah yang kuperjuangkan dulu. Sebagai Peace yang merupakan pemimpin revolusi tanah ini.

"Fine? Kenapa tidak nama asliku saja?"

"Karena kau lebih cocok dengan nama itu"

Kalau kuingat nama itu benar-benar tak cocok untukku. Peace tak pernah baik-baik saja sejak kehilangan orang itu.

******

Rain Desert, Lima tahun yang lalu.

Dengan susah payah akhirnya ku kembali ke ujung jurang dengan perasaan kosong. Luka batin yang akhir-akhir ini bisa terobati kembali terkoyak, bahkan semakin melebar. Mencabik-cabik hati ini hingga remuk. Takkan bisa diperbaiki lagi.

Kenapa harus ada orang yang mati karenaku lagi?

Kutatap kedua pergelangan tanganku yang kembali berdarah-darah karena luka sayat yang kubuat kembali terbuka. Rasanya perih. Walau rasa perih di hati ratusan kali lebih perih dari ini.

Rasanya sangat perih karena Asha telah masuk kedalam bagian orang yang begitu berarti bagiku di dunia ini. Seorang yang paling tahu perasaanku di dunia ini. Yang mau menyimpan lukaku bersama-sama. Gadis lugu yang sangat kikuk itu tanpa bisa kucegah telah menjadi begitu penting untukku.

Begitu penting sampai rasanya aku bisa kehilangan pegangan hidup tanpanya sekarang.

Tidak, aku tak boleh menyerah sekarang. Asha bilang aku harus hidup dan memperjuangkan tanah ini. Asha bilang aku harus mendapatkan kebahagiaanku lagi.

Asha bilang...

Kutatap langit yang perlahan menurunkan hujan.  Seolah tengah menangisi kepergian Asha. Sekaligus seolah tengah mentertawakanku. Tapi kubiarkan mereka membasahiku. Aku sudah tak peduli lagi. Toh keberadaan mereka sedikit membantuku untuk menyembunyikan air mata ini nanti dihadapan keluargaku nanti.

Kubiarkan air mata ini terus mengalir. Ku berteriak sampai suaraku serak. Mengutuki segalanya. Sungguh, aku sudah hampir mencapai batasku.  Aku semakin kesusahan berdiri menjaga semua orang. Memenuhi impian mereka setelah begitu banyak kehilangan yang kudapati.

Aku telah kehilangan segalanya di depan mataku. Ayahku dihukum mati didepanku, ibuku tewas karena melindungiku, banyak teman dan sahabatku mengorbankan nyawa untukku, dan sekarang karena melindungiku, aku harus kehilangan orang yang kucintai juga.

Orang yang kucintai...

Andai saja Asha tahu perasaanku yang sebenarnya. Namun aku tak bisa memberitahukannya karena aku tak ingin perhatianku terbagi tidak seimbang dengan semua orang yang menjadi kelompokku. Semua orang yang sudah seperti keluargaku. Sebuah keputusan yang sangat kusesali sekarang.

The Way to ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang