Watch Your Back

14 1 0
                                    

Begitu kami kembali ke penginapan, kami disambut oleh Asha dan Inside - tidak - Kak Iin. Aku hanya bisa menyipit menatap gadis pendek itu. Dia tahu darimana kalau Asha kesini?

"Ah, kebetulan Kak Iin bilang dia ingin lihat festival juga. Dia menginap di kamar sebelah bareng pacarnya" jelas Asha. "Ah...kau kesini juga Rest" sambut Asha terlihat senang sekali.

"Untung tadi ada Kak Fine. Kalau ga ku tak tahu harus mencari kemana,Kak Asha" katanya kalem.

Rasanya ku merasa salah tempat menjadi satu-satunya laki-laki di kamar ini.

Tapi rasanya nostalgia juga. Kami semua berkumpul di satu tempat. Walau ku merasa ada batas yang takkan bisa kumasuki diantara kami. Batas itu tetap membuatku merasa tak nyaman.

Karena mau bagaimanapun aku bukan lagi bagian dari dunia ini. Lagipula aku sekarang disini dengan menyembunyikan kenyataan.

"Aku keluar dulu ya" kataku akhirnya. Memutuskan untuk keluar kamar.

Begitu ku sampai di lantai bawah, ku berpapasan dengan sesosok pemuda berambut ungu yang selalu bersama Kak Iin bernama...sebentar... Poninya hadap kanan, berarti Minus.

"Ah kau si muka malas" sapanya sinis.

"Halo" kataku berusaha sesantai mungkin.

Dia agak terdiam. Kemudian sedikit terkekeh.

"Kau agak berubah dari terakhir kuingat" katanya menyalakan rokoknya.

"Berubah?" tanyaku memiringkan kepala. Bingung.

"Kau lebih kayak orang hidup sekarang" katanya meniupkan asapnya ke mukaku. Tetap menyebalkan seperti yang terakhir kuingat.

"Ngomong-ngomong kau kesini karena pacarmu?"

Aku terbatuk. "Dia cuma rekan kerjaku"

Alisnya naik satu. Seolah meragukan kata-kataku.

"Ah bodo lah. Pokoknya karena dia kan. Tak jauh beda denganku. Walau sebenarnya ku malas kesini" katanya kembali mengisap rokoknya.

"Kenapa?"

"Ada seseorang yang tak ingin kutemui. Dia menyebalkan"

"Selingkuhanmu?" gantian aku menggodanya. Dan berakhir dengan jitakan mendarat di kepalaku.

"Enak saja. Kalau kau bahas selingkuh mah, justru Iin yang selingkuh. Bukan aku. Yaah...walau selingkuhnya sama aku juga sih" katanya kembali tertawa dengan santainya. Aku hanya senyum miring. Yaah... kalau diingat, ini orang kan memang dua orang.

"Kalau gitu kenapa?" tanyaku akhirnya.

Dia meniup asap rokoknya. "Kau mungkin tak tahu, namun ada kabar akhir-akhir ini ada pembunuh berantai didekat perbatasan kerajaan ini. Aku pernah bertemu dengannya dan sialnya tadi pagi aku juga bertemu dengannya di dalam kerajaan ini"

Aku terdiam. Mulai sedikit khawatir. Kurasa aku harus memperingatkan Asha dan Rest nanti. Aku tak ingin mereka kenapa-napa. Kalau Kak Iin sih aku cukup yakin akan baik-baik saja. Selama ini dia bahkan lebih kuat dariku meskipun badannya lebih kecil. Dia dulu bahkan bisa melempar pria berbadan besar hanya dengan tangan kosong. Dan kulihat orang yang bersama ku sekarang juga cukup kuat dan kuyakin dia cukup bisa melindungi Kak Iin. Setidaknya pribadinya yang ini. Aku tak tahu kalau Unknown.

"Yaah... Semoga tak ada pembantaian saja disini. Yaah...ku dasarnya suka cari ribut, tapi tidak dengan makhluk itu" sungutnya menepuk pundakku.

"Bilang Iin kalau aku mau cari angin dulu" katanya melambaikan tangan meninggalkanku.

Karena pembicaraan tadi, keinginanku untuk keluar jadi surut. Rasanya tak tenang meninggalkan para gadis-gadis itu. Ku putuskan untuk kembali masuk ke penginapan.

"Ah, kau kembali" kata Asha menyambutku.

"Lebih tepatnya aku tak jadi pergi" kataku mengangkat bahu. Duduk di kursi. Menghadap jendela mengamati pemandangan luar.

"Kenapa?"

Aku hanya menghela nafas panjang.

"Tak tenang saja..." kataku menggeleng. Aku tak ingin membuat semua orang khawatir.

*******
"Ah... Sudah sore. Ku harus pulang" kata Rest melihat jendela hotel. Ia berdiri beranjak hendak meninggalkan kamar yang seharian tadi mereka berkumpul bersama.

"Yaah... Tak tidur disini saja, Rest? Atau kamar Kak Iin?" tanya Asha.

Rest menggeleng. "Patchy bisa marah" tolaknya.

Aku yang baru saja balik dari balkon mendengar pembicaraan itu seketika kembali teringat pembicaraan dengan Minus terakhir. Bukan hal bagus membiarkan Rest pulang sendirian.

Apalagi dia masih dibilang tuan putri walau bukan lagi memegang status itu.

"Mau kuantar?" tawarku. "Tak baik kau pulang sendirian. Kurasa"

"Eh? Tak usah Kak, aku bisa sendiri" kata Rest menolak.

"Perempuan tak boleh jalan malam sendiri kau tahu. Bahaya"

"Bagus Fine. Titip Rest ya" pinta Asha. Inside pun tampak setuju.

"Antar dia dengan selamat. Kalau tidak kupatahkan lehermu, paham" ancam Inside.

Aku hanya mengangguk kalem. Dalam hati ku hanya bisa tertawa miris. Ku sudah tahu rasanya bagaimana leher patah. Rasanya tak nyaman.

"Baiklah...maaf merepotkanmu, Kak Fine" kata Rest akhirnya.

"Tak apa. Tak apa" kataku santai. Menemaninya kembali ke tempat peristirahatannya.

**********
Sudah lama aku tidak merasakan betapa sunyinya malam di Rain Dessert. Ya, disini memang sepi kalau malam, berhubung malam hari kadang dipenuhi mimpi buruk, semacam begal atau serangan mendadak. Jadi kesunyian ini cukup mencekam, sekalipun Rain Dessert sekarang sudah merdeka.

Ku masih menatap sekitarku dengan waspada ketika Rest tiba-tiba tertawa kecil.

"Ada apa?" tanyaku heran.

"Ah tidak. Kak Fine sedikit mirip kakakku" katanya tersenyum kecil. Sukses membuatku keringat dingin.

Apa aku ketahuan?

"Begitukah?" tanyaku mencoba mendengarkannya. Gadis itu mengangguk.

"Iya, dia selalu waspada dengan sekitarnya. Memastikan kalau orang yang bersamanya aman. Hihi..." katanya masih senyum-senyum

Ah...kebiasaan lamaku keluar lagi berarti. Yaah...bukannya hal ini wajar, mengingat kata-kata Minus tadi membuatku khawatir.

Ah, tapi melihat Rest senang seperti ini membuatku cukup senang juga. Kalau dilihat lagi, dia juga tumbuh jadi gadis yang cantik. Sepertinya si perban yang bersamanya adalah teman yang baik. Ku jadi sedikit penasa–

Jlep

Barusan itu apa?

"Ugh..."

Sesuatu yang dingin menembus punggungku. Hampir mengenai jantung. Sesuatu seketika meluap dari mulutku. Sesuatu yang merah pekat. Merah yang sama yang menetes ke tanah yang berasal dari punggungku. Membuatku seketika limbung. Jatuh ke tanah.

Apa yang terjadi?

"PATCHY APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Aku mendengar Rest berteriak panik memegangi ku. Aku mencoba melihat ke arah orang yang sedang berbicara dengan Rest. Orang yang sekarang tengah memegangi pisau berlumuran darah di tangannya. Pemuda penuh perban yang sempat kulihat bersama Rest di padang bunga gurun.

Kenapa dia menusukku?

*****************

Astaga. Udah hampir setahun ku tak melanjutkan ini. Terakhir kapan? Agustus ya? Maaf maaf.

Ku waktu itu sedang skripsian. Dan baru kelar baru-baru ini. Maaf ya.

Kuusahan ku mulai rajin lagi seperti dulu. See you next time

Graizonuru

The Way to ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang