Rumah Baru, Cerita Baru

1.2K 24 0
                                    

Hampir seharian keluarga Agisha dan Augie berkumpul di rumah baru mereka. Wajah merah Agisha masih muncul beberapa kali sejak ia menemui Augie dalam pelukkannya di pagi hari. Saat ia tanya kenapa Augie tidak ganti baju, ia menjawab karena kelelahan. Tapi jawaban itu terasa mengganjal di hati Agisha.
Augie sesekali mencuri pandang ke Agisha yang terasa canggung dengannya. Menjelang malam, anggota keluarga besar mereka berpamitan pulang. Agisha dengan baju tidurnya mengerjakan tumpukan berkas dan mengoreksi tugas mahasiswanya. Beberapa pesan masuk dari penanggung jawab kelas yang ia ajar besok. Augie membawakan cappucino hangat kesukaan Agisha.
"Kakak, kok tahu minuman kesukaanku? Makasih ya kak. Harusnya aku yang ngebikinin kakak minuman." Agisha melepas kacamata bacanya dan meminum cappucino hangat buatan Augie. Augie juga menyeruput kopi hitam yang ia buat sendiri.
"Hmmm kebetulan aja yang ada di dapur cuma itu." jawabnya singkat. Agisha menghela nafas. Memang tidak akan mungkin Augie akan mengerti apa yang ia suka. Dalam benaknya hanya ada Reana saja. Gerutu Agisha dalam hati sembari melanjutkan tugasnya.
"Dihabiskan dulu aja minumannya, lalu dilanjutin lagi." Augie berkata santai sambil meneguk sedikit demi sedikit kopinya. Agisha tanpa basa basi langsung meminum segelas penuh cappucino hangat itu. Dia sebal dengan jawaban Augie yang dingin padanya. Mata Augie terbelalak dan tersendak kopi hitamnya. Agisha dengan sigap mengambil tissu dan mengelap bibir, baju, dan celana Augie yang terkena tumpahan kopi. Tanpa berkata apapun ia melanjutkan mengoreksi dan memasukkan berkas yang harus ia bawa ke kampus besok dalam tas ranselnya. Augie merasakan sikap cuek Agisha. Entah kenapa dadanya merasa nyeri, tidak mendengar sepatah katapun dari mulut bawel Agisha. Agisha mencuci gelasnya dan gelas Augie, lalu kemudian merebahkan diri di kasur. Augie menyusul di sisinya, meski tidur di atas ranjang yang sama, namun ada jarak di antara mereka. Augie tidak berani mendekati Agisha karena ia tidak tahu apakah Agisha benar-benar siap menerimanya sebagai suaminya. Sedang Agisha tidak berani mendekat karena ia merasa Augie tidak menginginkannya. Yang ia tahu, ia hanyalah pengganti Reana. Kedua insan itu terlelap jauh bersama perasangka mereka masing-masing.

Saat membuka mata di pagi hari, Augie mendapati selimut Agisha terlipat rapi. Terhirup harum roti bakar dan daging panggang dari arah dapur. Augie melipat selimutnya dan turun ke dapur. Ia mendapati Agisha rapi siap dengan baju kerjanya, menunggu Augie di meja makan.
"Kakak mau sarapan dulu atau mandi dulu? Tadi di meja samping kamar mandi sudah aku siapkan baju kerja kakak." sambut Agisha dengan senyuman lembut. Dada bidang Augie itu sudah merasa lega. Tidak nyeri seperti tadi malam, Agisha sudah bersikap lembut lagi.
"Aku mandi bentar kalau gitu." Augie balik ke kamar untuk mandi, sedang Agisha menyiapkan susu hangat. Rumah yang terbilang sedang itu sudah beres rapi dan bersih dengan kerja cepat Agisha. Augie yang awalnya ingin menyewa asisten rumah tanggapun akhirnya berpikir dua kali. Setelah sarapan, mereka berdua berangkat bersama. Augie mengantar Agisha ke kampus terlebih dahulu, kemudian meluncur ke kantornya. Baru jalan beberapa meter dari parkiran mobil, mahasiswa yang menemui Agisha menawarkan diri untuk membawakan tas ranselnya. Agisha dengan senang hati memberikannya. Mereka mengobrol bersama sampai di depan kantor. Setelah selesai membantu Agisha, mahasiswa itu terlihat senang dan menuju ke teman-temannya sembari bercerita tentang Agisha. Agisha yang melihat itu hanya menggelengkan kepala. Beberapa dosen lain bercerita tentang kepolosan anak-anak mahasiswa yang terlihat kritis dan dewasa itu.
"Mau bagaimanapun, mereka tetap saja anak-anak ya bu." salah satu dosen perempuan yang sudah separuh baya itu memulai pembicaraan dengan suara lembutnya.

Saat memasuki kantornya, Augie terkejut melihat sesosok wanita yang tak asing baginya duduk di atas meja kerjanya. Memakai pakaian serba merah dengan buket bunga mawar merah di tangannya.
"Sepertinya kamu tidak mengharapkan kedatanganku, dear." Merry menghampirinya dengan memberikan kecupan manis di bibir dan kerah kemejanya. Augie menahan Merry dengan mendorong pelan agar tidak melakukan hal-hal yang lebih gila lagi.
"Kamu kenapa tiba-tiba datang padaku? Aku sudah menikah, dan pastinya kau tau itu." Augie meletakkan kopernya dan duduk di sofa untuk tamu yang berada di ruangannya. Merry merupakan musuh besar Reana, karena sejak SMA ia menyukai Augie, sedang Augie hanya menyukai Reana. Namun sekarang keadaannya lebih rumit lagi, saat Augie mulai menyukai Agisha dan melepaskan Reana.
"Aku sudah tidak punya saingan lagi, kamu sudah dicampakan Re.. Sekarang kamu hanya milikku." Merry menarik dasi Augie yang membuat kepalanya mendekat dengan dada Merry yang tak kalah berisi dengan Reana. Augie serasa sesak dan ingin muntah. Bau parfum Merry begitu menyengat, dan Augie tipe yang tidak begitu suka dengan bau-bau alcohol, walaupun berbentuk parfum.
"Jauhkan dadamu itu jika kamu masih ingin kuanggap wanita terhormat." Augie berkata dengan nada yang lumayan kasar.
"Oh dear, aku sudah kehilangan sematan itu karena jatuh cinta pada mu." Augie membalikkan tubuh Merry dan menarik dress merahnya hingga sobek di bagian depan dada. Merry terpejam dengan kenakalan kecil Augie, berharap sentuhan lebih dari itu, namun yang ada adalah Augie menyiramkan air mineral di dressnya itu.
"Keluar, atau aku panggil satpam!!" bentak Augie yang membuat beberapa karyawannya mengarahkan pandangannya ke ruangan Augie. Merry merasa sangat malu dan segera keluar dari ruangan tersebut dengan sejuta sumpah serapah. Berbagai bisikan dan pandangan miring terarah padanya. Beberapa jam kemudian kejadian itu muncul di headline gosip online.
Reana tertawa jahat sekaligus marah melihat melihat sikap Merry yang seberani itu. Namun untuk saat ini ia tidak akan muncul untuk memberinya pelajaran. Andaikan adiknya, Agisha kenapa-kenapa karena Merry, maka ia akan langsung menghancurkan wajah Merry di depan umum. Begitulah geraman Reana yang benar-benar tahu kepicikan Merry.
"Kamu baca headline gosip hari ini?" tanya Augie pada Agisha lewat telpon genggamnya.
"Kakak tidak apa-apa?" tanya Agisha dengan nada cemas
"Setelah ini aku jemput kamu. Kita bicarakan di rumah." Augie yang selesai dengan kerjaan kantornya meluncur ke kampus untuk menemui Agisha. Banyak bisikan kagum dan beberapa nyinyiran yang kurang sedap karena meragukan Augie. Namun Agisha dengan senyum lembutnya menyambut Augie dan menggandeng tangan Augie.
"Kakak harus kuat ya." sontak Augie terbelalak dengan sentuhan lembut dan kepercayaan Agisha yang membuat hatinya lebih tenang. Padahal dari kantor isi kepalanya hanya ada Agisha, bagaimana jika Agisha salah paham dengan keadaan ini.

Di rumah, Agisha melepaskan dasi dan jas Augie.
"Kakak ganti setelan atasan? Kenapa?" tanya Agisha pelan. Sembari menaruhnya ke tempat baju kotor di sebelah mesin cuci.
Augie menceritakan semua tentang Reana, Augie, dan Merry sejak ia SMA, kedatangan Merry mungkin tidak hanya kali ini saja. Agisha mendengarkan cerita suaminya sembari membuatkan nasi goreng untuk makan malam. Saat Augie menyelesaikan ceritanya, Agisha pun menyelesaikan masaknya dan menaruh nasi goreng di depan Augie dengan jus lemon manis untuk Augie, dan jus lemon tanpa gula untuk dirinya sendiri.
"Aku akan selalu ada untuk kakak." Agisha mengelus pelan tangan Augie. Lagi-lagi jantung Augie berkontraksi. Augie dan Agisha menghening sejenak dan melanjutkan makan. Selesai makan Augie mengumpulkan piring dan gelas. Kemudian menyuruh Agisha untuk bersih diri terlebih dahulu. Agisha mengangguk dan melangkahkan kakinya ke kamar. Selesai mandi Agisha mendapati Augie berbaring di kasur. Ia memberanikan diri hanya memakai handuk untuk mengambil baju ganti. Berjalan mengendepa supaya Augie tidak berbalik ke arahnya. Augie memejamkan mata.
"Aku tidak melihat, sudah ambil ganti baju dan jalannya hati-hati. Awas kalau jatuh lagi." ucap Augie datar yang membuat Agisha tertawa geli.
"Siap kapten." Agisha berjalan santai ke kamar mandi dengan penuh kepercayaan. Namun dengan senyuman tipis Augie memandangnya dari belakang. Tubuh mungilnya terasa menjadi standar spesial bagi Augie setelah menikah.

Setelah larut malam, Augie terkaget melihat di sampingnya tidak ada Agisha. Ia mencarinya di ruang kerja, dapur, ruang tamu, tapi tidak menemukannya. Terlihat pintu belakang rumah yang mengarah di kolam renang terbuka lebar. Terlihat Agisha merendam kakinya dan memandang langit. Setelah beberapa lama Augie mengamati, Agisha sedang menangis. Agisha yang selalu tersenyum tegar di depannya, malam itu menangis sendiri di balik lampu redup kolam renang. Augie menghampirinya, pelan dan duduk di sampingnya.
"Agisha, kamu kenapa?" tanya Augie dengan nada yang lembut
Agisha dengan cepat mengambil air dan membasuh mukanya.
"Ah tidak, aku hanya tidak bisa tidur karena mimpi buruk." bagi Agisha, bersabar menghadapi suami yang selalu menjaga hati untuk kakaknya merupakan mimpi buruk yang selalu melanda. Cerita Augie saat dia menghindar dari Merry pun seolah karena ia masih menjaga hatinya untuk Reana. Lagi-lagi Agisha melemparkan senyuman lembut ke arah Augie. Namun kali ini dada Augie terasa begitu nyeri. Ia tak kuat menahan perasaannya. Kali ini ia benar-benar memeluk erat Agisha. Menggendongnya ke kamar, Agisha hanya berpasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh Augie setelah ini. Ia sepertinya tahu kalau Agisha selama ini menahan diri dan tersiksa. Agisha hanya memejamkan matanya dan berharap tidak ada pelampiasan amarah dari Augie. Augie mengecup kening Agisha pelan. Kemudian pipinya, kemudian bibirnya. Mata Agisha terbuka pelan.
"Kenapa?" ucap Agisha lirih.
"Maaf, aku tidak bisa menahannya. Aku tidak bisa menahan untuk menyentuhmu. Maaf jika kamu tidak siap untuk menghadapiku sebagai seorang istri. Aku selama ini pasti membuatmu takut kan. Aku ingin memperlakukanmu selembut mungkin hingga kamu menerimaku sebagai seorang suami. "Augie mengatakannya pelan tepat di depan mata Agisha. Selama ini Agisha dan Augie hanya terbatasi oleh presepsi masing-masing. Air mata Agisha terpecah. Ia memeluk Augie erat.
"Kakak, aku gak percaya kalau kakak menganggapku seorang istri. Selama ini, yang aku pikirkan sikap dingin kakak karena kakak menjaga hati untuk kak Reana."
Augie menghapus air mata Agisha dan mengecup pelan kedua pipinya yang memerah. Hati Augie sedikit nyeri mendengarkan cerita pilu Agisha dengan prasangkanya.
"Agisha, sepertinya sejak awal aku hanya mencintai mu. Bukan Reana." Augie menyentuh pelan Agisha sembari menceritakan bahwa selama ini Augie menyukai Reana karena karya-karyanya, yang sebenarnya adalah ciptaan Agisha, karena cara bicaranya di depan orang banyak, namun nyatanya banyak kebohongan di baliknya. Sedang moment sedikit yang ia sukai dari Agisha benar-benar membekas dan tidak ada kebohongan di baliknya. Malam itu, pasangan suami istri itu menyatakan perasaannya dengan cerita manis yang menghantarkan tidur hangat mereka. Untuk pertama kalinya, mereka menghabiskan malam dengan kecupan manis dan rengkuhan erat.

Jatuh Cinta Setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang