Masa Lalu (2)

50 11 4
                                    

》Rei PoV《

Sekolah, 1 tahun lalu ▪

Kehidupan yang biasa, aku sudah mulai terbiasa menjalani hidup ini secara mandiri. Walau harus memakai 'topeng' kemana-mana.

"Ray Reianna, nilai sempurna." Perkataan guru Biologi menyadarkan lamunanku, 1 kelas bertepuk tangan, aku maju ke depan kelas tanpa ekspresi, mengambil kertas itu dan kembali duduk. Yah, kehidupan yang biasa.

~~~

Ah dan kau tahu? Aku menyukai seseorang, namanya Yura. Anak basket yang lumayan populer di kalangan perempuan. Aku tidak terlalu berharap mendapatkannya karena keberadaanku tidak terlalu mencolok, dia tidak akan sadar sekalipun aku mencoba mendekatinya. Aku menyukainya pun hanya sebatas rasa kagum yang tidak berlebihan.

Tapi ternyata apa?

Aku mendapatkan surat di laci meja belajarku. Surat dengan tulisan "untuk : Rei" di depannya. Aku membukanya dengan hati-hati.

Surat cinta. Pengirimnya adalah Yura.

Kabar tentang Yura yang memberikan surat kepadaku dengan cepat menyebar bagaikan kebakaran di gedung-gedung kota yang saling berdempetan. Beberapa teman sekelas yang sebelumnya tidak pernah berbicara denganku bahkan sampai mendatangi mejaku hanya untuk bertanya apa kabar itu benar. Aku hanya mengangguk tanpa tahu harus menjawab apa.

Surat kedua datang lagi, kali ini dia mengajakku untuk bertemu dengannya sepulang sekolah. Di depan gerbang sekolah. Dengan bodohnya aku mengikuti perkataannya.

Tidak ada hal spesial yang terjadi, kami hanya berbincang selama di perjalanan (tentu saja dia yang lebih banyak berbicara, aku hanya mendengarkan) lalu bertukar nomor, hanya itu. Namun tetap saja berita ini sudah ramai dibicarakan.

》Esok harinya》

Aku menjalani kehidupan sekolah seperti biasa. Sepulang sekolah aku menjalankan tugas piket, dengan membawa-bawa ember aku berjalan ke toilet. Hendak mengisi ember itu dengan air untuk mengepel lantai kelas.

"Wah, wah, akhirnya yang ditunggu datang juga~" sesampai di toilet, terdapat sekitar 5 perempuan yang kemudian mengelilingiku. Sepertinya aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

Salah satu dari mereka mengunci pintu, satunya lagi berjalan mendekatiku, sepertinya dialah ketua dari kelompok ini.

"Kamu pasti Rei, kan? Perempuan yang kemarin pulang bersama dengan Yura? Apa yang kalian lakukan setelah itu, hah? Jelaskan semuanya disini!" Perempuan itu menarik kerah bajuku, aku mengernyitkan dahi, lalu menggeleng.

"Kami tidak melakukan apa pun. Yura dan aku hanya pulang bersama karena arah rumah kami sama." Jelasku, tentu saja dia tidak mendengarkan.

"Hah?? Kau pikir kami akan percaya dengan alasanmu itu? Jujur saja, apa yang kamu lakukan pada Yura sehingga dia tertarik denganmu? Jangan-jangan kamu menyantetnya ya?!" Semakin kencang dia menarik kerah bajuku, lalu melemparku ke lantai dengan mudahnya. Aku menghela napas, tidak ada gunanya melawan kalau sudah begini.

~~~

Semenjak kejadian itu, aku berusaha untuk menjauhi Yura, sementara dia tetap berusaha untuk mendekatiku, entah apa yang ada di pikirannya. Akhirnya aku memutuskan untuk mengatakan semuanya lewat chat (tentu saja aku tidak berani mengobrol langsung dengannya, bisa-bisa aku kena bully lebih dari waktu itu).

Masalah tentang Yura sudah selesai, Yura sudah menjauhiku dan mencari gadis lain, aku menghela napas lega begitu mendengar rumor itu.

~~~

"Rei itu, sombong sekali ya? Dia tidak pernah mau berbicara kepada kita, apa karena dia selalu mendapat nilai bagus jadi merasa tidak pantas berteman dengan kita?"

"Yah, bisa jadi. Aku belum pernah mengajaknya berbicara sih, tatapan matanya tajam sekali.."

Aku menghela napas untuk kesekian kalinya, baru saja rumor kemarin selesai, ada lagi masalah baru, dasar netizen (yha :v).

▪ Di Rumah ▪

"Aku pulang.." setelah masuk ke rumah, aku segera menutup pintu kembali, lalu menatap sekeliling rumah.

Kosong.

Air mataku mulai mengalir, ini semua terlalu berat. Aku tidak bisa membicarakan semua masalah ini kepada siapapun.

Aku melepas sepatu, lalu segera beranjak ke kamar.

Di kamar, pandanganku dialihkan oleh sebuah cutter yang tergeletak di meja belajar, aku meraihnya.

Ini menyedihkan.

Perlahan aku mulai membeset lengan kiriku dengan cutter itu. Darah mulai mengucur, aku tidak peduli. Semua rasa sakit ini tidak sebanding dengan sakit hatiku yang memendam semua emosi ini sendirian.
.
.
.
Kepalaku pusing, pandanganku berkunang-kunang. Samar-samar kulihat cairan merah sudah berceceran di lantai kamarku, tanpa sadar akupun tertidur.

~~~

Paginya, keputusanku sudah bulat. Hari ini, pulang sekolah. Aku akan melakukannya. Semua penderitaan ini akan berakhir hari ini juga!

Watashi no RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang