Bonus Chapter!

24 6 6
                                    

~ 2 tahun kemudian ~

》Rei PoV《

"Kai!!" Aku memanggil gadis dengan cardigan kuning khasnya, ia menoleh dan menyambutku.

"Kamu hampir telat, tapi aku juga baru sampai sih, hehe." Dia tersenyum, hari ini adalah hari pertama kami masuk ke kelas 3. Setelah kejadian waktu itu, kami mulai mengenal satu sama lain dan tidak lama berteman baik.

"Aah, semoga kita sekelas lagii!" Seruku bersemangat, Kai mengangguk, "yah, walaupun tidak sekelas kita tetap bisa bertemu setiap istirahat, kan."

"Tapi tetap saja lebih seru kalau sekelas.."

"Bilang aja kamu gaada teman lain."

"Kok jahat?!" Kai tertawa lepas, tentu saja dia tidak serius soal itu. Walaupun memang kenyataannya teman dekatku hanya dia.

Aku melihat papan pengumuman, mataku berbinar melihat namaku dan Kai tertulis di kelas yang sama.

"Oh~ doamu terkabul, tuh!" kata Kai yang sedang melihat papan pengumuman juga. "Iya, ayo!" Aku mengangguk senang dan segera menarik Kai ke kelas.

"Eh, kenapa buru-buru? Aku belum lihat teman sekelas kita siapa aja!" Protes Kai, "Nanti gak dapet tempat duduk sebelahan! Teman sekelas juga bisa dilihat di kelasnya langsung~"

Sesampai di kelas, suasananya sudah lumayan ramai. Aku segera menuju ke dua bangku di barisan pojok belakang yang masih kosong.

"Nah, di sini enak kan buat kamu tidur?" Aku memastikan, Kai tersenyum simpul, "hehe, tau aja.."

Bel masuk berbunyi, para siswa kembali ke tempat duduk masing-masing sebelum guru memasuki kelas. Suasana yang biasa, namun menurutku sangat berbeda dibanding dulu sebelum bertemu Kai.

2 tahun lalu, situasiku maupun Kai sangat kacau. Aku menyadari betapa miripnya kami berdua setelah bertukar cerita di balkon itu. Ibu Kai meninggal saat melahirkannya, Ayah Kai yang tidak mampu menerima kenyataan pun sengaja menabrakkan diri saat mengendarai mobil. Kai dirawat oleh paman yang merupakan kakak dari ibunya, namun hubungan mereka tidak baik.

Nyaris setiap hari Kai dipukuli hanya untuk pelampiasan pamannya. Berbagai cacian juga dikeluarkan. Kai yang sudah tidak tahan lagi hidup seperti itu pun, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di balkon itu.

Di balkon, saat aku sedang berusaha menghentikan orang-orang yang hendak melompat, (yah, walau ternyata aku tidak menghentikan siapa-siapa melainkan halusinasiku sendiri) Kai selalu ada di sana. Dia mendengar semua ceritaku, dan memutuskan untuk datang lebih awal agar dapat 'dihentikan' olehku. Saat kami bertemu, niatnya untuk melompat sebenarnya sudah tiada. Ia hanya ingin melihat reaksiku saat bertemu dengan orang asli yang hendak mengakhiri hidupnya.

Keesokan harinya, dia menyelamatkanku.

Setiap aku mengingat kejadian pada hari itu, rasa takut dan ragu saat ingin melompat kembali lagi. Aku sangat bersyukur Kai ada di sana. Jika tidak, aku tidak akan pernah merasakan berbagai pengalaman yang belum pernah kucoba, terutama dengan seorang teman.

Aku bahagia.

Sebuah kalimat yang tidak mampu kuucapkan sejak dulu, akhirnya bisa keluar dengan sendirinya. Aku melirik Kai yang sudah mengubah cardigannya menjadi bantal seadanya untuk dia tidur. Pasti dia kelelahan setelah shift malam di tempat kerja paruh waktunya. Kai sudah bebas dari pamannya dan tinggal di kamar apartemen murah, dia melakukannya segera setelah aku menyarankan berbagai alternatif untuk hidup sendiri, seperti yang sudah biasa aku lakukan.

Sepulang sekolah, kami akan makan siang bersama, mengulas kembali pelajaran karena pasti dia tidak mendengarkan saat guru sedang menerangkan. Lalu dia akan berangkat kerja, sementara aku kembali ke rumah. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, karena saat ini hanya memiliki satu sama lain.

Seiring berjalan waktu, luka fisik kami tidak pernah bertambah lagi, walau bekasnya akan membutuhkan waktu untuk hilang. Sementara berbagai trauma yang kita punya, mungkin akan lebih lama lagi sembuh. Tapi itu tidak apa-apa, selama kami menggantikan berbagai memori menyedihkan itu dengan kenangan baru yang indah, semua akan baik-baik saja.

"Hey," lamunanku buyar saat Kai memanggilku pelan, "jangan melamun, nanti siapa yang akan mencatat materinya?" Aku baru sadar catatan materi sudah memenuhi papan tulis, dengan sigap aku meraih buku catatan dan pulpenku.

"Hari ini kamu yang traktir makan siang buat bayaran catatannya, ya." candaku, namun Kai mengangguk santai, "Tentu~ kemarin aku baru gajian, ayo kita makan enak!"

"Eh?- aku bercanda, lebih baik uangnya kamu simpan untuk biaya sewa apartemenmu!" Seruku panik, "Gapapa kok sekali-kali, kamu nyaris tiap hari sudah membantuku belajar juga. Nilaiku tidak akan sebagus sekarang kalau bukan karena kamu. Makasih ya, Rei~" Aku sedikit tersipu,

"Apaan sih, tiba-tiba sok baik gitu."

"Eh, aku selalu baik padahal?!" Ujar Kai tidak terima, aku hanya tertawa pelan dan melanjutkan catatan.

'Hmm, ulang tahunnya sebentar lagi. Aku kasih apa ya, mungkin cardigan baru? Tentu saja dengan warna kuning favoritnya~' gumamku dalam hati.

Bonus Chapter : End!

☆☆☆☆☆☆☆

A/N : Halo~ telat banget bonus chapternya ya? Maaf aku terlalu sibuk sama hal lain sampe lupa pernah nulis fic ini hehe, semoga suka sama bonusnya! Niatnya untuk chapter ini aku mau nulis keseharian Rei sama gadis cardigan kuning (yep, namanya Kai) yang ringan-ringan aja, mereka berhak bahagia setelah semua kejadian itu xD

Tapi aku baru inget belum nyeritain apa-apa tentang Kai, akhirnya aku tulis secara singkat backstorynya di sini.. Jadi ga begitu ringan deh wkwk, kalo aku ada ide mungkin nanti ada bonus chapter lain tentang Rei ngerayain ultah Kai!

Oke sampe sini dulu~ makasih udah baca sampe akhir! :D

Watashi no RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang