5) You are Loved

59 8 6
                                    

*GREP*

Aku terkejut, lalu kembali membuka mata dan menengok ke belakang.

"E-eh?!" Aku kehilangan kata-kata, yang menarikku tepat saat aku menjatuhkan diri adalah gadis yang terakhir aku tolong, gadis dengan cardigan kuning.

"Hah.. apa jadinya kalau aku telat sedetik saja." Serunya. Setelah aku kembali berdiri tegak di pinggir balkon, dia memberi isyarat agar aku melompati pagar pembatas dan berjalan mendekatinya. Aku menuruti perintahnya.

Setelah berhadap-hadapan dengannya, aku mulai membuka pembicaraan.

"Uhh, jadi.. darimana kamu tau aku akan melompat hari ini? Bahkan kamu bisa datang tepat waktu." Aku menatapnya dengan penasaran.

"Yah, pakai logika saja. Kalau setiap hari kamu datang kesini, kapan saja kamu sebenarnya bisa melompat. Namun, sepertinya halusinasimu membuat jadwal bunuh dirimu itu mundur." Jelasnya, walaupun justru aku semakin tidak mengerti.

"Apa? Halusinasi?"

"Iya, sebenarnya.. selain aku dan kamu,

Tidak ada lagi yang datang kesini."

Aku tersentak, tidak mungkin. Jelas sekali aku menghentikan beberapa orang untuk melompat dari sini.

"Itu tidak masuk akal, jelas-jelas aku menghentikan banyak orang!" Seruku, namun dia menggelengkan kepala.

"Aku juga tidak begitu mengerti, bisa jadi itu adalah efek samping dari depresimu. Kalau kamu pikirkan lagi, memangnya semudah itu orang yang sudah membulatkan tekad mereka untuk melompat disini, terhentikan hanya dengan kata-kata? Tentu tidak." Gadis dengan cardigan kuning itu menatapku dalam-dalam, berharap aku mengerti dengan penjelasannya ini.

"Mungkin kamu ingin bertanya, darimana aku tahu kalau kamu hanya berhalusinasi, berbicara sendiri di balkon ini? Mudah saja, selama ini aku selalu datang ke balkon, namun selalu saja didahului olehmu. Aku tidak mungkin melompat saat ada orang lain disini, jadi aku memutuskan untuk menunggumu di depan pintu balkon.

Awalnya aku heran, kenapa kamu hanya berdiri disana, samar-samar aku mendengar kamu berbicara, aku pun memutuskan untuk mendekat, tapi ternyata, memang hanya ada kamu disana. Kamu sesekali berteriak untuk meyakinkan orang yang sebenarnya tidak bisa kulihat. Setelah sepertinya selesai, kamu berbalik badan dan meninggalkan balkon ini. Meninggalkan aku yang saat itu sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi." Dia menghela napas sejenak sebelum melanjutkan penjelasannya.

"Berhari-hari kamu seperti itu, aku mulai berpikir jangan-jangan kamu hanya orang gila yang nyasar di balkon ini, tapi tidak ada orang gila yang memakai seragam sekolah dengan rapi, aku pun memutuskan untuk mencari tahu apa kira-kira penyebab dari berbicara sendiri selain gila, ternyata halusinasi. Semua pun jelas, kamu sedang menghentikan orang-orang yang memiliki masalah serupa denganmu, orang-orang yang hanya ada di pikiranmu, yang tak lain adalah dirimu sendiri."

Aku tertegun, kalau dipikir lagi memang benar, masalah mereka, penampilan mereka, semuanya mirip denganku namun aku tidak menyadarinya.

"Sampai akhirnya kemarin, aku datang lebih cepat darimu, lalu kamu mencoba menghentikanku dengan cara yang sama seperti kamu menghentikan halusinasimu sendiri, namun sebenarnya, aku sudah tidak ada niatan lagi bunuh diri, jadi aku menuruti perkataanmu dengan harapan kamu juga menyadari bahwa,

Bunuh diri itu tidak ada gunanya.

Tapi ternyata, kamu masih ingin melakukannya, oh, atau sebenarnya tidak? Yah apapun itu, aku harap kamu sadar, bahwa bunuh diri tidak menyelesaikan masalah apapun.

Jadi, lebih baik kita terima saja takdir ini, jalani saja dengan ringan hati, karena memang beginilah dunia ini. Tapi tenang saja, dunia ini terus berputar bagai roda, akan ada masanya nanti kita akan bahagia, sampai saat itu, kita harus tegar menjalani hidup ini." Dia memegang pundakku dengan lembut, tanpa sadar air mataku sudah mengalir deras.

"Eeh? Tidak perlu menangis lho. Memangnya sebegitu mengharukannya pidatoku barusan? Hehe." Aku tidak menjawabnya, namun tetap menangis, aku sangat lega tidak mengakhiri semuanya hari ini.

Tangan yang tadinya memegang pundakku kini beralih memelukku, dia membisikkanku sesuatu,

"Seberapa sulit pun hidupmu, ingatlah satu hal,

Kau itu dicintai,

Mungkin kamu tidak menyadari siapa orangnya, namun pasti ada, orang yang berharap dirimu tetap hidup."

You are Loved.


Fin.》

~~~
A/n: Yeeeeyyyy akhirnya selesai nih buku wkwk

Gimana pendapat kalian? Komen ya xD jangan lupa vote juga biar saya tambah semangat buat bikin cerita lain lagi hehe~

Ekhem, mau ada chapter bonus tentang kehidupan sekolahnya Rei sama si cewe cardigan kuning ini gak? Ayo komeng komeng

Hmn udah lah gitu aja sih, makasih buat yang setia baca inii~

Watashi no RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang