Ia merenggangkan tangannya pegal, melambaikan tangannya kearah pria tua yang tengah melipat korannya sambil tersenyum hingga matanya menyipit sempurna, matanya kembali tak dapat lepas dari seseorang yang telah keluar dari gerbong. Berjalan setelahnya dengan tangan yang dimasukkan kedalam saku.
Kakinya terus mengikuti sejauh jarak 5 meter dari orang tersebut dijalanan kecil gang-gang Busan, menaiki tangga menuju tempat yang lebih tinggi. Entah apa yang ada dipikiran Yoongi untuk mengikuti Park Jimin. Namun, ia sungguh tidak dalam mood yang baik untuk berdiam diri saja didalam rumah temannya, Hoseok, ataupun menulis lirik hari ini.
Jimin menyadari akan hal itu, ia menoleh beberapa kali dan melihat Yoongi dibelakangnya. Namun tidak mengucapkan apapun kecuali memperhatikan ponselnya yang menunjukkan pergerakan statis Namjoon saat ini. Melangkahkan kakinya pada anak tangga terakhir dan berhenti, memperhatikan cahaya matahari begitu terang pada celah-celah bangunan rumah yang diberi cat warna-warni sementara pepohonan hijau dan lebat daunnya bergerak mengikuti angin. Matanya terlihat kecoklatan terkena terpaan cahaya. Begitupun Yoongi.
Yoongi berjalan lebih cepat dan berdiri disamping Jimin, mengikuti apa yang Jimin pandang dan menautkan alisnya. "Silau! Apa yang kau lihat?" tanyanya membuyarkan lamunan Jimin.
"Kenapa kau mengikutiku? Pulanglah." balas Jimin kehilangan ketertarikannya tentang penampilan Agust D, orang yang ada didepannya. Orang yang terlihat bebas dengan jalan hidupnya. Tidak memikirkan betapa tertekannya sebuah masa lalu, tidak tertekannya memikirkan masalah bertubi-tubi, ataupun... Ingatan tentang proses pengambilan nyawa seseorang dengan keji.
Jimin merasa dirinya tidak layak untuk dikatakan sebagai manusia. Ia merasa bodoh telah memberitahu seseorang yang bahkan tak dikenalnya dengan nama aslinya. Ia tak tahu apa itu baik-baik saja kedepannya meski Yoongi terlihat begitu baik.
"Aku bosan. Aku tunawisma dan tidak memiliki rumah. Pekerjaanku juga tidak ada. Jadi, kenapa?" balas Yoongi menyilangkan tangannya didepan dada, suaranya begitu dalam dan menyebalkan, mengganggu Jimin yang terlihat berubah. Ia bahkan baru mengenal Jimin beberapa hari lalu. Namun, pemuda dihadapannya tidak seceria kemarin.
Ada apa dengan bocah ini?, -batinnya.
"Aku tidak ingin diganggu! Jadi jangan mengikutiku!" ia mencengkram kerah kemeja Yoongi dengan wajahnya yang menahan amarah, melepaskannya lagi dan pergi arah kiri, dimana terdapat jalanan yang berbatasan dengan dinding batu sementara Yoongi tersenyum kecil dan tetap mengikuti.
"Bocah sepertimu tidak boleh marah-marah. Nanti kau cepat tua. Kalau kau tua, kau bisa keriput diusiamu yang masih muda." teriak Yoongi.
"Berisik! Aku bukan bocah, hyung." teriak Jimin tak kalah kencang mengingat Yoongi lebih tua darinya. Itu hanya dua tahun, kan? Tapi, Yoongi bertingkah seakan Jimin lebih muda belasan tahun darinya.
Manusia menyebalkan.
"Kau mau kemana?"
"Bukan urusanmu."
"Aku tidak pernah ke Busan. Seumur hidupku. Tapi karena mengikutimu seperti ini, aku jadi bisa-bisa keliling Korea tanpa sengaja." Yoongi terkekeh memasukkan tangannya pada saku sesekali melihat kekanan dan kekiri. Rambut blonde nya terlihat begitu kontras dengan kulitnya yang putih. Sementara Jimin memiliki rambut hitam dan pakaian serba gelap berjalan didepannya.
Jimin tidak membalas apapun, namun mengingat jalanan yang pernah ia lewati saat ingin pergi kesekolah menengah atasnya dulu. Menaikkan tudung jaketnya juga menarik tali dibagian bawahnya hingga rambutnya tertutup, memasukkan tangannya pada saku jaket termasuk ponselnya. Ia ingin menunda pencarian Namjoon. Sebentar saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nevermind [BTS Fanfict]
FanfictionJimin tak menyangka jika Namjoon akan menyerahkan diri ke polisi atas kasus pembunuhan terakhirnya yang terjadi. Membuatnya harus mencari dimana Namjoon saat ini selama berhari-hari. Namun, dalam perjalanannya, seseorang yang pernah menyelamatkannya...