BAB II

63 18 5
                                    

"Aku ingin busking denganmu nanti malam. Aku ingin membayar hutangmu dengan itu."

"Aku sungguh berbakat dan hebat. Jadi, izinkan aku tinggal beberapa hari disini hingga uangku terkumpul untuk membeli pakaian juga. Aku tidak akan merepotkanmu, aku berjanji."

🍁

Hoseok melirik ponselnya yang menunjukkan pukul lima dan menoleh kearah belakang dimana seseorang telah selesai berpakaian dan tampil stylish sepertinya. Ia seharusnya tidak mengizinkan Yoongi tinggal ataupun memakai pakaiannya. Matanya kini menoleh kearah cermin dihadapannya dan melihat Yoongi yang bergaya dengan angkuh menggunakan mikrofon wireless yang belum diaktifkan, menyanyikan lagu yang sepertinya ia telah ciptakan sendiri siang tadi.

Hoseok menutup telinganya dan menjedukkan keningnya pada meja sementara suara Yoongi terngiang-ngiang dikepalanya. Manusia itu bahkan tepat dibelakang dan sibuk dengan dunianya, ia bernyanyi dengan malas-malasan dan Hoseok memejamkan matanya seraya bermonolog, "Demi tuhan, jangan mengacaukan aksiku nanti."

"Hoseok." panggil Yoongi mendekat seraya bercermin. Ia bahkan mewarnai rambutnya dengan warna blonde. "Ayo pergi."


🍁🍁🍁

Ia memejamkan mata dan bergerak tidak nyaman. Bulir keringatnya membasahi pelipis dan alisnya saling bertautan. Napasnya seakan tercekat sehingga ia terasa sesak dalam tidurnya, mencari cara untuk menghirup berharap ia dapat membuka matanya.

"Hyung?"

Ia semakin bergerak dalam tidurnya. Bibirnya bergerak ingin menyampaikan sesuatu dan sebuah cahaya meneranginya. Memperlihatkan temannya yang kini menampari pipinya beberapa kali namun itu justru membuat Namjoon bersyukur.

"Ada apa denganmu? Apa kau mimpi buruk? Kau sudah tidur hampir seharian ini setelah pulang dari rumahmu." tanya Jimin khawatir melihat Namjoon kini bernafas dengan lelah, menyeka keringatnya dengan kain jaket yang dikenakannya. Ia memegangi kening dan beranjak untuk bersandar pada sofa disusul Jimin yang duduk disebelahnya.

"Entah kenapa—" ia menarik nafasnya dengan suara bergetar setelah hening.

"Entah kenapa aku tidak nyenyak untuk tidur setiap aku melakukan suatu keburukan. Setiap aku melihat senyuman mereka ataupun  mendengar cerita mereka maupun ucapan bangganya padaku karena telah bekerja keras, aku semakin merasa bersalah dengan menutupi hal yang keji. Andai mereka tahu, Jimin." suaranya melembut dan terdengar seperti bisikan.

"Sebagai kakak pertama, aku sangat tidak mencontoh hal yang baik untuk adik perempuanku. Aku selalu menutupi diriku sendiri seperti memiliki dua sisi dan mereka hanya melihat sisi baikku. Mereka hanya tahu aku bekerja dengan tuan besar sebagai asistennya, mendapatkan gaji yang... besar nominalnya dan keluargaku tak perlu memikirkan hutangnya lagi padanya." Namjoon tersenyum miris selagi tatapan matanya kosong.

"Kau tahu betapa bebannya hal itu bagiku, Jim. Kau mengenalku." ia menghela nafasnya dan memejamkan mata, merasakan tangan lembut yang bergerak pada bahunya. Jimin terlihat begitu simpati namun mendengarkan.

"Aku akan menyesal seumur hidupku jika harus hidup seperti ini. Aku merasa... aku tidak akan tenang jika hidup dirundung oleh ingatan yang menyiksa. Aku sungguh tidak bisa keluar dari penjara yang membelenggu ini. Setiap detiknya aku teringat oleh segala hal. Bagaimana tanganku merenggut nyawa orang-orang tidak bersalah itu dengan mudahnya, membalaskan dendam tuan besar yang aku tak tahu dimana letak kesalahan mereka." tambahnya sementara Jimin menggigit bibir bawahnya.

Nevermind [BTS Fanfict]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang