You, He, and I

2.4K 184 37
                                    

Kamu sedang kelelahan saat ini. Tadi kamu baru saja bermain sepak bola bersama kawan-kawanmu. Aku selalu menunggumu di taman kota. Sedangkan kamu selalu menungguku di bawah rindangnya pohon kelapa.

Aku melihat satu temanku, dia tidak pernah dilihat siapa-siapa. Dia selalu sendirian seperti itu. Dia seorang anak lelaki. Mungkin dia adalah aku, dan aku adalah dia. Aku pernah menunggunya di sini selama enam jam. Dia bernama Kesepian. Ayahnya bilang karena ketika dia dilahirkan semua tetangganya datang. Oleh karena itu dia diberi nama Kesepian. Seperti antonim. Padahal di luar dirinya ramai. Tapi, ayahnya adalah guru bahasa Indonesia. Dia menyukai berbagai lawan kata. Misalnya, aku dan kamu. Itu tidak mungkin. Atau, aku bermimpi malam tadi sedangkan kamu tidak bermimpi apa-apa. Atau, sekarang aku di stasiun Wall-e, sedangkan kau di stasiun Grafity.

Lupakanlah. Itu hanya omong kosongku saja.

Setelah cukup umur, ternyata dia memang seorang Kesepian bernama Kesepian yang selalu kesepian. Dia adalah seorang anak lelaki yang sepertinya diturunkan ke Bumi agar bumi tambah kesepian. Dia adalah seorang anak lelaki yang selalu memeluk dirinya sendiri karena tidak ada yang mau memeluknya.

Tapi, aku tidak bisa mendekatinya. Apalagi memeluknya. Apalagi mengajak dia pergi ke suatu tempat dan kami bercakap-cakap seperti dua orang teman yang sedang mempersiapkan jamuan makan malam. Karena aku bernama Keramaian. Aku takut dia akan marah dan berteriak membuat kebisingan kota. Aku tidak mau dia memecah keheningan.

Apakah kamu mau memanggilkannya untukku?

Bilang padanya, bahwa aku selalu menunggunya. Tapi ingatkanlah padanya bahwa aku tidak mau dia memecah keheningan.

Aku mempunyai macam-macam keheningan. Salah satunya adalah; aku pernah menaiki roller coaster dan akhirnya aku muntah. Semenjak saat itu aku tidak lagi mau menaikinya.

Keheningan kedua adalah; aku pernah berpikir untuk membuat spanduk bahwa aku sedang membutuhkan seseorang setidaknya satu orang saja. Tapi, rasanya tebersit olehku bahwa orang-orang tidak akan berempati. Jadi, aku urung untuk menempel spanduk di sepanjang jalan alih-alih poster lembaran yang dibagikan loper koran di pinggir jalan.

Keheningan ketiga adalah; aku selalu merasa bahwa aku tertimbun batu-batu oleh orang yang merasa penting dalam hidupku. Aku pernah mempunyai seorang teman yang terlihat-dia gemar bermain kartu remi dan dia tidak memiliki keheningan sama sekali.

Keheningan terakhir adalah; aku tidak tahu apakah aku sedang hidup atau sedang mati. Apakah aku sedang menapak di bumi atau tidak. Apakah sebenarnya aku hanya manusia bernama Keramaian yang mempunyai banyak teman dan mempunyai banyak orang yang menyayangiku tapi mereka adalah makhluk-makhluk yang tidak memiliki pengakuan karena mereka selalu memilih diam. Kadang-kadang aku berpikir tidak ada hal yang lebih pelik dibanding kehidupanku dan pada akhirnya aku adalah seorang manusia yang selalu mencari jati diriku yang sedang bermain bersama angin yang mempunyai banyak teman. Semua orang mempunyai teman dan tentunya aku juga mempunyai teman dan saudaraku juga mempunyai teman dan Kesepian-seseorang yang aku sukai juga mempunyai teman.

Teman adalah dia yang menganggapmu sebagai teman. Teman adalah dia yang selalu tidak ada walaupun begitu dia akan bilang padamu bahwa ia ada di sini, walaupun ia berada di sana. Teman adalah dia yang berkata padamu bahwa ia khawatir karena tidak ada orang di sisimu, tapi ia bilang semua akan baik-baik saja. Teman adalah dia yang membuka kertas dalam tubuhmu dan membacanya pelan tanpa berkata apa-apa atau berkata apa-apa walaupun dalam jangka pendek dia akan pergi seolah-olah dia adalah seorang filsafat yang akan meneliti tentang masalahmu dan memikirkannya sampai dia bawa ke mimpi tanpa kau tahu. Kadang-kadang kita menganggap dia membenci kita karena masalah yang kita ceritakan. Mungkin saja tidak. Mungkin dia sedang memikirkan bagaimana agar kamu tahu bahwa dia takut kamu membencinya. Padahal nyatanya tidak.

Sudahlah. Aku takut kamu bosan mendengar kalimatku yang selalu sok tahu konsep teman. Tidak ada mantan seorang teman. Kata sahabatku sewaktu di sekolah menengah.

Barangkali, kamu memang seharusnya mengundang dirimu sendiri daripada menunggu kartu undangan dari temanmu. Kamu bisa membeli biskuit banyak-banyak dan minuman bersoda dan daging asap dan coca cola dan bir dan berkotak-kota rokok dan spageti dan jus dan karbohidrat seolah-olah kamu akan mengadakan pesta bersama kawan-kawanmu. Kamu bisa meletakkan mereka di atas meja yang tergeletak di kamarmu. Kamu bisa memakai kemeja atau gaun kesukaanmu dan kamu mengenakannya dengan senyuman paling indah di seluruh dunia.

Barangkali, kamu bisa menjadi teman untuk buku-buku di kamarmu yang seperti kapal pecah itu. Yang setiap hari selalu berkata padamu bahwa kamu tidak sendirian. Aku mengutip ini dari sebuah film berjudul Matilda dan ini memang benar adanya. Barangkali buku-buku itu adalah benda yang hidup yang kauanggap mati. Padahal di dalam buku fiksimu ada banyak orang. Mereka ada di sana sedang menunggumu membacanya seperti ketika kamu menunggu seseorang membaca hidupmu yang kamu anggap suram itu. Padahal kamu tidak tahu saja bahwa mereka pernah menangis, bahagia, dan mungkin ingin bunuh diri di atas langkan bersamamu. Barangkali kamu ingin berpacaran dengan tokoh fiksi itu. Barangkali kamu ingin berciuman dengan tokoh sentral di dalamnya dan barangkali kamu ingin mengadopsi binatang di cerita fabel yang kamu baca tanpa repot-repot membelinya di toko hewan. Kita tidak pernah tahu.

Kesepian tidak pernah berdiri. Dia selalu seperti itu. Bisakah kau bilang padanya bahwa aku mencintainya? Bisakah kau bilang bahwa aku menunggunya.

Bisakah?

hidup ini adalah tentang anjingmu yang kedinginanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang