Bab 7

279 37 9
                                    

Hari pertama selesai. Aiko merasakan kelegaan luar biasa. Terbebas dari penyamaran, dan kini menikmati waktu istirahatnya dengan sesuka hati.

Satu bungkus nasi padang hangat yang Aiko beli di rumah makan saat menuju pulang sudah tergeletak di atas piring. Bau sedap khas lauk  itu menggoda Aiko yang mau tak mau mengambil langkah terburu untuk segera menikmati.
Selain makan nasi siap santap, apa yang Aiko bisa lakukan? untuk masak sendiri, bahan dan peralatan tidak memadai.
Lagipula, si tomboy ini bukan perempuan yang ahli dalam hal itu. Masak nasi saja bisa berubah jadi bubur karena terlalu banyak menggunakan air.

"Wah, jadi porsi kuli gini. " komentarnya setelah melepas karet yang mengikat kertas bungkusan. Aiko lalu mulai menyantap dengan gembira setelah membaca doa. Mengisi tiap-tiap tempat kosong yang minta segera dipenuhi.
Setengah jalan, ponselnya bergetar, Lili memanggil.

"Assalamualaikum, Halo, Li. " sapa Aiko setelah mencuci tangannya. Aiko berhenti sejenak dari aktifitas makan karena menerima panggilan Lili jauh lebih penting.

"Waalaikum salam, Teh. Maaf, Lili baru bisa nelpon. "

"Iya gak papa. Kamu sama Ayah apa kabar? Baik kan? "

"Iya, Alhamdulillah. Teteh sendiri gimana? Ayah khawatir tuh nyuruh aku cepet hubungin Teteh terus. "

Aiko tersenyum, bahagia rasanya meskipun sendiri, nun jauh di  sana ayahnya tetap peduli.

"Teteh baik, dan alhamdulillah Teteh udah dapet kerjaan. "
Aiko tersenyum lebar,

"Syukurlah kalo gitu, aku lega dengernya. Kerja di mana, Teh?"

"Jadi sopir pribadi, Li. Dan kamu tau siapa yang jadi bos Teteh? " tanya Aiko antusias.
"Emang siapa, Teh? "

"Alex Peter. "
"Hah? Seriusan Teh? Alex yang artis itu?"

"Iya. Teteh gak bohong. Nanti ya Teteh kirim fotonya. Oh iya,  Ayah mana? Teteh mau ngomong dong. "

"Maaf, Teh. Ayah udah berangkat ke mushola ."

Aiko mendongak, menatap jam. Ya, sebentar lagi waktunya maghrib. Ayahnya pasti tidak akan melewatkan kewajiban itu. Sama seperti pesannya sejak dulu.
Jangan pernah meninggalkan sholat.

"Ya udah, Teteh titip salam aja ya sama Ayah. Bilangin kalo Teteh baik-baik aja. Jadi jangan khawatir. Teteh minta doanya biar semua lancar. " ucap Aiko sebelum akhirnya sambungan itu terputus.

❄❄❄❄❄

"Ko, lo kan tinggal sama kembaran lo doang di sini, udahlah besok lo tinggal di apartemen aja bareng gue. Gue ribet kalo tiba-tiba butuh sopir, belum lagi hal mendadak yang harusnya cepet jadinya malah lama. Sore nanti lo bawa mobil, balik ke kontrakan lo, ambil pakaian lo dan ke apartemen. Gaji lo gue naikin dua kali lipat. "

Ibarat makanan, ucapan itu masih hangat dalam ingatan Aiko. Sebuah tawaran menggiurkan namun juga syarat akan resiko yang cukup besar. Pertaruhan antara iming iming gaji besar, dengan sebuah konsekuensi tinggal bersama laki-laki asing.
Seperti buah simalakama, diterima salah, ditolak apa lagi.

Ponsel Aiko bergetar, sebuah pesan panjang masuk dari Rumi.

"Ko, gimana tawaran Alex? Udah dapet jawabannya?
Kalo menurut gue sih lo terima aja, lagian dulu mantan sopirnya juga tinggal satu apartemen sama dia. Itu tuh bisa buat hubungan kalian makin akrab dan lo juga bakal tau Alex kayak gimana. "
"Terima, ya. Gue males kalo mau cari sopir lagi. Kayaknya Al juga udah suka sama kinerja lo. Masalah gaji, kalo lo ngerasa kurang, lo omongin aja ke gue. "

Ya ampun, apalagi ini?
Benar benar tawaran yang menyulitkan Aiko untuk bilang , "maaf, saya gak bisa ninggalin Aiko sendirian di kontrakan. "

Omong kosong macam apa itu jika sampai keluar dari mulut Aiko sebagai alasan.
Ingat Aiko, saudara kembarmu itu hanya khayalan, ah bukan Aiko, tapi Iko yang jadi identitas palsumu, dan bukankah tawaran gaji dua kali lipat yang bahkan bisa ditambah jika merasa kurang adalah tawaran yang sangat menarik. Dan kamu ingat kan, kesempatan kedua itu judul lagu, atau bisa jadi hanya sebuah dongeng. Bisa berulang jika ada keajaiban. Jika tidak?

Aiko menempelkan ponsel ke telinganya setelah menyentuh icon panggil pada kontak Rumi.

"Halo, Mas. Saya bersedia. Besok saya langsung bawa barang-barang saya ke apartemen bos Alex. "

"Syukurlah. Oke, gue kabarin Alex biar dia siapin semuanya."

Baiklah, ini keputusan finalnya. Aiko menerima dengan segala resiko yang akan dia dapat. Bagaimanapun, kita tidak akan tahu hasilnya seperti apa jika belum dicoba.

❄❄❄❄❄❄

Barang-barang yang sempat mengisi kamar sewa yang baru ditempati satu minggu itu telah masuk dalam satu wadah.
Aiko harus memastikan tidak ada satu pun barang yang tertinggal.

Ba'da maghrib tadi, Aiko sempatkan mengunjungi rumah pemilik kontrakan. Menjelaskan sejelas-jelasnya apa yang terjadi dengan inti masalah pada tidak bisa lagi melanjutkan tinggal di kontrakan yang harusnya ditinggali untuk satu bulan ke depan,  dan untungnya, si pemilik dengan baik hati mengembalikan uang sewa meski dipotong nyaris setengah. Tak apa, Aiko ikhlas. Bahkan Aiko sangat berterima kasih pada si pemilik karena dengan kerelaan memberikan uang sewa itu.

Oke Aiko, pekerjaan kamu yang sesungguhnya sudah menunggu di depan. Tidak ada lagi main-main. Lakukan sebaik mungkin.

❄❄❄❄❄

Akhirnya, Ally kembali berteman dengan sepi. Tidak ada lagi hari-hari yang dilalui berdua dengan Feli. Baginya, Feli tidak lebih dari mantan sahabat. Terserah Feli akan berpikir apa, bagus bagus jika dia sadar apa kesalahannya.

Entah kenapa, Ally jadi lebih suka membaca novel akhir-akhir  ini. Novel dengan genre romance. Bercerita dengan bahagia di akhir, lalu ujung-ujungnya berbuntut pada harapan akhir itu akan terjadi padanya di dunia nyata.

Bertemu dengan laki-laki baik, lalu saling mencintai dan akhirnya menikah. Ah, tidak, menikah bukan tujuan Ally sekarang. Dia masih terlalu muda untuk memikirkan hal seserius itu. Cukup jadian. Seperti harapannya pada Andra yang sayangnya jadian dengan sahabatnya.

Oke lupakan, ingatan itu hanya membuat Ally terluka.

Alex, jemput dong. Aku mau ke apartemen kamu. Bosen di rumah.

Pesan singkat itu terkirim.
Harusnya mudah saja bagi Ally untuk pergi ke apartemen Alex dengan sopir keluarganya, tapi Ally malas melakukan itu. Dia berharap Alex sendiri yang datang menjemput. Jarang-jarang dijemput artis kan? Meski saudara sendiri.

Sorry, Ally. Aku sibuk. Aku suruh sopir jemput kamu.
Tenang, aku gak akan lama.
Aku jamin kamu gak akan lama nunggu aku pulang ke apartemen.

Ally menghela napas, tidak bisakah saudaranya itu memberikan balasan yang memuaskan? Ini sama saja bohong. Masih supir juga yang jemput.

Ya sudah, mau bagaimana lagi. Pada akhirnya Ally menunggu.

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Am I Normal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang