Bab 4

153 36 0
                                    

Kegelisahan melanda kala sebuah pilihan terus berputar dalam otak Aiko.

"Wah, sayang sekali ya, padahal saat ini saya butuh orang , tapi buat cowok"

"Aku harus pergi, Yah. Gimana pun aku punya kewajiban untuk keluarga ini. Lili masih sekolah, aku gak mungkin biarin Lili berhenti sekolah karena biaya. Aku mohon, Yah. Izinin aku pergi. Aku janji akan jaga diri sebaik mungkin. "

Ini Kesempatan satu-satunya. Sebuah profesi yang menghasilkan uang halal, bukankah itu tujuannya datang ke sini?
Menjadi seorang sopir tidaklah sulit untuk Aiko. Di kampung, si tomboy itu kerja apa saja termasuk membawa mobil. Tapi, bukan itu masalahnya.
Aiko itu perempuan, sedang tenaga yang dibutuhkan adalah laki-laki. Tapi, jika terlalu lama dipirkirkan, kesempatan ini akan hilang. Apa Aiko akan menunggu kesempatan lainnya, tidak. Bagi Aiko 'kesempatan kedua' hanya judul sebuah lagu, jarang terjadi.

Aiko menarik kartu dari saku kemeja putihnya. Mengandalkan sifat nekatnya, Aiko mengetik tiap angka yang tertera di kartu pada ponsel jadulnya.

Tuutt
Tuutt
Tuutt

"Halo! "
Aiko menelan ludah. Suara di seberang membuatnya sedikit tegang.

"Ha- halo, Mas Rumi. Ini saya, yang tadi hampir Mas tabrak. " balas Aiko terbata .

"Oh, kamu. Iya, ada apa? "

Aiko berdeham sebelum melanjutkan.
"Gini, Mas, Sebenarnya, saya punya saudara yang mau kerja. Mas butuh sopir, kan? Dijamin, dia ahli bawa mobil, Mas."
Ucap Aiko.

"Oh, ya? Bagus. Kapan saudara kamu bisa ? Saya mau ketemu dulu ."

"Besok pagi, gimana? " Aiko memberikan tawaran.

"Baik. Saya tunggu kabar selanjutnya. "

"Iya Mas. Terima kasih banyak! "

Sambungan terputus.

Aiko menarik napas lega.
Sebegitu susahnya untuk bicara bohong hanya karena ingin kerja.
Saudara laki-laki?
Hah, Aiko hanya punya satu adik dan itu perempuan yang masih kelas 12 SMA.
Ini yang dinamakan nekat. Nekat bohong. Aiko bahkan tidak memikirkan resiko apa yang akan dia hadapi nanti.

Baiklah, lupakan kebohongan itu karena Aiko yakin selanjutnya akan ada kebohongan baru yang mungkin lebih tidak masuk akal keluar dari mulutnya.

Satu langkah lagi.
Mengubah penampilan.
Setomboy-tomboynya Aiko, dirinya mana pernah membayangkan akan mengubah penampilan dengan total layaknya laki-laki.
Rambutnya saja belum pernah dia potong pendek. Lalu sekarang, itu seperti tuntutan. Dia diharuskan total dalam menjalani peran barunya demi melancarkan 'kebohongan'.

Aiko mencari info lewat internet tentang cara mengubah diri menjadi laki-laki.
Standar. Penampilan luar tentu dengan cara berpakaian.
Pakaian yang tidak berbeda jauh dari yang sering Aiko pakai, dan lagi-lagi bukan itu masalahnya.
Aiko menunduk memandang pada area dadanya. Bagaimana bisa menyembunyikan dadanya agar terlihat rata hanya dengan cara membebatnya.

Perjuangan memang tidak gampang, maka berjuanglah, Aiko.

❄❄❄❄❄

Keesokan paginya, Aiko sudah siap.
Cermin di depannya menampakkan penampilan wajah baru Aiko yang bahkan membuatnya merasa surprise.
Kacamata yang dia beli dengan harga murah meriah kemarin cukup membuat pangling. Belum lagi rambut barunya yang dipotong dengan gaya fringe.
Benar-benar kejutan.
Si tomboy itu akhirnya memotong rambut panjangnya demi mendapat pekerjaan yang belum tentu dia dapatkan.

Am I Normal?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang