One

40 3 1
                                    

"Dyah, Kak Niskala kenapa sih? Kayak punya dendam kesumat gitu sama gue." Dyah menggerutu karena makanan yang sedang dia makan sedikit tumpah.

"Gak usah nyenggol-nyenggol, jadi kan tumpah!" Dia malah asyik melanjutkan menyantap makanannya. Sedikit kesal, aku senggol kembali bahu Dyah. Biar tahu rasa!

"Tapi bukannya lo deket sama Kak Niskala ya, Vid?" Aku sama Niskala? Gak akan pernah terjadi! Memangnya dia tidak pernah melihat, aku seperti tikus dan Niskala seperti kucingnya.

Aku sedang malas berdebat dengannya. Aku menatap sekeliling dengan acuh. Waktu istirahat seperti ini memang enak dihabiskan untuk memandangi pemandangan. Ya ampun Tuhan! Ini siapa lagi!

"Dipanggil Niskala, ayo!" Pria jangkung dengan body goals itu melangkah menjauh dariku. Aku masih tidak percaya masih ada orang sekeren itu di Marching band Provinsi.

"Eh lo malah bengong! Itu ditungguin!" Dyah menyenggol bahuku, menyadarkanku dari halusinasi indah. Aku buru-buru mengejarnya yang sudah melangkah jauh. Mana yang katanya ditunggu? Aku ditinggal begitu.

Aku tak tahu arah jalan, aku hanya mengikuti punggungnya. Dadaku berdegub kencang. Perasaan aneh apa ini? Aku mengelus dadaku supaya tenang, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Pria dengan topi berwarna putih itu terus berjalan, hingga kami sampai ke... Pendopo!

Niskala seketika berhenti berbincang dengan temannya ketika melihat aku dan pria ini datang. Semua pandangannya menatap ke arahku, kecuali orang yang ikut bergabung dengan Niskala.

"Vidya!" Seru Niskala, membuatku merinding sendiri.

"I...Iya, Kak?" Dugaanku sebuah musibah akan terjadi. Sebentar lagi. Beberapa detik lagi.

"Tolong-" Sedikit lagi. Detik ini juga musibah akan ditimpakan kepadaku. Aku hanya bisa meremas tangan-tanganku satu sama lain.

"Pungut sampah di sekitar lapang. Sebagai hukuman lo karena udah minta orang lain bawain alat lo." Mampus aku. Panas gini disuruh pungut sampah.

"Tapi Kak, gue gak tahu peraturannya dan Kakak nggak ngasih tahu apapun!" Aku berkata ketus karena tak terima dengan hukuman ini. Hanya aku seorang yang dihukum dan jujur saja aku belum tahu peraturan itu.

"Lo bisa nanya, kan? Dan gue pastiin di setiap koridor pasti lo liat pigura dipampang di tembok. Lo gak pernah baca, ya?"

"Tapi buat apa nanya peraturan! Gak penting banget!" Aku melihat sorot tak senang di matanya. Salahkah aku mengungkapkan apa yang aku pikirkan?

"Lo harusnya mikir! Setiap satu organisasi pasti punya peraturan! Kalau gak tahu, gak usah ngelakuin apapun yang sekiranya orang lain gak perbuat, paham! Marching band dibentuk dan lahir di tengah-tengah militer. Sebab itu, disiplin nomor 1!" Nada bicaranya naik, membuatku sedikit tersentak kaget. Aku yakin telah membuatnya marah. Wajah Niskala sudah merah padam. Rahangnya mengeras.

"Enyah dari hadapan gue!" Tangan kanannya menunjuk keluar. Aku langsung balik kanan saja tanpa pamit dan permisi, pergi begitu saja.

Aku baru pertama kali melihat Niskala marah. Diluar dugaanku. Kemarahannya beralasan pada diriku yang menyanggah perkataannya. Mungkin dia sudah kesal padaku.

"Vid, lo ngapain? Bawa topi gak? Panas banget, lho." Dyah berteriak dari tempatku terakhir meninggalkannya. Dia melihatku berjalan ke tengah lapang sambil membawa trash bag.

Aku mulai mengambil sampah-sampah yang tercecer dan memasukkannya dalam trash bag. Aku berharap langit cerah berawan agar aku tidak terlalu kepanasan. Kiranya aku sudah setengah jam mengambil sampah-sampah ini. Melelahkan.

"Nih jatah minuman lo." Aku menoleh, tapi langsung berbalik kembali. Suara yang kudengar bukan suara Vino seperti biasanya, melainkan suara menyebalkan yang paling aku benci di dunia. Niskala berdiri di belakangku.

"Gak perlu, Kak. Gak haus kok!" Jawabku ketus. Tak ada sahutan lagi.

"Lima menit lagi kumpul di Pendopo." Katanya lirih. Semenjak tadi aku tak mau melihat mukanya itu. Derap langkah kaki berjalan menjauhiku.

"Udah simpen dulu, Vid. Cepet kumpul di Pendopo! Mau kena marah lagi?" Dyah melepaskan genggamanku dengan trash bag. Ia menggiringku menuju Pendopo.

"Males ah, Yah!" Aku sangat malas bertemu orang itu. Aku tak suka. Aku membencinya.

"Jangan gitu! Gue ada cerita, tapi nanti gue ceritain. Cerita tentang hmmm, seseorang." Sial! Dyah membuatku penasaran, cerita apa yang ia punya?

Semua sudah duduk, terkecuali aku dan Dyah yang baru datang. "Kok telat?" Pertanyaan itu mengusikku.

"Mau gue lari lapangan?" Jawabku ketus. Aku menatapnya dengan sinis. Dyah langsung membekap mulutku dengan tangannya.

"Maaf Kak." Timbal Dyah.

"Bilangin sama temen lo. Jaga rasa hormat! Bicara yang sopan kalau ke senior! Duduk!" Aku sungguh tak suka padanya. Merasa paling tinggi kedudukannya di antara semuanya.

"Tenang!" Bisik Dyah seperti menjinakkan singa yang akan mengaum dan menerkam mangsanya. Dia menggiringku agar duduk dengan tenang.

"Gue kesel, Yah!" Aku berbisik dengan nada kesal. "Sstttt! Lo jangan cari gara-gara sama Kak Niskala!" Aku melepaskan mulutku yang kembali dia bekap.

"Gue justru mau buat gara-gara sama dia!" Melihat wajah pria di depan sana membuatku geram. Ingin kucakar saja wajahnya yang aku akui tampan, tapi menyebalkan.

"Latihan sudah selesai. Silakan berkemas dan segera kembali ke rumah." Pendopo kini riuh dengan suara obrolan. Telah ditutupnya latihan kali ini, tanda berakhirnya semua peraturan konyol yang Niskala buat.

"Muka lo kenapa ditekuk mulu? Masih marah sama Kak Niskala?" Kenapa sih Dyah harus menyebutkan nama itu? Aku membuang muka dan mencari pemandangan indah, semoga kunjung aku temukan.

"Vid! Liat tuh yang di sebelah Kak Niskala. Ganteng abis deh, tapi jarang senyum. Cuek dan dingin orangnya."

Aku mengikuti arah pandangan Dyah. Orang yang tadi mengantarku ke Pendopo. Orang yang pertama kali membuat dadaku berdegub kencang.

"Siapa namanya?" Aku berbisik kepadanya, sambil memasukkan beberapa peralatanku ke dalam tas.

"Gak banyak orang tahu dan susah untuk nyari tahu." Tapi aku sangat percaya, aku akan mengetahui namanya, segera. Aku sendiri tertantang untuk mencari tahu namanya.

"Kok jarang kelihatan ya?"

"Lo kan section battery. Dia tuh ngelatih section brass, ya pastilah sama lo jarang ketemu."

"Tiap latihan lo liat dia dong? Sering ngomong gak orangnya?"

"Hmmm gue bakal jelasin sama lo."

***

Happy reading guys
Bantu promot yaa:((
Vote dan commentnya jangan lupa
Masukkin ke reading list ya biar bisa ngikutin ceritanya;))

OBSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang