Tidak akan ada yang baik-baik saja saat dirinya ditinggalkan, bahkan ucapan penenang sekalipun tidak akan mampu menghapus semua sakit yang tercipta.
*************
Suara hentakan kaki yang terburu-buru terdengar begitu nyaring dari dalam koridor rumah sakit.
Perempuan itu terus berlari, sesekali berhenti untuk bertanya pada perawat mengenai ruangan tempat Ayahnya berada.
Sekian lama langkahnya bergerak mencari keberadaan Ibunya, namun Lila masih belum menemukan titik terang itu.
Di luar, hujan sudah reda. Namun tangis Lila masih belum surut. Cewek itu menyender pada tembok rumah sakit, menghentikan langkahnya hanya untuk mengusap air matanya.
Kemudian, ia kembali berlari.
Mungkin ini sudah kesekian kalinya Lila berbelok dari satu koridor ke koridor lain, cewek itu masih belum bisa menemukan Ibunya. Namun, mendadak langkah kaki Lila berhenti saat matanya tidak sengaja menangkap sosok Ibunya yang tengah berada di ujung koridor, menyender di depan pintu rawat. Lila mengembuskan napas lega, cewek itu langsung berlari secepat yang ia bisa.
Selama Lila berjalan di pelataran rumah sakit, banyak pasang mata yang melihat Lila dengan tatapan aneh. Tentu saja, Lila paham apa yang dipikirkan orang-orang yang melihat dirinya. Berjalan tanpa alas kaki dan pakaian basah akan memicu banyak pertanyaan dalam benak semua orang. Tapi Lila sudah mengesampingkan semua gengsinya. Yang sekarang Lila pikirkan hanya keadaan Ayahnya. Itu saja, selebihnya Lila tidak peduli.
"Ma, Papa di mana?" Lila bertanya dengan suara serak. Wajahnya sangat pucat. Cewek itu terus berdiri di depan Ibunya dengan dingin yang menusuk. "Jawab, Ma! Di mana Papa?!"
Sekian detik Lila menunggu dengan sabar sampai Ibunya mau menjawab. Namun, Roselia seolah bisu. Dia hanya bisa menangis dan menyesali semuanya.
"Kenapa Mama diam aja?!" Lila berkata dengan penuh penekanan. Cewek itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. Dan alhasil, ia langsung saja masuk ke dalam ruangan yang ia yakini tempat Ayahnya di rawat.
Di dalam, Dokter dan perawat cukup terkejut dengan dorongan pintu yang terbuka tiba-tiba. Ada yang berusaha mendekat, berniat memberikan pengertian pada Lila.
Tapi, Lila tidak mau mendengar apapun.
Kini matanya hanya fokus pada satu objek yang berada di atas ranjang rumah sakit, terbaring kaku.
Lila memejamkan mata, membuat air mata yang membendung sejak tadi mengalir dengan cepat. Sedetik kemudian, mata Lila kembali terbuka. Ternyata ini bukan mimpi. "Papa...." tangisnya tumpah. Langkah kakinya lunglai menjangkau sosok itu.
Lila terdiam dengan tangis yang pilu, perlahan tangannya bergerak menurunkan kain putih yang menutupi tubuh Ayahnya.
Mendadak waktu seperti memelan saat wajah berwibawa itu semakin terlihat. Lila menutup mulutnya tidak percaya. Dan dengan hati-hati Lila memeluk Ayahnya, menangis terisak di dadanya.
"Papa bangun, pa...." lirihnya, suaranya sangat parau. Dieratkan lagi pelukannya. "Lila, sayang Papa. Jangan tinggalin Lila, Pa."
Takdir memang tidak bisa di lawan, apalagi di rubah. Tapi, untuk kali ini Lila sangat benci takdir hidupnya. Lila sudah sangat sabar saat Tuhan memberinya berbagai masalah yang menghampirinya. Lalu apa ini balasan untuk semua kesabarannya?
Lila memang gadis cengeng yang hanya bisa menangis seperti ini. Dan mungkin hanya ini yang bisa ia lakukan. Hatinya benar-benar hancur. Lila terus menangis terisak, berharap Ayahnya bisa kembali menenangkan dirinya. Lila hanya ingin berada dalam dekapan hangat Ayahnya, bukan dekapan dingin seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over (Completed)
Ficção Adolescente"Semua orang selalu punya luka. Hanya saja cara mereka berbeda dalam menyembunyikannya." •••• Azril Laksha Arkan adalah cowok dengan kelakuan minus yang membuat Lila selalu kesal jika berada di dekatnya. Cowok yang selalu melanggar aturan itu punya...