Setelah berkeliling Rest Area, ketiganya berjalan kembali ke asrama. Tepat saat itu juga pintu lift mulai tertutup. Sebagai orang dengan reflek yang baik, Alex segera berlari untuk mengejar ketertinggalannya.
"Oh! Tunggu! Tunggu!"
Yang di dalam mendengar jeritannya dan menahan pintu, membiarkan Alex menghela napas lega melihatnya. Ia masuk yang disusul oleh Hassan dan Arkan.
Orang itu mengangkat kepalanya, tanpa sengaja bertemu tatap dengan Arkan. Kemudian keduanya tertegun.
Ketika melihat dua bola mata yang berbeda warna itu, hati Arkan bergetar. Tubuhnya menegang dan bulu-bulunya berdiri. Tanpa sadar ia memasang sikap waspada, siap untuk menyerang jika dirinya diserang.
Melihat Arkan yang terdiam tanpa berniat masuk, Hassan memanggil dengan bingung, "Saudaraku, kau tidak masuk?"
Arkan sadar kembali dan bergerak, namun ia berdiri di sisi Hassan, menjaga jarak dari orang itu.
Orang yang sejak awal di dalam itu dengan lembut tersenyum seakan tidak menyadari apapun dan bertanya ramah, "Di lantai berapa kalian?"
Alex—yang lebih mudah bergaul dengan orang asing—menyahut, "Kami di lantai dua."
"Ah, kebetulan sekali. Aku juga lantai dua."
Lift tidak berjalan lama, mengingat ini hanya naik satu tingkat. Alex mempersilakan orang itu keluar terlebih dahulu, sebelum diikuti oleh dirinya yang ingin berkenalan lebih dekat. Dari belakang, Arkan tidak pernah mengalihkan pandangannya dari orang itu.
"Dia benar-benar orang yang bebas." Suara Hassan menarik fokusnya sesaat, namun ia tidak menoleh. Dengan alis terangkat Arkan bertanya, "Maksudmu Alex?"
"Yah ... " Hassan menyunggingkan senyum tipis. "Tipe orang seperti itu sangat disukai pada umumnya."
Arkan mengangguk menyetujui.
Menyadari sesuatu, Hassan bertanya prihatin, "Ada apa?"
"Tidak. Tubuhku hanya tidak nyaman ... Mungkin karena belum terbiasa dengan lingkungan baru."
"Ya, pertama kali aku ke sini juga seperti itu."
Tiba-tiba, suara Alex masuk di antara keduanya. "Hassan, Arkan! Dia adalah teman sekamar kita!"
Benak Arkan menjerit untuk menolaknya, namun wajahnya tidak menunjukkan fluktuasi. Hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan. Lain halnya dengan Hassan yang menyambut dengan senang, "Jadi, kamu William Kakugawa? Salam kenal, aku Hassan Sa'id."
"Salam kenal," balasnya dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya sejak mereka bertemu. Ia kembali menatap Arkan yang tidak menanggapi.
Keduanya terdiam.
Arkan hanya berkata singkat, "Arkan Dzaky."
William tersenyum, "Salam kenal."
°°°
Arkan duduk gelisah di atas kasur. Tangannya bergerak untuk menggenggam erat kalung di lehernya. Setelah berpikir sejenak, ia bangkit dan berjalan menuju koper.
Semua barangnya di koper telah dipindahkan. Satu-satunya yang tersisa adalah sebuah kubus kecil seukuran kepala bayi tergeletak dengan aman. Arkan akan mengambilnya sebelum mendengar ketukan di pintu kamarnya.
"Arkan, ini aku."
Itu suara Hassan.
Setelah menutup kembali koper, ia menuju pintu dan melihat orang Arab itu menatapnya dengan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
School of Elite [Proses Revisi]
Ficção Adolescente--Original Story-- Arkan merasa beruntung berhasil diterima di sebuah sekolah yang sudah menjadi berita hangat ini. School of Elite. Terletak di Los Angeles, Amerika Serikat. Sekolah ini didedikasikan untuk para murid yang berprestasi. Namun, jangan...