5

0 0 0
                                    

     Sepasang bola mata indah nan bening itu menatapku lekat-lekat. Ku tundukkan kepalaku, rasa malu, bahagia, haru berkecamuk dalam dadaku.

"Aku sangat merindukanmu bidadariku" katanya memecah keheningan.

     Ucapan singkat itu membawa hatiku terbang ke langit tujuh. Hanya senyuman yang mampu melukiskan segala isi hatiku.

"Apa engkau tak merindukanku ?" kembali suara itu memecah keheningan malam yang indah nan damai ini.

     Bukan jawaban, tapi air mata. Membuatnya terheran-heran. Sungguh tak sanggup aku berkata, rasa bahagia luar biasa membuncah dalam hatiku.

"Apa ucapanku melukai hatimu, kasihku?"

Ucapan itu membuatku semakin terisak.

"Maafkan aku" kata Ra Alf yang lalu tertunduk menyesal.
"Ra Alf, maafkan aku membuatmu bingung. Sungguh, bukan karena ucapan engkau membuatku terluka. Melainkan membuatku bahagia" kataku diantara isakku.
"Sungguh ?" katanya meyakinkah. Ku balas dengan anggukan.
"Kini akan ku penuhi janjiku padamu bidadariku, aku akan segera meminangmu"

Ucapan Ra Alf, membawaku ke awang-awang surga.

"Sungguhkah itu ?" tanyaku mencari kepastian.
"Sungguh wahai bidadariku" katanya "Lihatlah mataku, apa ada kebohongan di dalamnya ?" lanjutnya.

     Ku pandang matanya lekat-lekat, hanya ada keteduhan harapan dan keyakinan. Air mata kembali menuruni pipiku.

     Sesaat ruangan menjadi hening, tak ada percakapan. Ku menunduk mengkhayalkan hal-hal indah yang akan aku dan Ra Alf lalui. Colekan Ra Alf membuatku tersentak kaget dan berteriak.

     Terdengar langkah kaki berlari ke arah Aula, kontan membuatku da Ra Alf gugup dan kebingungan.

"Ya Allah, gimana ini" gumamku
"Ngumpet di bawah kolong meja"sarannya.

     Kuturuti saran Ra Alf, jantungku berdetak tak karuan.

'Ya Allah, gimana ini kalau ketahuan. Bisa gawat' batinku

Terdengar pintu ruangan terbuka.

"Siapa disana ?" kata Penjaga pesantren yang bertugas keliling pesantren saat malam tiba.
"Mungkin hanya perasaanku saja" katanya yang lalu menutup kembali pintu Aula.
"Ra Alf, aku kembali dulu ya ke kamar. Aku takut kalau ketahuan" kataku panik.
"Iya bidadariku, hati-hati ya" katanya sambil tersenyum.

     Ku berjalan pelan menyusup diantara gelapnya ruangan menuju kamar.
Sesampainya di kamar aku pun merasa lega, dan Nafisah menyerbuku dengan berbagai pertanyaan.

Cinta Tak Harus MemilikiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang