Pagi kembali hadir, lumayan merenggut duka sekedar meminimalisir.
Suara bel pertanda santri harus segera masuk kelas masing-masing membuat riuh santri dan santriwati. Indah, pemandanangan yang tak kalah mengesankan baginya, tawa yang bisa dikatakan Syari, jalan Syari, pakaian Syari bahakan bisa jadi menulis pun Syari, batin Syifa terkekeh. Unik sekali.Kemarin selepas Majelis Talim, Syifa sudah terlebih dahulu diberi bimbingan untuk dimana ia masuk, materi apa yang harus ia pelajari, dan setelah ia simpulkan kalo Abinya itu berdusta jika 1 bulan dia disini, begitupun dengan Ustadzah itu. Tak dapat dipungkiri jika kemungkinan besar ia akan menetap disini satu tahun mengingat kini ia sudah kelas 12.
Syifa berhenti di depan ruangan bertuliskan 12 MIPA 1.
Jadi ini kelas gue, emang nih ya nilai menetukan dimana gue bisa tinggal ck. Miris,. Batin Rasyifa.
Kakinya melangkah, matanya mencari bangku kosong dan hanya ada di depan tepat meja Ustadzah. Jujur, Syifa sangat tidak suka. Tapi mau bagaiman lagi.
Wanita bercadar datang, seragamnya berbeda seperti yang ia pakai.
"Ustadzah Ara!!!"
Tanpa sadar Syifa berteriak, spontan saja karena ia teringat janji Zahra.
"Hai," sapa Zahra. Tak merespon tatapan Syifa yang meminta pertanggung jawaban, Zahra membuka kelasnya dengan muqadimah. Dilanjut memperkenalkan Rasyifa.
"Baik, Ustadzah perkenalkan ke kalian semua. Ada santi baru disini,"
"Rasyifa, sini" ujar Zahra,
Mau tidak mau menurut, tradisi dimanapun anak baru harus memperkenalkan dirinya.
"Hi," sapa Syifa pada mereka yang menatapnya curiga. Ia bisa mendengar jika mereka mengatakan dirinya adalah Raina.
"Ucapkan salam Fa,"
"Ck, ribet amat sih,"
Dengan terpaksa,
"Assalamualaikum, Gue Rasyifa Humaira. Pindahan dari SMA Garuda. Gue kembaran Raina, umur gue 16 tahun lebih muda 1-2 tahun dari kalian. Gue suka tidur, senang ketemu sama lo semua."
Perkenalan yang singkat membuat teman sekelas terkekeh.
"Jazzakillah Khiran Syifa, kamu boleh duduk,"
"Ya Ustadzah,"
***
Rasyifa pov.
Bagiku hidup adalah menghargai. Seperti ini, meskipun nahwu shorof lebih rumit tapi aku tak perduli. Hanya satu yang menganggu pikirku,
Abi, bagaimana dengannya. Apakah dia sepi, merindukah?
Hartaku saat ini adalah Abi, Umma sudah tak hadir menemani kamu dan itu bagian dari lukaku yang tak kunjung sembuh. Selalu saja mengeluarkan setetes demi setetes darah yang berbisik memanggil nama Ummi...Rindu, kadang aku hanya rindu dan merasa sendu. Tapi dengan pandai, aku memutar balikan fakta bersikap seolah aku orang yang keras, tak pernah merindu, dan kotor.
Aku Rasyifa Humaira, tinggal di kota Purwokerto. Kota kecil penuh kenangan. 16 tahun umurku, masih teramat dini, tapi tidak dengan sikapku.
Author Pov.
Kelas selesai bersamaan dengan lamunan sang Gadis. Berjalan mendahului Zahra sudah menjadi hal lumrah baginya. Waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Waktunya mengangkat jemuran.
"Raihan! Dipanggil bang Azka tuh,"
"Bang Azka?,"
"Iye lah. Buru, katanya ente mau dimintai bantuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasyifa
SpiritualTak ada deskripsi. Itulah aku. Sepi hanya itu yang menggambarkan tentang aku.