Rasyifa 4

301 17 2
                                    

Raihan POV

Aku diselimuti amarah yang baru pertama kali, gadis dihadapanku benar-benar tak tahu malu. Bukannya menjelaskan pada Bang Azka apa yang terjadi, dia menatapku tak berlalu. Tatapannya sendu, sorot mata kehilangan yang terlukis dalam bola matanya yang coklat terang.

Aku tidak tau pasti, dia masih menatapku. Mencoba tak ku hiraukan tapi tetap saja aku merasa terganggu. Dengan berani aku melambaikan tanganku di depan wajahnya.

Wajah yang ku kenali, apa dia Raina?
Santri yang terkenal jenius dan cantik di sini. Tapi sejak kapan Raina menjadi gadis tak tau malu seperti ini.

"Raina?" panggilku, tak ada jawaban. Sorot matanya semakin dalam menyendu. Bahkan dapat ku lihat jelas matanya berkabut, apa dia akan menangis?.

"Raina?" panggilku kali kedua, syukurlah Raina mendengarku dan sadar. Ku lihat dia mengerjapkan mata berulang kali, berusaha menghapus sisa embun di pelupuk matanya.

"Raina," panggilku.

Wajahnya nampak bingung, dia tak bergeming mengacuhkan panggilanku dan berlalu pergi.

Gadis itu, Raina Humaira. Pergi dengan langkah yang gontai, seolah menahan beban berat dalam pundaknya, wajahnya menunduk tak berani menatap jalan dan sesekaki tangannya mengepal kuat. Raina, nampaknya dia bukan gadis biasa. Dia gadis rapuh.

Author POV

"Raihan!" panggil Azka pada keponakannya yang menatap kepergian wanita tadi.

"Eh iya bang,"

Raihan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, pertanda ia gugup setelah kepergok menatap wanita terlalu lama, seketika ia lupa akan dosa Zina mata. Astagfirullah...

"Dah, ente buru ke asrama. Ane ngertiin, tapi keren juga tuh ukhti. Kayanya nyalinya gede,"

Azka terkekeh, mengingat cerita Raihan beberapa menit lalu.

"Nyali gede si iye bang. Tapi kalo kaya begitu kaga bener lah. Aneh tu ukhti, doain biar jodoh ane ngga kaya dia bang. Ih amit-amit!"

Azka tertawa, tangannya memukul pundak Raihan cukup keras.

"Eh! Ngomongnya jangan gitu ente! Kalo dia jodoh ente baru tau rasa!"

"Amit-amittt, mending ane kaga nikah kalo gitu,"

"Hus! Jangan gitu, ngga baik. Sama aje doa tuh ente!"

"Ye lah bang, afwan. Ya dah, ane balik dulu. Masih ada urusan lain. Mending tu lampu jemuran jangan ane yang benerin, takut di fitnah maling lagi. Sumpek ane,"

"Hahaha, afwan afwan."

"Assalamualaikum!"

"Waalaikummusalam, fi Amanillah!"

"Syukron!"

***

"Whahaha bro! Ustad gini dibilang maling hahaha. Bener-bener ya," 

Kedua sahabat sekamar Raihan tertawa terpingkal-pingkal. Bagaimana tidak, sahabatnya yang terkenal alim disebut maling jemuran.

"Diem lah, ane mau siap-siap shalat dulu,"

"Oke, kita duluan ke masjid,"

"Iya, ane nyusul."

Raihan mengembuskan nafasnya kasar, kejadian tadi lumayan menganggu pikirannya. Raina Humaira.

Padahal yang sebenarnya terjadi dalam takdir keduanya adalah Raihan dan Rasyifa, tapi rupanya Raihan masih dibutakan pada topik yang sempit.

Di sisi lain...

RasyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang