Bian membuka pintu kamar apartementnya dengan susah payah karena sedang membopong Mesa. Apartement yang ia beli tiga tahun lalu itu terletak tak jauh dari klub malam. Awalnya Bian membawa Mesa dengan membantu jalan gadis itu yang tertatih. Namun saat akan sampai di depan kamarnya, Mesa malah jatuh sempoyongan hingga Bian terpaksa harus membopongnya seperti gaya ala pangeran yang menolong tuan putri seperti ini.
Setelah berhasil membuka pintu, Bian segera masuk dan mengunci pintu tersebut dengan susah payah pula. Ia berbalik lalu berjalan menuju ranjang. Mesa benar-benar berat ternyata. Dan lagi, terhirup bau tak keruan. Berasal dari bau menyengat wine yang sangat tak sedap bercampur wangi parfum beraroma vanilli.
"Lo bawa gue ... ke mana?" Mesa menggumam pelan, nyaris tak terdengar.
Untung saja telinga Bian masih berfungsi dengan baik, jadi ia bisa mendengarnya.
"Untuk sementara kamu di apartement saya. Karena saya tidak tahu alamat rumah kamu di mana, Misa juga tidak bisa dihubungi," ucap dia meletakkan Mesa di kasur dengan sangat hati-hati. Bian sedikit kesusahan untuk melepaskan tangan Mesa di lehernya sebab gadis itu terus mendekap lehernya erat. Ya, Tuhan.
"Mesa, lepaskan tanganmu dari leher saya," pinta Bian. Lehernya terasa sakit sekarang. Bisa-bisa ia mati gara-gara tercekik konyol. Gila!
"Gak mau .... Gue nyaman kayak gini ... udah PW." Mesa mengerang.
Kening Bian mengernyit. "PW? Ah, tolong lepaskan, Mesa."
"Gak .... Lo juga tadi narik lengan gue ... meluk pinggang gue lagi ...."
"Jadi ini semacam balas dendam?"
"Hm."
Sial. Bian mengutuk tindakan bodohnya tadi. "Lalu mau sampai kapan begini terus?"
"Sampe ... gue mati? Senggaknya gue mati dengan keadaan nyaman, hehe."
"Hah? Kalau begini saya yang mati, Sa." Bian tak habis pikir.
Mata sayu Mesa yang terpejam kini terbuka perlahan. Mesa menatap wajah di depannya. Jika menatap wajah Bian sedekat ini, ternyata dia sangat tampan.
Alisnya yang tak terlalu tebal. Tatapan matanya yang menenangkan. Hidungnya yang bangir. Serta bibir kemerah mudaan yang tipis tapi penuh. Sangat memesona. Bian benar-benar tampan.
Entah mengapa, Mesa tiba-tiba menarik leher Bian pelan. Bian refleks meletakkan kedua tangannya di antara kepala Mesa, lalu menekuk sikunya sebagai penopang. Tubuh Bian hampir saja menindih gadis yang menariknya sampai sedekat ini.
Dengan posisi yang sangat intens, ditambah wajah cantik putih bersih milik Mesa, benar-benar membuat Bian sulit mengendalikan diri. Rasanya ada gelombang panas yang mencuat ke permukaan. Apalagi saat Mesa tersenyum manis dan mengerling manja. Bian jadi ingin menghabiskan malam yang panjang bersama Mesa.
Dan, mungkin karena pengaruh alkohol Mesa jadi liar seperti ini.
🌼🌼🌼
Sinar mentari menerobos masuk lewat celah-celah ventilasi kamar, membuat seorang gadis terjaga dari tidur lelapnya. Ia membuka kelopak matanya yang terasa alot. Lalu mengerjapkannya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya silau yang masuk ke pupil.
Mesa mengubah posisi berbaringnya jadi duduk sambil menutup mulutnya yang menguap lebar dengan punggung tangan. Ia benar-benar masih mengantuk. Sekujur tubuhnya juga terasa remuk, pegal sekali.
"Haishhh, pusing banget. Nih, kepala kebentur tembok apa gimana sih?" keluh Mesa memegangi kepalanya yang terasa berat dan pening.
"Kamar siapa ini?" tanya dia mulai mengumpulkan nyawa. Mengingat-ngingat semuanya sambil memejamkan mata. "Semalem gue ke klub, terus ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Pelengkap Iman
SpiritualSpiritual - Romance - Teenlite "Satu hal yang paliiing gue sesali dalam hidup adalah bertemu dengan lo!" -Mesa Ayudia "Pertemuan yang diawali dosa, semoga akan berakhir bahagia." -Bian Givano Berawal dari kesalahan satu malam, Mesa-si gadis nakal, k...