1.b

125 4 0
                                    

"Hey! Lo apa-apaan, sih?!"

"Biaaaaan! Berhenti, Bodoh!"

"Lepasin tangan gue! Lepasin!"

Mesa terus saja protes dan melakukan perlawanan saat Bian membawanya menjauh. Ia tidak terima lengannya diseret-seret seperti ini. Gadis bernetra cokelat itu menatap sosok di depannya dengan tatapan tajam. Tak segan menunjuk hidung bangir milik Bian dengan jari telunjuknya.

"Lo ...."

Skak mat! Bian berhasil mengunci pinggang Mesa dengan lengan kekarnya. Ia tersenyum menyeringai dengan deretan gigi putih rapi.

Sontak saja Mesa terlonjak kaget. Ia langsung memukuli tangan Bian secara brutal sebagai bentuk perlawanan. Namun, kenapa hasil dari usaha kerasnya nihil?

Mesa tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, dekapan tangan kekar Bian terlalu kuat. Meskipun ia jago ilmu bela diri dan memenangkan berbagai pertarungan, tapi kali ini tenaganya kalah. Kekuatan lelaki memang jauh lebih besar ternyata. Mesa baru menyadarinya sekarang.

"Masih mau berontak?"

"Tentu aja!" gertak Mesa semakin menatap Bian seram. "Singkirin tangan lo, Bodoh!"

"Tidak." Bian terlihat santai. Berupaya menjinakkan Mesa.

"Lepasin!"

"Tidak, Mesa."

Kalau kamu masih mau berontak, saya akan memelukmu lebih erat .... Hah, Bian tidak akan membuat gadis ini diam dengan mengancam murahan begitu.

"Haish! Terus apa mau lo? Boking gue semalaman?"

Kening Bian menaut.

"Enak aja! Gue bukan cewek gampangan kayak gitu! Cari aja cewek lain yang mau olahraga malem-malem sama lo!"

Bian menghela napas saat Mesa terus saja meracau tak jelas. "Kamu itu anak gadis, kenapa berjoget liar seperti tadi? Dan ucapanmu ... Ya Allah. Sangat tidak sopan."

"Bukan urusan lo!" seru Mesa mendongak tepat di hidung Bian.

Seketika, Bian mencium aroma alkohol yang menyeruak ke indra penciumannya. Busuk. Mulut gadis itu dipenuhi oleh aroma menyengat yang berasal dari minuman setan.

Ia tidak menyangka. Kenapa kembaran Misa bisa senakal dan seliar ini? Padahal Misa adalah gadis yang sangat baik dan sholehah. Namun kenapa kelakuan kembarannya justru sebaliknya?

"Saya antar kamu pulang."

Mesa membulatkan matanya di tengah kesadaran yang mulai berkurang. "Lo mau nganter gue pulang?!"

Bian berpikir lagi dengan apa yang barusan ia ucapkan. Bodoh sekali, padahal ia sama sekali tidak tahu di mana rumah gadis itu. Meski sudah pasti Mesa tinggal seatap dengan Misa, namun ia tak tahu di mana alamat rumah Misa. Bian mengenal gadis itu di Korea, sebulan yang lalu. Ia hanya tahu kalau Misa berasal dari Indonesia dan tinggal di Jakarta. Tidak tahu alamat detailnya.

"Berani banget lo ngajak gue pulang! Emangnya lo siapa? Kenal nama juga baru tadi!"

"Saya hanya ingin membantumu, Mesa."

"Cih! Kalo lo mau pulang, yaudah sana! Tapi jangan ngajak gue!" Mesa mendekatkan wajahnya pada pemuda itu. Matanya melotot sempurna, ia menatap Bian seperti ingin menelannya hidup-hidup.

Bian ikut mendekatkan wajahnya. Hidung mancungnya yang mirip perosotan bermain anak-anak nyaris bersentuhan dengan hidung Syakirra yang pas-pasan. Detik itu juga Bian semakin mendekap gadis itu erat, terbawa suasana.

Mata mereka beradu. Mesa menatap dua bola mata di depannya. Selanjutnya, gadis itu tersenyum genit. "Lo ganteng juga," ucapnya sembari mengalungkan lengannya pada leher Bian.

Blush. Pipi Bian bersemu merah. Sial, kenapa dia jadi blushing begini dengan yang diucapkan Mesa barusan? Ayolah, kamu jangan tergoda dengan ucapan gadis mabuk!

"Tapi lo suka ngatur, gue gak suka." Mesa berlagak seperti anak kecil, membuat Bian mendadak gemas sendiri dengan tingkah lucunya.

Gadis itu meletakkan kepalanya yang terasa berat pada bahu Bian. Tangannya masih mengalung pada leher pria itu. Meski tingginya dengan Bian jauh berbeda, Mesa sangat terbantu dengan hak delapan senti, jadi ia tidak perlu berjinjit untuk bergelayut manja pada pria di hadapannya.

"Kepala gue pusing banget ... rasanya kayak ada burung berputar-putar di atas kepala gue," gumam Mesa parau.

"Saya antar kamu pulang yah? Rumah kamu di mana?" Bian bertanya sembari mengendurkan dekapannya.

"Gak! Gue gak mau! Gue gak mau pulang ke rumah! Itu bahkan terlalu baik untuk disebut rumah!"

Gadis itu menggeleng kuat. Ia benar-benar teler, dimabuk oleh alkohol yang berhasil memengaruhi sel saraf sehatnya, membunuh akalnya dan mungkin organ tubuh bagian dalamnya sebentar lagi.

Dear, Pelengkap ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang