.
.
.
."Haruto itu anaknya teman Mama." Mama mulai bercerita.
"Terus?"
"Waktu itu sepertinya kamu masih di Malaysia kan, Bin, makanya kamu gak tau kalau Haruto kabur." Mama malah menatap Kak Hanbin.
"Btw Kakak ngapain di Malay?" tanyaku, entah kenapa aku merasa kepo.
"Jadi TKI," jawab Kak Hanbin, dia ini serius apa tidak ya?
"Serius?" Aku meyakinkan.
"Ya enggaklah, Kakak kuliah di sana," jawab Kak Hanbin tertawa.
"Oh, lanjut," pintaku.
"Lanjut apanya?" tanya Kak Hanbin bingung.
"Maksud aku, cerita dari Mama yang dilanjut, bukan Kakak," jelasku, lama-lama Kak Hanbin ini kepalanya aku pukul ya.
"Oh..."
"Bundanya Haruto nelepon Mama, minta tolong ke Mama. Dia bilang Haruto kabur dari rumah dengan membawa semua dokumen penting seperti akte kelahiran, raport dan lain-lain, terniat sekali anak itu untuk kabur. Mereka sebenarnya tau Haruto kabur ke mana, tapi ayahnya Haruto gak mau jemput karena ayahnya gak mau Haruto menjadi semakin manja dan semaunya. Makanya bundanya Haruto nelepon Mama. Mereka minta Mama jemput Haruto, tapi dengan cara Haruto gak boleh tau kalau Mama dan bundanya Haruto berteman. Jadi kita ketemu seolah-olah hanya kebetulan saja. Pas Mama sampai di tempat di mana Haruto kabur, Mama liat kalau Haruto itu seperti sedang menangis, tapi gak terlalu nampak, mungkin dia malu karena dia anak cowok. Mama mendekati Haruto lalu nanya-nanya dan menawarkan Haruto untuk kerja di rumah Mama, ya basa-basi gitu lah. Dan dia itu aslinya polos sekali, tapi sudah sok-sokan kabur dari rumah. Mama berani sumpah, dia itu sangat mudah untuk diculik. Sebelum orang lain menculik, jadi Mama cepat-cepat menculiknya terlebih dahulu hehehe jadi seperti itulah kurang lebih kronologinya." Mama menjelaskan kronologi bagaimana Haruto bisa tinggal di rumah kami sebagai pembantu. Lucu, lucu banget, jadi pengen nyulik Haruto.
Dan sekarang aku mengerti, jadi semua ini sudah direncanakan, tapi kenapa aku baru mengetahuinya? Bahkan tidak curiga saat Mama pertama kali membawa Haruto ke rumah ini. Mama yang sangat pintar berakting atau aku yang terlalu bodoh?
"Terus gaji bulanan itu gimana? Uang Mama atau orang tua Haruto yang ngirimin?" tanyaku penasaran.
"Tentu saja orang tua Haruto yang ngirimin, padahal Mama sudah melarang karena Mama Papa masih mampu membiayai Haruto. Lagi pula Mama sudah menganggap Haruto seperti anak Mama sendiri, tapi mau bagaimana pun mereka orang tua Haruto," jawab Mama yang tidak ingin menghalangi orang tua Haruto memberi nafkah kepada anaknya.
Sudah kuduga sih, aku sempat bingung awalnya karena gaji Haruto itu lebih besar dari gaji Bejo, padahal kerjanya Haruto hanya menemani aku ke sana ke mari. Tapi di sini bukan hanya aku yang bodoh, tapi juga Haruto, buktinya dia juga tidak tau kalau semuanya sudah direncanakan. Benar kata Mama, Haruto itu polos, polos-polos bangsat tepatnya.
"Btw selama ini Kakak mencari keberadaan Haruto, gak? Kok selama 6 bulan ini Kakak baru nongol?" tanyaku pada Kak Hanbin.
"Nyari kok, cuman karena Kakak sibuk kuliah, jadi gak mungkin kan Kakak Bolak-balik Malay-Indo. Bunda selama ini juga sudah berusaha mau menjemput Haruto, tapi Ayah melarang," jawab Kak Hanbin.
Aku menjadi penasaran, apa kesalahan yang dilakukan Haruto sehingga membuat ayahnya semurka itu?
"Ayah kalian galak ya, gak kayak Papa aku. Papa bahkan sayang banget sama Haruto, iya kan, Ma," ucapku, aku harap ucapanku dapat memancing Kak Hanbin untuk mengatakan kesalahan Haruto yang telah membuat ayahnya murka.
"Dia ketahuan mabuk sama rokokan, Dek. Makanya Ayah marah besar. Mau jadi apa dia kalau di umur segitu sudah berani minum alkohol."
Pancinganku tepat sasaran, Kak Hanbin mengatakan kesalahan Haruto tanpa aku harus bertanya.
"Tapi ayah kamu juga salah, Bin. Gak seharusnya dia menampar Haruto." Mama ikut berkomentar.
"Sama-sama salah sih, Tante, Ayah salah dan Haruto juga salah, yang kasihan itu Bunda, Bunda sudah sangat kangen dengan anak bungsunya, tapi kan Tante tau sendiri gimana perangainya Ayah. Makanya sehabis wisuda aku cepat-capat balik Indo dan syukurnya aku ketemu Haruto dan anak tante di gramedia."
Entah kenapa aku menjadi kagum dengan sosok Kakak di hadapanku ini, dia tidak membela adik atau ayahnya.
"Kak."
Panggilan itu membuat kami semua menoleh ke sumber suara. Wajah Haruto terlihat bingung melihat Kak Hanbin ada di sini.
"Sudah bangun, Sayang," ucap Mama.
Haruto lalu menghampiri kami
Mama terlihat memeriksa keadaan Haruto. Mama ini sangat ingin punya anak cowok, jadilah begitu.
"Ada yang sakit?" tanya Mama begitu perhatian.
Kulihat Haruto menggeleng.
"Kak," panggil Haruto lagi. Entah kenapa atmosfer di ruang tamu ini berubah.
"Kakak sedang apa di sini?" tanya Haruto, nampak sekali kalau dia tidak senang atas kedatangan kakaknya.
"Mau jemput kamu," jawab Kak Hanbin.
"Aku gak mau!" tolak Haruto.
"Haruto..."
"Ayah ngusir aku, Kak!"
Kan, suasananya menjadi agak tegang seperti ini.
"Coba pikirkan, Ayah ngusir kamu karena apa? Apa Ayah akan mengusir anaknya kalau anaknya gak punya salah?"
Pertanyaan Kak Hanbin membuat Haruto terdiam.
"Pulang, oke," pinta Kak Hanbin.
"Gak."
"Haruto..."
"GAK!" Haruto bangkit dari posisi duduknya, dia kembali ke kamarnya.
BLAM!
Dia baru saja membanting pintu kamar.
Haruto, kamu itu statusnya masih pembantu di rumah ini, kenapa tidak berprikepintuan sama sekali. Itu bukan pintu kamar di rumahmu woy.
Mengingat Haruto sudah 6 bulan berada di rumahku, ditambah kejadian yang baru saja terjadi, aku pun menyadari satu hal. Betapa batunya seorang Haruto, dia sangat keras kepala dan aku rasa sifatnya itu turunan dari Ayahnya.
T
B
C
Mari berikan saya bintang dan cuap-cuap anda 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid Kece✔
Teen FictionNote: Bahasanya aneh Ini cerita Request-an teman saya. Cerita ini merupakan kado ulang tahun yang saya berikan untuk teman saya. Jika kalian suka dengan ceritanya baca saja 😂😂😂