Delapan/Tamat

44 5 3
                                    

.
.
.
.

Hari ini adalah hari yang paling tidak aku inginkan, karena hari ini Haruto akhirnya pulang ke rumahnya. Dan sialnya lagi, Mama memintaku untuk mengantarkan Haruto ke rumahnya sebagai perwakilan Mama dan Papa. Sebagai anak yang baik, aku tidak dapat menolak perintah dari Kanjeng Ratu di rumah ini.

Aku itu sebenarnya takut mengantar Haruto, aku takut tidak bisa menahan air mataku, bagaimana jika hari ini terakhir kalinya aku bertemu dengannya?

Kulihat Mama sedang memeluk Haruto, dan Mama sudah berderai air mata. Haruto juga terlihat mengusap air matanya. Dia ternyata juga ikut menangis.

Berarti hanya aku disini yang sok tegar.

"Nona, ayo," ucap Haruto setelah berpamitan dengan Mama.

Aku mengusap air matanya seraya tersenyum.

"Cengeng," godaku. Dia tidak membalas perkataanku.

"Ma, kami berangkat," pamitku.

"Hati-hati, Sayang," pesan Mama. Aku dan Haruto mengangguk kompak.

Kak Hanbin sudah menunggu kami dari tadi.

"Tante, aku bawa Harutonya ya," ucap Kak Hanbin. Mama pun mengangguk.

Aku dan Haruto duduk di kursi belakang dan membiarkan Kak Hanbin seorang diri di depan.

"Woy ada yang duduk di depan dong, aku bukan supir kalian," pinta Kak Hanbin yang tidak ingin dianggap supir.

"Gak mau!" Aku dan Haruto kompak menolak.

"Dasar bocah-bocah kurang ajar!" sahut Kak Hanbin seperti ingin memiting kami berdua.

Aku dan Haruto hanya tertawa.
Selama perjalanan menuju rumah Haruto, ada saja hal-hal yang kami lakukan dan terkadang Kak Hanbin juga ikut nimbrung dalam obrolan kami yang tidak penting.

"Dia memang cengeng," ucap Kak Hanbin.

"Enggak! Aku itu hanya gampang terbawa suasana." Haruto membela diri.

Aku tertawa, mungkin setelah ini aku tidak bisa tertawa seperti ini lagi. Di rumah aku akan merasa kesepian karena tidak ada lagi yang bisa aku ganggu.

Akhirnya kami sampai di rumah Haruto. Jujur saja aku kaget melihat penampakan rumah Haruto. Anak orang kaya ternyata. Aku tidak habis pikir dia kabur dari rumahnya dan jadi pembantu di rumahku, pasti sangat sulit selama ini baginya. Aku jadi teringat saat dia bilang badannya sakit gara-gara mencabut rumput.

"Nona Ai." Suara Haruto menyadarkanku.

"Haruto, aku langsung pulang saja ya," pintaku, aku tak ingin berlama-lama, aku takut benar-benar menangis.

"Jangan ngomong yang aneh-aneh, Dek! Masuk dulu ketemu Bunda." Kak Hanbin langsung menolak mentah-mentah keinginanku.

"Tau nih, gak sopan!" timpal Haruto.

"Kok kalian malah melotot sih!" sahutku tak kalah melotot.

"Ayok masuk dulu." Haruto menarik tanganku agar aku tidak kabur.

Sebenarnya aku juga tidak bisa menolak karena aku ke sini ikut mereka dan otomatis aku pulang harus diantar. Bisa saja aku naik taxi, tapi yasudahlah masuk dulu ketemu camer, ups.

.
.
.

Ini sudah satu minggu setelah Haruto pulang ke rumahnya. Aku jadi malas untuk beraktivitas. Aku juga sudah tidak masuk sekolah selama satu minggu karena aku sakit setelah mengantar Haruto pulang ke rumahnya. Tapi hari ini aku harus bangkit, aku tidak boleh terpuruk berlama-lama.

Aku baru saja selesai sarapan, kebetulan Mama sedang menemani Papa bertugas ke luar kota, jadi aku hanya ditemani oleh beberapa pembantu. Hmmm aku jadi teringat dengan Haruto.

"Non, nanti siang mau makan apa?" tanya Bi Asih.

"Aku makan di luar saja, Bi," jawabku. Setelah itu aku bersiap-siap berangkat sekolah.

.
.

Pagi ini cukup tenang, tidak ada drama-drama macet yang membuat mood-ku berantakan. Karena merasa bosan, aku mengambil headset lalu menempelkannya di telinga, lagu kesukaanku pun seketika mengalun.

BLUUSHHHHHHHHH

Tiba-tiba mobil berwarna merah melaju pesat mendahului mobilku. Entah kenapa aku merasa kesal dibuatnya, aku pun membalas, aku menaikkan kecepatan mobilku lalu mendahului mobil berwarna merah itu. Aksi saling mendahului tidak bisa kami hindari. Aku sangat yakin, apa yang sedang kami lakukan ini pasti mendapat sumpah serapah dari pengguna jalan lainnya, tapi aku tidak peduli.

Sialan, mobil itu mengikutiku. Mau main-main dengan Nona Airin rupanya, baiklah.

SREEEEEEET

Mobil merah itu berhenti secara mendadak di depanku, untung saja aku bisa mengendalikan mobilku. Hampir saja aku menabrak mobil itu.

Aku dengan segera keluar dari dalam mobil, rasanya aku sudah tidak bisa menahan mulutku untuk tidak memaki.

Tok tok tok

Aku mengetuk jendela mobil itu. Jendela mobil pun perlahan-lahan turun dan aku sudah menyiapkan kalimat umpatan yang akan aku lontarkan kepada pengemudi gila itu.

"BWAHAHAHAHAHA"

Suara tawa itu membuatku mengurungkan niat untuk mengumpat.

"Haruto."

Dia pun keluar dari mobilnya. Dia menatapku seraya menyandarkan tubuhnya di badan mobil.

"Gak kangen?" tanyanya dengan memainkan alisnya.

"Sedang apa kamu di sini?" Bukannya menjawab, aku malah bertanya.

"Mau sekolah," jawab Haruto secara gamblang.

"Kamu masih sekolah di tempat aku?" tanyaku lagi dengan rasa tidak percaya.

"Nona, kita sudah kelas 12. Sekolah mana yang mau menerima murid baru di semester 2 ini?" Dia malah melemparkan sebuah pertanyaan padaku.

Benar juga apa katanya, kenapa aku tidak memikirkan itu. Dasar Airin bodoh. Berarti aku masih bisa bertemu Haruto. Yes yuhuuuuu.

"Harutooooo." Aku langsung memeluk Haruto saking senangnya. Aku tidak peduli jika dia menganggapku aneh.

"Nona," panggilnya.

Aku pun mendongakkan wajahku untuk menatapnya.

"Apa?" tanyaku.

"Aku ingin mengambil milikku yang sudah kamu ambil," jawabnya.

Apa maksudnya, aku tidak mengerti.

CHU

Tiba-tiba saja dia menempelkan bibirnya di bibirku. Aku membelalakkan mataku sempurna.

TAMAT

Hahahaha semoga kamu suka dengan kado yang aku berikan ini, selamat ulang tahun 😘😘😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hahahaha semoga kamu suka dengan kado yang aku berikan ini, selamat ulang tahun 😘😘😘

Maid Kece✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang