Tujuh

24 4 0
                                    

.
.
.
.

Sekarang aku sedang berada di kamar Haruto, tepatnya tiduran di tempat tidur Haruto. Kuperhatikan Haruto yang tengah asik membaca komik.

"Haruto," panggilku seraya mengelus-elus rambutnya.

"Hmm."

"Maaf ya sudah bikin kamu jatoh, gara-gara aku maksa minta ditemenin berenang," sesalku, pasti kepalanya sakit sekali hingga membuatnya pingsan.

"Gak apa-apa, Nona, salah aku juga gak hati-hati," jawabnya tak ingin membuatku merasa bersalah.

Aku mencium rambut Haruto karena aromanya sungguh menggoda untuk dicium.

"Kamu pakai shampo didi ya, Ruto?" Lagi, aku mencium rambutnya.

"Iya."

"Ya ampun bocah sekali," ledekku seraya tertawa.

"Nona, aku mau mengatakan sesuatu." Tiba-tiba saja nada bicara Haruto terdengar serius.

"Apa?"

"Nona, pernah masuk kamar aku, kan. Waktu aku tidur."

Aku menghentikan kegiatanku yang mengelus-elus rambut Haruto.

"Nona mencium aku dengan sengaja, kan."

Ucapan Haruto semakin membuatku membantu. Sial! Aku tertangkap basah rupanya.

Tiba-tiba saja ada yang membuka pintu kamar Haruto. Kami pun refleks menoleh.

"Bunda!" Haruto dengan cepat mengganti posisi yang awalanya tiduran.

Wanita itu langsung menghambur ke arah Haruto. Aku dengan mudah dapat menebak bahwa dia adalah bundanya Haruto. Karena tadi Haruto memanggilnya 'Bunda'

"Pangerannya Bundaaaaa," ucapnya. "Kamu sehat kan, Sayang?"

Sehat sekali, Tante. Aku yang tidak sehat gara-gara anak Tante.

"Sehat, Bun," jawab Haruto begitu sumringah.

"Maafkan Bunda, Sayang, Bunda gak bisa langsung jemput kamu," sesal Bundanya Haruto.

Haruto mengusap air mata Bundanya.

"Bunda jangan minta maaf, Haruto yang salah," ucap Haruto dengan mata memerah.

Aku lihat kak Hanbin berdiri di ambang pintu sedang menyaksikan bunda dan adiknya yang saling melepas rindu. Apa dia tidak ada niatan untuk bergabung ikut nangis-nangisan gitu?

"Pulang ya, Sayang."

Kalimat itu, entah kenapa aku tidak suka mendengar kalimat yang di ucapkan oleh bundanya Haruto.

"Haruto takut dipukul Ayah, Bun." Haruto menunduk.

Kulihat kak Hanbin tertawa mendengar ucapan adiknya.

"Ayah sudah gak marah kok sama kamu," jawab Bunda Haruto.

"Gak percaya, nanti Haruto pulang malah dipukul lagi," balas Haruto cemberut dengan begitu lucu.

"Makanya jangan nakal kalau gak mau dipukul." Sekarang gikiran Kak Hanbin yang bersuara. Dia mendekati Haruto.

"Pulang, dengan kamu menyadari kesalahan kamu, maka Ayah gak akan marah lagi. Ayah cuma mau kamu merenungi perbuatan kamu yang salah," lanjut kak Hanbin.

"Atau jangan-jangan kamu betah di sini gara-gara setiap hari ditemani sama Nona ini." Si Hanbin Hanbin ini malah menyeretku dalam obrolan mereka.

"Apa sih Kak, kok malah bawa-bawa aku," sahutku bersikap malu. Tapi bohong, aku tidak malu sama sekali hahaha

"Tau nih Kakak sembarangan saja bawa-bawa Nona," timpal Haruto secara tidak langsung telah membelaku.

Tak lama setelah itu, Mama juga masuk ke kamar Haruto.

"Linda, sekali lagi makasih sudah merawat Haruto dengan baik," ucap bunda Haruto.

Mama tersenyum.

"Sama-sama," jawab Mama. Mama kemudian mengelus kepala Haruto. Padahal anaknya sendiri ada di sebelahnya, malah mengelus kepala anak orang lain.

"Sudah ya ngambeknya, kasian Bunda kamu," pinta mama. Mama jangan begitu, Nanti Haruto pulang aku main sama siapa?

Haruto mengangguk.

"Tapi gak pulang sekarang, Bun," ucap Haruto.

Yes!

.
.
.

Sekarang aku dan Haruto sedang berada di balkon, ini sudah tiga hari setelah kunjungan bunda Haruto ke rumahku.

"Haruto," panggilku.

Haruto menoleh padaku.

"Kapan kamu pulang?"

"Mungkin besok atau lusa," jawabnya.

"Yakin mau pulang?" Pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja dari mulutku.

"Enggak."

Aku tidak salah dengar, kan? Dia bilang tidak, kan?

"Aku masih mau di sini sama Nona, tapi aku juga kangen rumah," lanjut Haruto terdengar sedih.

Aku diam, aku tidak tau harus bereaksi seperti apa setelah mendengar ucapan Haruto.

Tiba-tiba saja Haruto memelukku.
"Nona, terimakasih selama ini kamu sudah baik sama aku."

"Sama-sama. Aku minta maaf ya, kalau selama ini aku sudah bikin kamu susah dengan perintah-perintah aku yang konyol," jawabku seraya tertawa, aslinya aku ingin menangis.

"Aku bahagia bisa ketemu sama Nona."

Aku jauh lebih bahagia, Haruto.

Haruto melepaskan pelukannya, dia masih menatapku. "Btw, Nona cium aku waktu itu sengaja, kan?"

Sial! Haruto membahas tentang ciuman itu lagi.

"Iya-iya aku sengaja, aku cium kamu dalam keadaan sadar atas kemauan aku sendiri, puas!" balasku sudah tak dapat mengelak.

"Kenapa melakukannya di waktu aku tidur?" tanyanya lagi. Lama-lama aku bisa setruk mendengar pertanyaannya.

"Bawel!"

Aku pun pergi meninggalkannya, jujur saja aku tidak punya jawaban atas pertanyaannya. Aku juga bertanya-tanya, kenapa aku menciumnya saat itu?

T
B
C
Jangan lupa vote dan komen 😂😂😂

Maid Kece✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang