[BTS•JIMIN] - Hands

47 5 2
                                    

Gadis itu menatap salju yang terdengar mengetuk kaca taksi yang dinaikinya. Iklim negara ini tampak tak bersahabat dengan tubuhnya, dilihat dari bagaimana hidung mancung gadis itu memerah dan seberapa tebal jaket yang ia kenakan. Tubuh langsingnya tampak tenggelam dibalik jaket merah marun polos itu.

Sebentar lagi adalah momen yang sangat ia sukai. Ia menatap salju yang berjatuhan dari langit, membawa kembali kenangan setahun lalu di tempat ini.

❄❄❄

Kerumunan orang disana menandakan akan adanya sebuah kegiatan besar. Jika ditanya bagaimana kondisinya, gadis itu akan mengatakan bahwa keadaan disini tampak sedikit kacau. Bagaimanapun, tubuh tingginya tak bisa menjamin ia kuat. Beberapa kali gadis beringas di belakangnya mendorongnya dengan kekuatan besar. Ia heran bagaimana gadis manis dengan hiasan kepala kuning lucu bisa seberingas itu.

Para petugas keamanan dan beberapa staff di sana akhirnya mengarahkan mereka—gadis-gadis yang tampak kacau ini ke sebuah pintu. Di dalam ruangan yang cukup luas itu telah disusun rapi kursi yang terdapat nomor di setiap kursi itu.

Gadis ini melihat nomor yang tertera di kertas yang dipegangnya.

Enam belas.

Gadis itu mendudukkan dirinya di kursi di pojok kiri. Bagus, disini sangat dingin. Ia heran. Dengan suhu dingin di luar sana, mengapa panitia disini sempat-sempatnya berpikir untuk meletakkan pendingin ruangan?

Aku akan membeku sebentar lagi

Gadis itu meletakkan hot pack yang dibawa di sekitar lehernya. Ia merapikan rambutnya, melihat pantulan wajahnya di cermin kecil untuk memastikan dirinya sudah terlihat cantik.

Beberapa waktu kemudian, semua gadis di sana menggila. Tujuh laki-laki di sana melambaikan tangan mereka.

"Annyeonghaseyo, semuanya. Hari ini sangat dingin ya?" Semua gadis di sana berteriak tidak.

"Baiklah-baiklah, aku harap kegiatan hari ini berjalan lancar dan tertib. Bukankah begitu?" Tanya seorang laki-laki berjas hitam. Kim Seokjin.

"NE!"

Dan gadis itu hanya terdiam. Entah karena tak paham, atau terpesona dengan pemandangan di depannya.

❄❄❄

Kalau saja ia belajar bahasa korea dengan baik sebelumnya, ia takkan segugup ini.

Gadis bernomor empat belas sudah di panggil. Itu artinya dia dan gadis di sebelahnya sebentar lagi juga akan maju. Tangannya yang sedang memegang hot pack bergetar. Ia bingung.

Apa yang sebaiknya kukatakan?

Dan karena terlalu lama berpikir, ia tak menyadari nomornya sudah disebutkan beberapa kali.

Ia maju dengan terburu-buru.

Beberapa member sudah dilewati begitu saja, karena ia gugup dan tak tau harus berbicara apa, dan staff yang ada di sana menatapnya seolah menyuruhnya cepat. Ia rasa ia akan mengutuki dirinya karena kebodohan ini sepulang nanti.

Dan saat yang ia tunggu. Laki-laki di depannya menyapanya dengan senyum mengembang.

"Annyeonghaseyo,"

Gadis itu menyapa kembali sapaan laki-laki berjas biru tua ini, Park Jimin.

"Sorry i can't speak korean," Adalah kalimat yang ia tuturkan pada Jimin. Laki-laki itu mengangguk.

Ia bertanya dalam bahasa inggris, "Siapa namamu?"

"Olivia," Katanya. Jimin sibuk menandatangani dan menulis sesuatu di fotonya. Setelahnya, gadis itu memberikan sesuatu pada Jimin.

"Kamu bisa memakainya," Katanya. Jimin tersenyum. Ia memakai benda itu, sebuah hiasan kepala bertemakan Chimmy, karaktek buatan Jimin sendiri.

"Tanganmu," Kata Jimin. Olivia tak mengerti.

Jimin menyentuh tangan gadis itu lembut. Lalu memegangnya beberapa saat. Gadis itu terdiam.

Jungkook, yang berada di sebelah Jimin bergurau, "Aku tak menyangka ada seseorang yang memiliki tangan lebih kecil darimu, Hyung," dan dibalas Jimin dengan tatapan 'diam kau'.

"Makan yang banyak, dan jangan kedinginan, Ne?"  Kata Jimin sambil tetap mengelus tangan mungil Olivia.
Olivia hanya diam dan tak mengerti.

"Ah, aku lupa kau tak bisa bahasa korea. RM Hyung, terjemahkan ini padanya," Kata Jimin. Sang leader Bangtan itu sibuk mengatakan apa yang dikatakan Jimin dalam Bahasa Inggris. Olivia mengangguk, lalu bergeser ke Jungkook yang sudah tersenyum menunggunya.
.
.
"Maaf, jalanan sangat macet nona," Supir taksi itu membuyarkan lamunan Olivia. Gadis itu hanya mengangguk, karena tak mengerti apapun yang dikatakan ahjussi berwajah ramah itu.

Olivia tersenyum. Momen setahun yang lalu, saat pertama kalinya ia melihat Jimin di musim dingin seperti saat ini juga masih tertanam jelas di memorinya. Bahkan gadis itu masih suka mengelus tangannya, tertawa membayangkan bagaimana ekspresinya saat itu.

Ia melihat keadaan sekitar. Jalanan sangat padat. Ia menatap jam tangannya. Tak sabar untuk tiba di tempat yang dituju. Walaupun masih banyak waktu, gadis itu tetap tak tenang. Akhirnya ia menyuruh supir taksi untuk menepi, dan memilih berjalan ke tempat itu.

Suasana disana sudah ramai, dan gadis-gadis lain duduk di beberapa tempat yang masih bisa diduduki. Ada juga yang memilih berdiri dan berkumpul di tempat yang terlindung dari salju.

Beberapa saat setelahnya, mereka masuk. Olivia langsung mencari kursi bernomor tiga puluh tujuh, dan menunggu hingga waktunya tiba. Beberapa kali ia melihat wajahnya, memastikan bahasa koreanya sudah baik, dan meletakkan hot pack di lehernya. Ia juga mengobrol dengan beberapa gadis yang tampaknya merupakan orang asing, tertawa dengan mereka sambil mengambil beberapa foto.

Saat tiba gilirannya, ia kembali gugup. RM menyapanya, namun ia sudah tampak lancar berbicara dengan bahasa asing ke laki-laki itu. Pengalamannya setahun yang lalu, yang sebenarnya beberapa kali ia sesali karena ia hanya terdiam bodoh waktu itu telah membuatnya mengerti dan memanfaatkan waktu yang ada.

Park Jimin. Ia benar-benar tampan waktu itu. Olivia tersenyum. Kali ini, Jimin memakai sebuah sweater berwarna terang dan anting hitam.

Gadis itu gugup. Bagaimanapun, pria di depannya ini adalah bias utamanya. Jimin tampak tersenyum, berusaha mengajaknya bicara. Karena gugup, ia hanya diam.

"Ah, aku lupa kau tak bisa bahasa korea," Katanya. Olivia terdiam.

"Aku sudah sedikit bisa," Jimin tertawa. Membuat kedua matanya menjadi segaris. Olivia juga tersenyum. Senang, karena akhirnya ia mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Bagaimana kabarmu?" Tanya Jimin.

"Kau mengingatku?" Tanya Olivia. Ia tak ingin berharap lebih, namun—

"Olivia, aku benar kan? Sepertinya iya. Maka dari itu, aku akan menggenggam tanganmu. Tanganmu sangat lucu, lebih kecil dariku. Aku bisa mengatakan pada yang lain kau memiliki tangan lebih kecil dariku," Katanya. Gadis itu tertawa.

"Jangan lupakan aku?" Kata Olivia, yang terdengar seperti pertanyaan.

"Aku akan mengingatmu. Istirahatlah dan jangan sakit. Annyeong Olivia!" Jimin memberikan album ditangannya sambil tersenyum.

Senyum yang paling indah untuk gadis itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CROQUISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang