[IZONE•YENA] - Can We Be Friend?

64 8 2
                                    

Sneakers putih gadis itu bergelantungan di atap sebuah apartemen. Ia menghela nafas kasar, berusaha menenggelamkan diri ke pikirannya, berkelana jauh di sana. Angin sore itu menyapu wajahnya, meninggalkan raut sedih di sana.

"Jangan melompat, bodoh," Yena menoleh. Seorang gadis di belakangnya sedang duduk, menatap ke arahnya. Yena kaget. Karena seingatnya, ia sedang sendiri sejak tadi.

"Kau siapa?" Tanya Yena. Gadis itu mengikat tali sepatunya.

"Aku? Kau tak mengenal anak cantik ini?" Jawabnya. Ia tersenyum sinis—setidaknya itulah yang Yena lihat.

Cih, bocah yang terlalu percaya diri.

"Aku Ahn Yujin, salam kenal."

🌿

"Yujin-ah, kau tau cara menggunakan alat ini?" Yujin menoleh. Yena tampak mengangkat sebuah alat yang tampak seperti sebuah pensil.

"Kau cukup menuliskannya di sebuah kertas kan, Eonni?" Celetuk Yujin. Ia tampak sibuk dengan tayangan televisi yang sedang ditontonnya.

"Bukan bodoh," Kata Yena. "Ini sebuah alat yang dipakai di mata,"

"Ah, make up?"

Yena mengangguk. Ia merogoh lacinya. Memperlihatkan sebuah pouch ungu yang cukup besar. Benda itu terlihat menggembung.

"Bagaimana menurutmu?" Tanya Yena. Gadis itu memamerkan semua alat make up yang baru saja ia beli kemarin.

Yujin memasang wajah menggoda, "Wah, Yena eonni-ku sudah seperti wanita sekarang,"

"Mati saja kau, Yujin-ah,"
.
.
.
Bukan rahasia lagi, jika Yena tidak memiliki seorang teman pun di sekolahnya. Ia hanya menghabiskan waktu dengan membaca buku. Jangan salah paham. Yena bukan termasuk orang yang cerdas—karena ia hanya membaca berbagai komik.

Selain itu, Yena diasingkan. Ia bahkan tak pernah dianggap oleh teman sekelasnya.

Sakit hati? Pasti. Tapi Yena terlalu muak untuk selalu menangis, mengesalkan kenapa ia terlalu menyedihkan. 

Yena sudah siap apabila harus sendirian selama hidupnya, sampai bocah yang berusia 4 tahun lebih muda darinya itu datang padanya.

Ahn Yujin. Bocah itu pernah mengiranya akan melompat dari atap apartemen mereka. Yena selalu tertawa saat mengingat itu. Yena memang menyedihkan, tapi ia tak tau apakah karena hal itu, ia harus mati.

Setidaknya, Yena harus mulai mencari kebahagiaannya.

Dan gadis bernama Ahn Yujin itu berhasil membuat Choi Yena akhirnya merasakan bagaimana indahnya persahabatan.

🌿

Sebulan sudah Yena tak pernah melihat bocah tinggi itu. Khawatir? Pasti. Ia sangat mencemaskan bocah itu. Yujin memang selalu mendatanginya, jadilah ia tak tau dimana tepatnya Yujin tinggal.

Yena kesepian.

"Yena-ya,"

Yena menoleh. "Ya, bu?"

Ibu gadis itu sedang memasak. Ia merapikan beberapa potong bawang merah yang tampak berantakan, lalu bertanya.

"Beberapa bulan ini kau tampak bahagia. Dan, darimana kau belajar make up? Kau sedang menyukai seorang lelaki ya?"

Yena tersipu, "Ah, tidak eomma. Aku hanya ingin mencobanya," Katanya.

"Tapi, Ibu sering mendengarkanmu berbicara sendiri di kamarmu. Kau sedang menelpon pria bernama Yujin. Siapa itu?"

Yena bingung. "Pria? Dia temanku. Aku bertemu dengannya di atap. Selain itu, dia hanya seorang bocah tinggi kurang ajar yang lebih muda 4 tahun dariku," Jelas Yena.

"Benarkah? Kenapa ibu tak pernah bertemu dengannya? Ia tinggal dimana?"

Yena menggaruk tengkuknya, "Tidak tau—maksudku, dia bilang dia tinggal di daerah dekat sini. Namun, aku tak tau dimana tepatnya,"

Ibunya mengangkat bahu, kemudian melanjutkan kegiatannya. Yena yang tak ingin membantu memutuskan untuk keluar rumah.

Ia memutuskan untuk mencari Yujin.

🌿

Yena terdiam. Matanya tampak kosong. Ia mengusap hidungnya yang berair. Tak peduli wajahnya terlihat seperti apa saat ini.

Yujin, gadis itu benar-benar menghilang. Bahkan, Yena tak menyangka ini akan terjadi padanya dan Yujin.

Beberapa waktu lalu, Yena menyisir daerah situ. Ia bertanya kepada semua orang yang ada.

Ia cukup lelah, dan memutuskan untuk mampir di sebuah toko yang menjual tteokbbokki. Ia memesan seporsi.

"Ah, maaf," Kata Yena. "Bibi, aku ingin bertanya."

Wanita penjual tteokboki itu menoleh. "Apa itu?"

"Kau kenal seorang anak yang tinggi bernama Ahn Yujin?" Katanya. Ia menusuk dua potong tteokboki dan menyuapkan ke mulutnya.

"Ahn Yujin?" Yena mengangguk.

"Kau yakin?" Bibi penjual tteokbbokki itu mengusap tengkuknya. Yena bingung.

"Kenapa, bi?"

Wanita itu menatap Yena, "Anak itu telah meninggal tahun lalu,"

Yena kaget. Mulutnya menganga, membuat makanan itu terjatuh dari sana.

"Apa maksudmu. Sebulan lalu kami masih bermain bersama, bahkan dia datang kerumahku dan mengejekku,"

"Kau bisa pergi ke sana," Saran Bibi itu. Yena melihat ke arah yang ditunjukkan oleh sang penjual tteokbokki. Sebuah pemakaman.

"Pergilah dan pastikan sendiri, nak."

.
.
.
"Annyeong Yujin-ah," Yena tersenyum. Nama yang tertulis di nisan itu benar-benar Ahn Yujin. Yena tak bisa berpikir apapun saat ini, karena itu ia hanya menyapa.

"Kau sengaja menemuiku untuk menemaniku kan?" Celetuk Yena. "Kau baik sekali. Padahal sebelumnya kita tidak saling kenal,"

"Apa yang kau lakukan saat ini? Kau sedang melihatku menangis kan? Kumohon jangan tertawa. Aku begini karena kau tak mengatakan apapun padaku sebelum kau pergi,"

"Memutuskan untuk pergi," Ralat Yena.

Yena menarik nafas dalam-dalam, mengontrol emosinya. "Aku akan mencari teman Yujin-ah. Tenanglah disana ya, aku berjanji. Jangan pikirkan aku lagi,"

"Annyeong Yujin-ah,"

Yena melangkahkah kakinya menjauh dari tempat itu. Ia tak ingin melihat ke belakang lagi. Karena ia tak bisa berhenti menangis, ia mulai berlari.

Sayangnya, Yena tak tau dan tak bisa melihat Yujin di belakangnya.

Annyeong, Yena eonni.

🌿

Btw, aku mutusin buat terima permintaan cast. Jadi kalian komen aja siapa cast yang kalian pengen. Tapi, untuk story dll aku yang bakal bikin ya. Btw, don't forget to vote dan komen yaa

CROQUISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang