Senin, 5 Agustus 2019
Aku berjalan cepat setelah menempelkan kartuku pada gate halte Transjakarta, bergegas masuk ke dalam bus yang sudah berhenti beberapa detik untuk menepi di halte ini. Jam pulang kerjaku baru saja berakhir beberapa menit lalu, sebelum akhirnya aku melesat cepat agar tak membuat seseorang menunggu setelah menyelesaikan solat asharku.
Menghela nafas lega sesaat setelah mendarat dengan sempurna di satu bangku yang masih tersisa. Aku beruntung di jam ini mendapatkan kursi kosong di area wanita saat beberapa orang lainnya hanya bisa berdiri sembari memegang hendel, biasanya aku juga turut serta.
"Sore Bu Maudi," Sapa salah seorang staff BO yang bekerja bersamaku.
"Sore Raya." Aku membalasnya.
Aku mengangguk saat dia berisyarat untuk memasuki bus ini lebih dalam ke belakang.
Kulempar tatapanku ke luar, mengamati jalanan yang begitu padat sebab ini jam pulang kerja. Biasanya aku tak pernah bermasalah dengan kemacetan ini, tapi kali ini aku sedikit meruntukinya, meski senyumku tak henti terkembang ketika mengingat panggilan yang masuk ke ponselku tadi siang, Tante Utami-Mama mas Azam terpampang di sana.
Aku tak tahu apa yang akan terjadi, tapi kuharap ini adalah berita baik. Keherananku bukan tanpa sebab, pasalnya jarang sekali wanita itu menghubungiku, sebenarnya memang tak pernah.
Hubungan kami kurang baik, ada batas tak kasat mata yang dia bangun dan belum bisa kulewati. Terkadang aku berusaha menghubunginya, namun tak pernah kudapati jawaban. Dialog yang kadang kubangun juga tak pernah menemui tanggapan, hanya dianggapnya angin lalu.
Aku dan mas Azam memang masih mencari celah untuk melanjutkan ke tahap yang lebih serius, semua akan lengkap saat Mama mas Azam memberi restu.
Kami sebenarnya tak pernah telibat konflik, masalah apalagi percekcokan. Dia hanya tak menyukaiku, dan aku masih perlu lebih berusaha untuk membuatnya barang sejenak mau mengakui keberadaanku.
Tapi hari ini adalah keajaiban, tante Utami mengajakku untuk bertemu di sebuah restoran di Plaza Senayan. Dia berkata di telepon tadi ada yang perlu dibicarakan. Sungguh ini juga pertama kalinya, mengingat terkadang satu bulan sekali aku datang ke rumahnya pun selalu diacuhkan, hanya ada Om Seno dan Tio-adik sepupu mas Azam yang masih peduli akan kehadiranku. Harapku, semoga saja ini adalah celah untukku dan mas Azam setelah lama berjuang.
Kalau saja mas Azam melihatku saat ini yang tak henti-hentinya tersenyum sedari siang dia akan menertawakanku. Dia tak akan henti-hantinya mengacak rambutku hingga tak berbentuk lagi dan berhenti saat aku mengigit tangannya.
"Mas ada kabar bahagia untuk saya, semoga ini juga kabar bahagia untuk mas Azam." Aku mengirim pesan suara pada mas Azam.
Sudah terkirim, tapi penerimanya masih menunjukan tanda centang satu. Ponselnya masih belum aktif atau dia masih belum punya sinyal di hutan.
Cukup kalimat itu yang kusampaikan pada mas Azam, kabar lebih lanjutnya akan kusampaikan nanti. Semoga saja bisa tersampaikan secara langsung.
"Saya pamit dulu ya ra, ada tugas masuk ke pedalaman tiga hari. Doakan saya selalu dalam lindungan Tuhan dan selamat." Aku memutar ulang pesan suara yang mas Azam kirimkan satu minggu lalu.
Kukira mendengar suaranya akan membuat pesaan ku lebih baik, tapi aku justru semakin merindukannya dan kian gugup.
Kami memang lebih sering berkirim pesan suara, alasannya karena terkadang kami tak punya cukup waktu untuk mengetik tapi masih dalam kondisi ingin saling berbalas pesan. Namun, bagiku dan mas Azam ini adalah solusi yang lebih baik. Aku lebih suka mendengar suaranya daripada ketikan tangannya. Mas Azam bilang suaraku lebih merdu dari pada suara hutan Kalimantan. Terkadang dia memang aneh, tapi aku mencintainya
Dia bilang 3 hari, tapi kini dia sudah menghilang genap satu minggu. Tanpa kabar apapun setelah pesannya yang mengucapkan kata pamit untuk masuk ke pedalaman perbatasan lagi. Entah ini sudah ke berapa puluh kalinya sejak 4 tahun lalu kami saling berkenalan. Perkenalan yang rasanya tak akan mungkin pernah kulupakan seumur hidupku, sepanjang waktu kekalnya ruhku.
🥀🥀🥀
Pembaruan ulang
Senin, 22 November 2021
Jati Padang, Jakarta Selatan
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejuang Restu ( USAI )
Short StoryCover by @sparklewhole 🥀🥀🥀 Kupeluk tubuh tegap Mas Azam, sedikit berjinjit untuk meletakan daguku di lekuk lehernya. Dia diam, badannya terlalu kaku untuk membalas pelukanku. Aku berbisik pelan tak mampu untuk bersuara. "Lepaskan saya Mas, saya...