“Teruntuk aku ...
Aku tahu tentang air matamu yang mengering
Aku tahu tentang kakimu yang berlari beralas beling
Aku tahu tentang keluhmu yang tersimpan dalam geming
Aku tahu, dan aku pun tahu”Sedikit kubaca bait pertama dari puisi Genta Hidayat Tullah, yap! Puisi yang berhasil membawa namanya menuju sepuluh besar lomba Cipta Puisi di acara Bidikmisi Fair ITB 4.0 tingkat Nasional, menggunakan kata yang sederhana, tapi bagiku memiliki makna yang dalam.
Sebelumnya perkenalkan, namaku Robby Azzam Lathif, akrab dengan sapaan Robby, atau Bobby ketika aku masih usia satuan tahun, Lathif diambil dari nama belakang Ibu yang bernama Amira Lathif yang juga merupakan nama dari kakek dari Ibuku.
Aku tinggal bersama Ayah dan Ibu tiriku, mereka menikah saat aku usia dua belas tahun, menikah beberapa bulan setelah ibu meninggal dunia.Tujuh tahun tahun lamanya telah berlalu hingga aku sekarang kuliah di Universitas Negeri Padang, program studi Perpustakaan dan Ilmu Informasi, dan sekarang memasuki semester empat.
#Flashback
Aku berlari sekencang-kencangnya dari sekolah menuju rumah, membawa sebuah kabar gembira untuk Ibu tentunya, entahlah, yang penting hari ini aku benar-benar merasa senang.
“Assalamualaikum, Ibu!” seruku dari luar tanpa membuka sepatu langsung masuk ke dalam rumah.
Tak ada jawaban
Aku mencari Ibu di dapur, namun tak ada, aku mencari Ibu ke kamarnya juga tak ada, aku berjalan ke luar rumah dan duduk di kursi yang ada di teras. Seorang tetangga datang menghampiriku.
“Bobby? Udah pulang? Kok cepet?” tanya Bu Fatimah yang akrab ku panggil dengan nama Bi Imah yang rumahnya hanya berbatas satu dinding dengan rumahku.
“Iya Bi Imah, Bobby tadi bagi raport di sekolah, Bi Imah lihat Ibu nggak?” tanyaku balik.
“Ikut Bi Imah dulu yuk,” ajaknya menggandeng tanganku dan dipanggilnya Fatih, anaknya yang seumuran denganku tapi tidak satu sekolah.
“Ke mana Bi Imah?” tanyaku bingung.
“Nanti Bobby akan tau sendiri jawabannya,” jawab Bi Imah.
Aku hanya menuruti kata Bi Imah, dia membawaku dan Fatih ke jalan Hamka menunggu angkot.
Belasan menit lamanya aku dibawa Bi Imah ke rumah sakit, Bi Imah membawaku ke ruang kamar melati, aku mendapati Ibu yang lemah terbaring di atas kasur rumah sakit.
Aku menghampiri sosok Ibu yang sudah berbeda dengan kondisi awalnya, perutnya sudah mengempis, pertanda Ibu sudah melahirkan adikku.
“Ibu ...” lirihku.
“Bobby ...” Ibu mengulurkan tangannya yang dihiasi infus rumah sakit.
Aku memegang tangan Ibu dan memeluknya.
“Ibu baik-baik aja kan?” tanyaku melirih.
“Ibu baik-baik aja, Nak, itu Bobby bawa apa?” tanya Ibu memandangi kantong kresek yang kubawa.
“Alhamdulillah Bu, Bobby tadi dapat juara satu di kelas, dan Bobby juga diterima di SMP yang terkenal sama marching band, Bu, Bobby di sana ingin jadi pemain drum-nya,” aku mengeluarkan beberapa hadiah yang kudapat dari sekolah.
“Wah! Anak Ibu pintar sekali, sudah mempertahankan peringkat satunya sampai sekarang kelas 6 SD,” jawab Ibu mendekatkan tubuhku ke tubuhnya dan mencium keningku, aku hanya tersenyum mendengar pernyataan dari Ibu.
“Adik Bobby gimana Bu?” tanyaku.
“Tadi di bawa suster, mau dimandiin dulu, biar Adiknya Bobby bersih, kan adik Bobby mau ketemu sama Bobby,” jelas Ibu yang berusaha tersenyum menjelaskan meskipun nafasnya tersengal-sengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Halaqah Cinta [SUDAH TERBIT]
RomansaAku tak bisa secara langsung menyebut ini cinta, namun aku yakin, jika kamu adalah takdirku, maka kamu adalah garis finisku. Karena aku yakin cinta hadir ketika Allah mengatakan iya. #1 in UNP : 27 Mei 2020 #2 in Halaqoh : 14 Juni 2020 #3 in Robby :...