Aku berdiam diri di bangku yang ada di pendopo FBS, aku melirik ke arah jam tanganku dan mendapati detik jam yang masih menunjukkan pukul 07.30, rencananya aku ingin mengerjakan tugas di perpustakaan, namun perpustakaan buka pukul delapan, masih sekitar setengah jam aku menunggu, sempat ingin mengajak Fatih, namun Fatih bersikeras ingin melanjutkan tidur nyamannya.
Aku membuka buku dan berniat ingin menulis puisi. Walaupun kata-kata yang kugunakan masih sangat sederhana, setidaknya aku suka, meski hanya aku yang membacanya.
Aku menulis beberapa bait di dalam buku yang semuanya berisi tentang hari-hariku, namun kutuangkan dalam bentuk puisi, seperti diary, namun aku tak ingin menyebutnya diary.
Baru beberapa menit rasanya otakku berpikir, aku melirik ke arah jam tanganku lagi yang sudah menunjukkan pukul 08.19, aku bergegas menyimpan buku dan berjalan di tengah-tengah pendopo, langkahku terhenti, aku kembali melihat wanita yang membuat duniaku berubah untuk sejenak, aku memandangi jilbabnya yang sedikit tertiup angin pagi, tangannya membawa banyak sekali buku, dia keluar dari Masjid Amanah, namun saat menaiki anak tangga, ia terpeleset, gadis itu tak terjatuh, hanya saja bukunya yang banyak itu berhamburan terjun ke tanah kering di depan masjid.
Aku tanpa pikir panjang berlari menuju ke arahnya, ku bantu memunguti bukunya yang terjatuh.
“Tak usah,” katanya yang masih menjaga pandangannya.
“Tak apa, buku sebanyak ini tak seharusnya dibawa oleh satu orang,” jawabku kekeh membantunya.
Aku berdiri setelah memunguti bukunya dengan tumpukan buku tebal yang kupangku saat ini. “Bukunya dibawa ke mana?” tanyaku.
“Gedung baru,” jawabnya singkat sambil sedikit menjaga jarak dariku, sedikit salah tingkah aku dibuatnya.
“Namamu siapa?” ucapku lantang tanpa menyaringnya terlebih dahulu, kuharap dia tak tersinggung atau marah dan sebagainya, kenapa aku langsung menanyakan hal itu?”
Gadis itu hanya diam dengan wajah yang masih menatap tanah.
Aku sedikit malu karenanya, mungkin pipiku sudah kemerah-merahan saking aku merasa malu karena langsung menanyakan namanya, aku menundukkan pandanganku menuju buku yang aku pangku, hingga aku mendapati sebuah nama di bagian cover bukunya.
“NAZWA SALMA AZ-ZAHRA” tulisan yang ditulis kapital dan kubaca samar.
Gadis itu mendengar ucapanku, ia menoleh ke arahku untuk sepersekian desimal detik dan sejurus kemudian menatap ke arah depan.
“Namamu Nazwa?” tanyaku sekali lagi keceplosan, entahlah, mulutku serasa refleks mengeluarkan kata-kata.
“Iya,” jawabnya singkat.
“Oh,” aku jadi salah tingkah dan tak ingin berkata lebih jauh lagi.
Aku dan gadis itu sampai ke gedung baru, ia memintaku meletakkan buku-bukunya di bangku yang biasa digunakan sebagai ruang tunggu.
“Terima kasih,” ucapnya singkat.
“Tak usah berterima kasih untuk sebuah kewajiban,” jawabku, hei, darimana aku dapat kata-kata itu?
Gadis itu hanya diam, aku berniat ingin memintanya mengajariku berbagai ilmu agama yang dimilikinya, ketika aku yang saat kecil tak lagi mengaji karena menangis melihat tandu di dalam masjid.
“Eeee ... Nazwa ...” panggilku.
“Iya?” reflek ia kembali menoleh ke arahku untuk sepersekian desimal detik yang kemudian kembali membelakangiku dan fokus dengan buku-bukunya.
“Maaf sebelumnya, aku tahu sebenarnya tak pantas bilang ini, tapi .... aku memang ingin belajar ilmu agama darimu,” balasku, hufttt setidaknya hatiku lega mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Halaqah Cinta [SUDAH TERBIT]
RomansaAku tak bisa secara langsung menyebut ini cinta, namun aku yakin, jika kamu adalah takdirku, maka kamu adalah garis finisku. Karena aku yakin cinta hadir ketika Allah mengatakan iya. #1 in UNP : 27 Mei 2020 #2 in Halaqoh : 14 Juni 2020 #3 in Robby :...