Tiba-tiba Danish teringat dengan kejadian 9 tahun lalu yang menimpanya. Sosok sahabat kecilnya pun turut melintas di dalam pikirannya.
Truk tersebut semakin dekat dengan posisi Nessa. Entah apa yang akan di lakukan oleh gadis tersebut, Danish tidak tahu. Kejadian 9 tahun lalu terus saja terbayang-bayang olehnya.
"NIZA!!!"
Kata itu keluar begitu saja dari mulut Danish. Danish pun berlari menghampiri Nessa lalu menariknya ke dalam sekolah.
Nessa pun kaget tiba-tiba saja Danish memegang tangannya dan menariknya masuk kedalam sekolah.
"Eh eh eh, mau ngapain?" tanya Nessa panik.
Danish pun melepaskan tangannya, "Astaghfirullah, Maaf ga sengaja."
"Sengaja juga gapapa kok, hehehe" jawab Nessa sambil senyum-senyum ga jelas.
"Tadi ada truk"
"Iya udah tau, Nessa kan cuma di pinggir, emang sih tadi pengen nyebrang tapi ga jadi, cie... takut Nessa ketabrak ya?"
Danish tak menjawab. Salahnya sendiri juga, kenapa tiba-tiba khawatir Nessa mengalami kecelakaan, padahal ingin menyebrang pun tidak.
Sebenarnya ia hanya takut Nessa tertabrak truk. Seperti dirinya dan sahabat kecilnya yang pernah mengalami kejadian itu. Ia hanya tidak mau kejadian itu terulang.
"Udah ngaku aja, Danish khawatir Nessa kenapa-kenapa, kan?"
"Engga," jawab Danish dengan ekspresinya yang datar.
"Masa sih? Terus kalo bukan khawatir namanya apa hayo?" goda Nessa sambil menaik-naikan alisnya.
Danish diam tak menjawab. Ia masih mempertahankan ekspresi datarnya.
Nessa berdecak sebal melihat ekspresi Danish yang masih sama. "Danish, mukanya bisa ga sih ga datar datar amat! Mau nyaingin triplek di matrial depan situ?"
"Engga."
"Bodo amat ah! Ngomong ama Danish mah bikin kesel!"
"Oh iya Danish, Niza siapa?"
Danish terkejut sebentar lalu mengubah ekspresinya menjadi datar kembali.
"Bukan siapa-siapa," jawabnya cepat lalu pergi menuju kelasnya.
"Bohong! Niza siapa sih Danish?"
"Ih Danish! Kok Nessa ditinggalin sih?!"
Danish berjalan dengan cepat guna menghindari Nessa. Lebih tepatnya, menghindari pertanyaan dari Nessa. Ia tidak ingin membahas tentang sahabat kecilnya yang berdampak akan menimbulkan kerinduan dan juga penyesalan.
15 menit lagi bel masuk akan berbunyi, Danish pun memutuskan untuk masuk ke dalam kelasnya saja. Ia bersyukur tidak sekelas Nessa. Karena jika ia sekelas dapat dipastikan Nessa akan terus menganggu Danish.
Laki-laki itu baru saja melangkahkan kakinya kedalam kelas, dua sahabatnya sudah ada di bangku tempat dimana ia duduk.
Mereka adalah Athaya Rizal dan Farel Ardiansyah.
Entah bagaimana caranya mereka bisa menjadi sahabat Danish yang irit bicara. Sedangkan mereka senang sekali bercanda.
Setelah Danish duduk, dua sahabatnya itu bukannya pergi ke tempatnya masing-masing tapi mereka duduk di kursi depan Danish sambil tersenyum lebar ke arah Danish.
Danish yang diperhatikan seperti itu mengangkat alisnya bingung.
"Babang Danish..." ucap Atha.
"Kenapa?!" tanya Danish ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danish
Teen FictionDanish trauma dengan kejadian masa lalu yang pernah menimpanya. Dia yang dulu suka bermain hujan, kini tidak lagi. Dia yang dulu selalu bermain bersama sahabatnya, kini sahabatnya entah ada dimana setelah kejadian itu. Daniza. Satu nama yang masih i...