-02-

60 6 0
                                    

Pagi ini aku telah rapi dengan pakaian sekolahku dan tak lupa dengan kain yang selama kurang lebih tiga tahun menutupi wajahku. Aku memakai cadar waktu aku masih SMP, aku tau kalau aku masuk sekolah biasa pasti banyak orang yang merasa asing dengan kain yang menutupi wajahku bahkan pasti ada orang yang bakalan bully aku. Tapi aku akan terima semua itu dan aku hanya menganggapnya dukungan agar aku bisa lebih Istiqomah dijalan Allah.

Aku senang karena Nasya sahabat aku dari kecil sekolah disana, jadi aku tidak merasa kesepian. Lagi pula ayahku berkata kalau aku satu kelas dengan Nasya jadi aku nggak bakalan sendirian. Setelah mendengar perkataan ayah tadi malam, aku langsung menghubungi Nasya dan memintanya untuk berangkat bareng hari ini dan dia mengiyakannya.
Saat ingin membuka pintu kamar, aku kaget ketika mendengar suara cempreng milik Nasya yang memanggilku dari meja makan.

"NADIRAAAA AYO KITA SARAPAN" Teriak Nasya

"IYA TUNGGU" Orang tua dan kakakku hanya geleng-geleng melihat kelakuan kami berdua. aku menuju meja makan untuk sarapan bersama keluargaku.

"Astagfirullah, masih pagi udah teriak-teriak. Ini rumah dek bukan hutan" Kata abang Irsyad

"Hehe, maafkan kami berdua bang" Ucap Nasya. Memang Nasya sudah kita anggap sebagai keluarga karena keluarga dia dan keluargaku sudah sangat dekat dari dulu.

"Sudah-sudah kalian cepat makan, nanti telat lagi ke sekolah" Lerai bunda

Setelah selesai sarapan kami berdua berpamitan kepada orang tuaku dan segera berangkat takutnya nanti kami terlambat.

"Kami berangkat dulu Yah, Bun, Bang. Assalamualaikum" Ucap kami berdua

"Waalaikumsalam" Jawab mereka

****

Sampai disekolah, aku mengedarkan pandanganku melihat sekeliling sekolah yang membuatku rindu dengan suasana pondok. Hari ini aku akan hidup dilingkungan bebas tidak seperti dipondok yang jauh dari kata lingkungan bebas.

"Dir, kenapa kami sedih?" Tanya Nasya. Walaupun aku memakai cadar tapi Nasya sudah tahu dari mataku ketika aku sedih.

"Tidak apa-apa kok, aku cuma rindu sama suasana pondok" Ucapku

"Oh yaudah yah, jangan sedih lagi. Ayo kita ke ruang guru" Ajak Nasya
Saat perjalanan ke ruang guru aku hanya menundukkan kepala. Banyak siswa yang menatapku heran dan banyak pula yang menatapku dengan sinis.

"Nasya sama siapa tuh, kok mukanya ditutup gitu"

"Mungkin mukanya buruk rupa kali, makanya ditutup"

"Dia mirip teroris"

"Iya yah, apa dia mau bom sekolah ini"

"Dih, takut gue dekat sama teroris"

"Sekolah ini sudah tidak aman guys"

Mendengar perkataan mereka aku hanya sabar. Ini ujian aku selama aku sekolah disini dan aku sudah menduganya dari jauh-jauh hari sebelum sekolah disini. Tapi untungnya aku satu sekolah dengan Nasya.

"Kamu yang sabar yah, anak-anak disini memang nggak pernah liat orang pakai cadar" Ucap Nasya dan aku hanya mengangguk.

Sampai diruang kepala sekolah, aku diberitahu kelas ku dan kertas jadwal mata pelajaran. Setelah menerima kertas tersebut, kami berdua pergi menuju kelas dan didampingi oleh wali kelas kami.

Sampai dikelas, wali kelasku menyuruh semua siswa untuk diam dan menyuruhku untuk memperkenalkan diri. Nasya sudah duduk di bangkunya sedari kami masuk ke kelas.

"Assalamualaikum, anak-anak kalian kedatangan teman baru. Nak Dira silahkan perkenalkan diri" Aku mengangguk

"Assalamualaikum" Salamku

"Waalaikumsalam" Jawab mereka serentak.

"Perkenalkan nama saya Nadira Azmi Falisha, biasa dipanggil Dira. Saya pindahan dari pondok pesantren Aisyah" Ucapku

"Ok, silahkan kamu duduk di bangku belakangnya Nasya yah" Aku sedih karena aku tidak sebangku sedang Nasya tapi mulai sekarang aku akan berinteraksi dengan teman sekelasku.

"Baik bu" Ucapku lalu menuju bangku yang ditunjukkan tadi.

"Hai namaku Qaila Azzahra, panggil aja Qaila" Ucapnya ramah

"Hai Qaila, semoga bisa kita bisa berteman yah" Aku tersenyum walaupun tidak dia tidak bisa mengetahuinya.

Saat jam istirahat tiba, sebagian teman sekelasku mengerumuni bangkuku. Ada yang mengajakku kenalan dan ada yang bertanya tentang kain yang menutupi wajahku dan ada pula yang menyuruhku hati-hati kepada tiga orang cowok yang duduk dipojok.

"Nasya, kamu nggak kenalan sama Dira?" Tanya Qaila

"Udah kenal" Jawabnya santai

"Kenal dimana?" Tanyanya lagi

"Teman kecil" Jawabnya santai dan Qaila hanya ber-oh ria.

"Qai, Dir kantin yok" Ajak Nasya

"Kalian berdua aja, aku nggak lapar" Keduanya pun telah hilang dari hadapanku dan tinggal aku dikelas.

Aku tidak sendiri karena masih ada tiga orang cowok yang dipojok sana.
Ku raih tasku dan mencari benda kecil untuk melanjutkan hafalanku selama dipondok. Walaupun aku tidak mondok lagi tapi aku harus terus melanjutkan hafalanku sampai selesai agar orang tuaku mendapat jubah kemuliaan dan mahkota di surga-Nya nanti. Saat tengah sibuk membaca Al Qur'an, aku merasa ada orang yang menatapku. Aku mendongakkan kepalaku dan melihat orang yang menatapku, mata kami berdua saling bertemu tapi aku langsung mengalihkannya sembari mengucapkan istighfar. Orang yang menatapku tadi adalah Rafa Azka Putra, orang harus aku hindari kata Qaila. Merasa risih ditatap terus, aku membuka suara.

"Maaf tidak baik menatap perempuan yang bukan mahram" Ucapku santai

Merasa ditegur, cowok tersebut kembali sibuk dengan ponselnya, walaupun Rafa sibuk dengan ponselnya tapi pikirannya tertuju pada gadis bercadar itu.

"Kenapa gue nyaman natap dia yah?" Tanya Rafa pada dirinya sendiri

****

Malam pun tiba, Rafa tengah sibuk dengan pikirannya yang sedang tertuju pada gadis bercadar itu. Rafa sudah seperti orang gila yang ngomong sendiri, sampai-sampai mamanya heran melihat kelakuan anaknya.

"Raf, kamu kenapa sih" Tanya Dinda atau mama Rafa

"Nggak apa-apa kok ma, Rafa pusing sama tugas sekolah" Katanya dan mamanya hanya ber-oh ria.

Di lain tempat, Dira tengah sibuk bersama keluarganya. Dira sedih karena kakaknya sudah kembali ke London untuk kuliah, kakaknya tidak bisa mengambil cuti banyak karena kakaknya sudah semester tujuh jadi makin padat.

"Dira, gimana sekolah barunya?" Tanya ayahku

"Bagus kok yah, bahkan sekarang teman Dira bertambah bukan cuma Nasya lagi" Ayah ku hanya mengangguk dan tersenyum.

"Kamu pergi tidur gih, besok nanti kesiangan. Kamu mau kalau Nasya ngamuk-ngamuk kalau dia nunggu lama" Aku langsung geleng-geleng

"Bisa-bisa telingaku pecah dengar dia ngamuk, aku tidur dulu yah, bun" Ucapku lalu meninggalkan mereka berdua.

DiRafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang