Nine: You're not ready enough for me

19 5 2
                                    

Happy reading!

-

-

=Pricillia=

Dua minggu belakangan ini adalah hal yang paling berat dalam hidupku. Siapa bilang kalau kita sudah naik tingkat kesulitan matkul akan berkurang. BIG WRONG ya! Yang ada malah sebaliknya. Di situlah para dosen akan memunculkan 'taring' mereka yang sesungguhnya. Apalagi kalau bukan 'membebankan' para mahasiswa dengan deretan tugas akhir yang nggak ada habis-habisnya. Terus habis itu minggu berikutnya langsung sambung lagi dengan ujian final test yang bikin otak di peras kayak sapi perah!

Well, lucky for me, itu semua sudah kulewati. Dan sekarang.....welcome paradiseeee! HOLIDAY!!

Hari ini Bryan mengajakku untuk pergi berlibur di Yogyakarta. Kami akan menghabiskan waktu berdua full selama seminggu. Terus di sana kami akan menginap di salah satu villa pribadinya

Bagaimana dengan Dona dan Gino?

Well, tahun ini sepertinya aku akan menghabiskan waktu liburan akhir semesterku tanpa mereka berdua, biasanya dua orang itu akan menemani liburanku plus dengan almarhum papa

Tapi sayangnya kali ini Dona di bawa keluarganya untuk menghabiskan liburan di Miami, kebetulan itu juga adalah tempat asal mula dari tunangannya. Terus Gino, tepatnya kemarin hari si tengil itu dan kedua orang tuanya sudah terbang ke Kanada karena kakak perempuannya, kak Sean akan menikah di sana minggu depan

Sementara mama Ana dan papa Ari, dua sejoli paruh baya itu masih berada di negeri singa A.K.A singapura dan baliknya nanti dua minggu lagi. Katanya sih sekalian buat bulan madu untuk kesekian kalinya.

So, bisa di bilang, untuk liburan kali ini, untuk pertama kalinya aku akan menghabiskan waktu dengan orang yang sudah berstatuskan sebagai suamiku. Exited? Mungkin. Deg-deg-an ya pastilah. Plus, setelah aku sendiri sadar betul dengan perasaanku yang sesungguhnya pada Bryan, itu juga yang membuatku semakin berdebar-debar

"Huoekk....!!"

Sumpah. Sejujurnya, aku tidak terlalu suka naik pesawat. Alias, mabuk udara.

Rasa mual yang sudah ku tahan sejak tiga puluh menit yang lalu benar-benar sudah tidak bisa ku tahan lebih lama. At lease aku cepat-cepat menuju toilet dan memuntahkan seluruh isi perutku. Dengan sigap pria yang ada disampingku mengelus belakang pundakku perlahan.

"feel better?" tanya Bryan sambil menyodorkan tisu padaku

Aku hanya mengangguk lemah seraya menatap dirinya dari cermin

"kamu yang sabar ya, tidak lama lagi kita akan sampai" kata Bryan menenangkanku, di ikuti anggukan kepalaku lagi

Setelah habis puas memuntahkan seluruh isi di perutku, dengan wajah pucat, Bryan mulai menggiringku keluar dari toilet menuju ke kamar yang ada di pesawat jet ini.

Sekedar info, pesawat jet yang sedang ku naiki sekarang official adalah jet pribadi pria itu. Awal mendengarnya saja aku hanya bisa menelan ludahku dalam-dalam. Kekayaan keluarga Bryan memang tak terhingga dan tak terhitung jumlahnya. Bahkan sampai tujuh turunan pun harta mereka akan selalu lebih dari cukup dan tidak akan pernah habis

"lain kali kita naik transportasi darat saja. aku tidak mau liat kamu menderita seperti ini lagi, oke" kata Bryan begitu kami sudah sampai di kamar

Aku hanya mengangguk lemah.

Sebenarnya, Bryan sudah bilang kalau kita akan pergi pake transportasi darat saja. Entahlah, sejak kapan dia tau kalau aku mabuk udara. Tapi yang pasti, karena aku sendiri tidak mau menunjukkan sisi itu padanya, at least aku bersikeras untuk naik pesawat. Dan akhirnya 'penyakitku' kumat juga.

Meeting With You[ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang