Kedua bola mata itu perlahan terpejam. Berusaha menikmati hembusan angin malam yang menyapu lembut permukaan kulit wajahnya. Pemuda dengan surai abu-abu itu mulai menarik sudut bibirnya saat dirasa hembusan angin mulai membawa pergi segala beban yang menumpuk dibahunya.
Dia, Kang Daniel menarik napasnya dan menghembuskannya dengan gerakan perlahan. Potongan demi potongan kejadian di masa lalunya mulai berputar layaknya sebuah film yang tidak dapat dihentikan. Daniel mengepalkan tangan kanannya. Dia benci dengan semua kenyataan dalam hidupnya dan dia benci dengan Tuhan yang seakan mempermainkan kehidupannya.
Senyuman diwajah Daniel memudar. Digantikan dengan sebuah isakan tertahan yang keluar dari bibir pucatnya. Tidak pernah terbayang olehnya rasa sakit saat ditinggalkan oleh orang yang dia cintai akan sesakit ini.
Daniel bisa merasakannya. Di dalam sana, jantungnya berdenyut nyeri. Seakan hancur dan mengeluarkan banyak darah.
"Aku mencintaimu.. Jihoon-ah"
.
.
."Wajahmu terlihat pucat Daniel-ah"
Kang Daniel membenarkan letak kacamatanya dan kembali membalik lembaran demi lembaran kertas yang menumpuk diatas meja kerjanya. Matanya melirik sekilas kearah seorang pemuda yang kini tengah duduk tenang diatas sofa yang ada diruangan miliknya.
"Pergilah Seongwoo hyung, kau menggangguku"
Mendengar balasan dingin dari sang sahabat membuat pemuda yang dipanggil Seongwoo itu mendengus sebal. Jari-jarinya mengetuk meja dengan bosan saat lagi-lagi sahabatnya yang satu ini tidak memperdulikan keberadaan dirinya. Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Seongwoo memilih untuk membuka percakapan. "Bagaimana kondisi pasien yang tengah kau tangani itu? Siapa namanya?" Seongwoo terlihat berfikir sebentar.
Tangan Daniel berhenti bergerak untuk beberapa detik. "Park Jihoon" Jawabnya singkat.
"Ah ya Jihoon" Seongwoo menjentikkan jarinya. "Bagaimana keadaannya sekarang? Ku dengar penyakit alzheimernya semakin parah" Mata tajam itu diam-diam mengamati perubahan raut wajah Daniel. "Aku tahu kau mencintainya"
Lagi-lagi Daniel terdiam. Raut wajah yang awalnya datar itu perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kekhawatiran. "Dia selalu mengeluh sakit di kepalanya, dan itu terjadi setiap satu jam sekali" lirih Daniel.
Seongwoo ikut terdiam saat mendengar penjelasan Daniel. 'Separah itu kah?' Dia meringis dalam hati.
"Dia memintaku untuk mengantarkannya pergi ke danau" Daniel menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi. Tangannya mengelus pelan pelipisnya yang berdenyut nyeri. "Tapi itu tidak mungkin.. kau tahu kesehatannya menurun setiap saat"
Seongwoo mengangguk mengiakan. Perlahan dia mulai berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Daniel. "Dia akan baik-baik saja.. Jihoon adalah orang yang kuat, Kau harus percaya padanya Kang Daniel" Tangannya menepuk-nepuk bahu sang sahabat untuk menenangkan.
"Ya.. Aku percaya padanya"
....
....Hujan deras disertai gemuruh kencang diluar sana membuat salah seorang pemuda yang kini tengah mengenakan baju pasien merengut takut. Sungguh.. Dia sangat membenci hujan dan dia juga sangat benci sendirian.
Bibir mungil itu menghembuskan napas beratnya perlahan. Mata bulatnya melirik kearah pintu ruang rawatnya, berharap seseorang yang dia tunggu sejak tadi akan segera datang dan merengkuh tubuh mungilnya kedalam pelukan hangat itu.
'Kau akan sembuh Park Jihoon'
Jihoon memandang hujan diluar sana dengan tatapan kosong. 'Sembuh?' Jihoon menggeleng lemah. Dia tahu itu hanyalah kata-kata penyemangat untuknya. Penyakit sialan -menurutnya- ini setiap detiknya selalu menggerogoti otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nielwink's Fanfiction
Fanfickadang oneshoot, kadang berpart. tergantung mood hehehe ©grinteaa