Sepulang sekolah, Akashi langsung pergi menuju rumah sakit di mana (name) berada. Langkah kakinya dipercepat karena sudah tak sabar menunggu gadis yang ia anggap spesial, rasanya ingin teleportasi ke sana agar bisa langsung bertemu.
Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana. Dari kejauhan Akashi dapat melihat seorang gadis sedang duduk di bangku taman sambil memainkan jarinya. Ia juga mendapati sepucuk kertas putih yng ada di genggaman gadis tersebut.
"(name), sudah lama menunggu?" Akashi menepuk pundak (name) pelan, tetapi sukses membuatnya terlonjak kaget. Beberapa kali (name) mengelus dadanya sambil menatap Akashi sinis.
"Maaf dong, aku kira kau tak akan terkejut hanya karena tepukan itu." Ujar Akashi dengan wajah datar. Namun (name) masih kesal, sehingga ia memalingkan wajahnya agar tidak menatap Akashi.
Sekarang Akashi merasa kebingungan, apa yang harus ia lakukan agar gadis satu ini tidak marah padanya. Akashi pun mencoba membujuknya dengan kata-kata manis. "Seorang bidadari tak boleh begini, nanti cantiknya hilang."
Hasilnya? Nihil. (name) masih setia memalingkan wajahnya.
Akashi akan mencoba lagi, kali ini ia akan membujuknya menggunakan makanan. "Kau mau dango?"
Dengan secepat kilat (name) menghadap Akashi dan mengangguk. Kalau sudah diiming-imingi makanan saja mau, batin Akashi lalu merogoh tas sekolahnya.
"Eh."
"Kok tidak ada."
"Jajannya hilang semua."
"Perasaan tadi ada di sini."
"Eh apa ketinggalan di kasir ya?"
Akashi benar-benar terkejut ketika kantung plastik yang sepertinya tadi ia simpan di dalam tas menghilang. Isinya sih sederhana, hanya beberapa cemilan seperti mochi, dango, onigiri, dan baumkuchen.
"Maaf, sepertinya memang ketinggalan," Akashi memasang datar untuk kedua kalinya. "Besok akan kubelikan, janji deh."
Meski kecewa, tetapi (name) mengiyakan apa yang Akashi katakan. Lalu ia menyodorkan sepucuk surat yang sedari tadi berada di genggamannya.
"Oh iya, terima kasih." Setelah tangan Akashi menerima suratnya, ia pun duduk di sebelah (name) dan membuka suratnya. Sayangnya ditahan oleh sang pengirim, ia menyampaikan sebuah perkataan lewat bahasa isyarat.
"Bukalah nanti kalau aku sudah kembali ke ruanganku, aku malu dengan isinya."
Dijawab dengan anggukan oleh Akashi. Keheningan terjadi selama beberapa menit, tiba-tiba (name) beranjak dari duduknya dan menatap Akashi lekat-lekat.
"Apa?"
(name) kembali menggerakkan tangannya untuk berbahasa isyarat.
"Aku mau balik ke ruangan dulu, ingat janjimu buat besok."
Akashi tersenyum paksa pada (name), "Iya, manisku." Mendengarnya, (name) tersenyum lalu berbalik badan dan pergi meninggalkan Akashi.
Setelah sekian detik menatap surat itu, Akashi pun membukanya. Rangkaian kata yang ditulis dengan pensil terpampang di suratnya, membuat Akashi mengulur senyum.
Aku hanya ingin bercerita tentang pengalaman menyenangkan saat aku pergi ke Sapporo. Saat itu adalah musim salju, aku pergi ke sana untuk menikmati ski resort-nya bersama keluargaku. Pemandangan di sana benar-benar indah, aku tertegun melihatnya.
Kami menginap di villa yang ada di sana, tempatnya bisa dikata cukup luas, aku menyukainya. Penghangat yang ada membuatku merasa sangat nyaman, aku juga menyukainya.
Udah, hanya itu yang ingin ku ceritakan. Terima kasih sudah membacanya, Akashi-kun!
Lagi-lagi, Akashi mengulur senyum untuk kesekian kalinya dalam hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura Message; Akashi Seijuro [✓]
Fanfictw // suicide, death (please consider before reading!) Ini adalah tentang surat-surat dengan isi tersirat yang kuberikan padamu di bawah mekaran bunga sakura. Joshrua, 2019.