- s i x

538 72 12
                                    

Pagi ini Akashi berangkat sekolah seperti biasa, diantar supir namun tidak sampai ke gerbang.

Tetapi ada sedikit perubahan, Akashi tampak lebih murung sekaligus bingung. Asal kau tahu, dia memikirkan tentang isi surat yang diberikan oleh (name) kemarin.

Selama pelajaran Akashi hanya fokus pada isi suratnya dan mengabaikan guru yang sedang menjelaskan.

.

Hingga akhirnya sekarang sudah jam pelajaran terakhir, setelah sekolah usai ada kegiatan klub masing-masing. Akashi melangkahkan kakinya menuju gym bersama Mayuzumi, kakak kelasnya.

Tiba-tiba ponselnya berdering, terpampang nama '(name)' di layarnya. Dalam hati Akashi bertanya-tanya, ada apa gerangan (name) menelepon?

Diangkatlah panggilan itu, terdengar isakan tangis seseorang dari seberang sana.

"Akashi-san, cepatlah ke Rumah Sakit!" Perintah orang yang diyakini Akashi sebagai ibunya (name). Akashi benar-benar bingung, padahal sekarang ada jadwal latihan klub basket.

"Baiklah, saya akan segera kesana," jawab Akashi dengan sopan lalu menutup teleponnya. "Mayuzumi-san, ada yang harus ku selesaikan, hari ini aku izin." Pamitnya lalu melesat bagai super dede meninggalkan Mayuzumi yang terpatung sambil terbingung-bingung.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di sana, ia segera menuju ruangan (name) untuk mengecek keadaannya.

"(name), kau ken—" Ucapan Akashi terpotong karena melihat gadis pujaannya terbaring tanpa nyawa dengan darah bercucuran di pergelangan tangan kirinya. (name) bunuh diri.

Dengan kali lemas Akashi memaksakan diri untuk mendekati mayat (name), ia mengelus pipi halus (name) perlahan. Senyuman tak percaya ia berikan.

"Kau ... Benar-benar pergi meninggalkanku?" Gumam Akashi dengan air mata yang ditahan. "(name), kau curang. Tidak seharusnya kau pergi duluan." Lanjut Akashi yang sekarang mulai terisak.

"Bodoh." Kini air mata Akashi mengalir. Sosok Akashi yang berpegang teguh pada kalimat 'Seorang laki-laki tak boleh menangis dihadapan wanita' sudah hilang. Biarkanlah ia menangis dihadapan wanita yang ia sayang. Karena itu bukanlah sebuah kesalahan.

Akashi benar-benar larut dalam tangisannya, bahkan orang tua (name) yang berdiri di dekatnya saja ia abaikan.

Setelah puas menangis, Akashi pamit pada orang tua (name) dan pulang ke rumah. Ia tak peduli dengan matanya yang sembab ataupun seragamnya yang basah.

.
.
.

Sepulang dari Rumah Sakit, Akashi hanya mengurung diri di dalam kamar. Ia tiduran di kasur dengan surat pemberian (name) yang berserakan di dekatnya. Rasanya ia benar-benar frustrasi.

"Apa ini ada hubungannya dengan kejadian tadi?" Batinnya sembari mengurutkan surat sesuai urutan diberikannya.

Tidak butuh waktu lama untuk menyadari isi suratnya. Ternyata inti pesannya tersirat.

Aku akan bundir besok, begitulah isinya.

Akashi hanya bisa merutuki dirinya yang terlambat menyadari. Padahal semudah ini, ia hanya perlu melihat huruf awal setiap kalimat di surat itu.

Sekarang semuanya sudah terlambat, (name) sudah melakukan apa yang ada di surat itu.

Pandangan Akashi tertuju pada sebuah cutter yang tergeletak di meja belajarnya. Pikirannya sudah tak waras, ia berniat untuk bunuh diri.

"Kalau aku mati, aku bisa menyusul (name), bukankah itu baik?" Seringai muncul di wajahnya, matanya pun berubah menjadi orange. Seram.

Saat cutter-nya hampir menyentuh pergelangan mulusnya, tiba-tiba matanya berubah menjadi normal, ia berubah pikiran.

"Memangnya (name) akan bahagia kalau aku mati? Sepertinya tidak, mungkin ia malah akan marah padaku." Pikir Akashi lalu meletakkan cutter-nya.

— E N D —

Yosh, akhirnya kelar. Alurnya gini banget perasaan dah.

Semoga aja feel-nya dapet, ya :"

Thanks for reading! (〃ω〃)

— R y o k k k 💚

— R y o k k k 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sakura Message; Akashi Seijuro [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang