Prolog

86 23 2
                                    

Taman kota, Juli 2008.

Suara takbir bergemuruh. Gemerlap lampu menyala indah memenuhi jalanan kota. Bulan dan bintang tampak bersinar terang. Seolah turut memeriahkan malam kemenangan. Semua orang larut dalam kebersamaan.

Pandanganku menyapu keseluruh taman, tatapanku terpaku pada gadis kecil berkepang kuda dengan gaun putih. Kakinya berlarian tak tentu arah dengan kedua tangan memegang kembang api. Sesekali ia menengok kebelakang mengejek anak laki-laki yang tampak kewalahan mengejarnya. Tawa riang jelas terpancar diwajah polosnya. Sesekali aku mendengar suara wanita yang megingatkan mereka supaya berhenti berlari. Tapi sepertinya tidak didengarkan. Gadis kecil itu terjatuh, lalu menangis. Anak laki-laki yang dibelakangnya tampak panik. Kedua orangtuanya langsung berlari menghampiri putrinya itu, menanyakan apakah ada yang terluka atau tidak. Sungguh itu adalah potret keluarga bahagia bagiku.

Aku tersenyum, dalam hati terbesit rasa iri pada gadis itu. "Andai aku bisa jadi gadis itu." batinku.

Aku mendongak ke atas menatap wanita paruh baya yang sekarang berdiri disampingku "Bi, ayo pulang."

LasakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang