Bagi Sunghoon, Heeseung memang meninggalkan kesan tersendiri. Bagaimana cara ia menyapa orang baru lewat senyuman, tatapan mata dan uluran tangan merupakan hal asing untuk Sunghoon, mengingat ia dibesarkan tanpa didampingi sosok kedua orang tua seperti anak sebayanya.
Maka saat Heeseung menjabat tangannya untuk pertama kali, afeksi itu mengalir bebas ke permukaan tanpa bisa dicegah.
Sunghoon tertawa. bukankah hal seperti itu memang patut dilakukan saat kita ingin mengenalkan diri kepada seseorang?
Kenapa rasa aneh itu malah menyusup ke ulu hati nya?
Sunghoon tertawa lagi, kali ini lebih keras. Heeseung hanya menganggapnya satu dari sekian banyak bedebah tak tahu diuntung yang di asuh Yeonjun. Tidak lebih. Sunghoon tahu benar dia ada dimana. Tempatnya salah dan bukan dia yang Heeseung mau.
Hari demi hari, Sunghoon berusaha lupakan Heeseung. Nyaris setiap hari berada dalam kamar yang sama, selalu buat Sunghoon terbayang ── wangi parfum, siluet tiap kali ia bangun tidur, dan banyak hal.
Semuanya berputar indah, menggelitik Sunghoon tuk terus ingat sosok Heeseung dalam memori terdalam di benaknya. Ah, andai Tuhan dengar pinta-nya, bahwa ia butuh sosok layaknya Heeseung, dalam tiap langkah hidupnya.
Iya, andai saja.
[ ... ]