Duka Naruto

1.7K 188 9
                                    

Flashback

Naruto duduk dengan anteng, menghadap Hyuga Hiashi yang sibuk membuka-buka map di depannya. Pengacara kondang itu sibuk mencari surat wasiat peninggalan mendiang ayah Naruto dan Kyuubi. Naruto bersikap tenang terkendali, tapi sorot matanya berkhianat. Kecemasan masih nampak jelas tercetak di safirnya.

Kyuubi berbaring di atas ranjangnya. Ia masih lemah, jadi belum bisa duduk, meski bersandar pada tumpukan bantal. Tak seperti adiknya, ia jauh lebih tenang. Ia tak terlalu perduli dengan isi surat yang hendak bosnya itu bicarakan.

"Ini adalah surat wasiat yang ayah kalian tinggalkan. Ayah kalian bukan pergi tanpa meninggalkan apa-apa untuk kalian."

"Maksud anda, ayah saya meninggalkan surat utang lainnya?" tanya Naruto cemas. Utang-utang sebelumnya aja belum lunas. Kalo ditambah lagi gimana? Berapa lama ia harus bekerja keras seperti sapi perah untuk melunasinya?

Hyuga Hiashi tersenyum samar, memaklumi kecemasan gadis muda itu. Naruto masihlah amat belia untuk dibebani tanggung jawab sebesar itu. Wajar kalo ia cemas berlebihan. "Bukan. Ini buka catatan hutang. Apa kalian tahu kalo ayah kalian mengoleksi uang kuno?"

Naruto memandang kakaknya dengan tatapan Aniki-tahu? Dan dibalas Kyuubi dengan mengangkat bahu, tandanya ia pun tak tahu menahu. "Apa itu benda berharga?" tanya Naruto hati-hati.

"Tentu saja. Kau bisa jadi jutawan kalo menjualnya pada kolektor." Jawab Hiashi.

Kali ini Naruto tersenyum lega. Kata berharga dan jutawan itu cukup membuat dirinya membayangkan, beban hutang di pundaknya bakal hilang. Dia tak perlu lagi bekerja banting tulang menjadi babu di rumah Sasuke Uchiha yang nge-sok itu. "Apa anda bisa membantu saya menjualnya?" tanya Naruto antusias.

"Kau ingin menjualnya?" tanya Hiashi balik.

"Ya. Kami butuh uang untuk membayar utang-utang ayah." Kata Naruto cepat. Ia menoleh, melirik sang kakak yang dari sejak tadi diam mendengarkan. "Err, Kyuu-nii tak marah kan?"

"Tentu saja tidak, sayang. Aku juga berniat menjualnya untuk membayar hutang-hutang kita. Rasanya hidup dengan utang itu tak enak. Lebih baik punya uang sedikit, tapi tak punya utang, daripada kaya tapi utangnya banyak." Kata Kyuubi.

"Well, jadi kalian sudah sepakat? Baiklah. Nanti akan ku bantu mencarikan kolektor. Atau kalo mau, kalian bisa pasang iklan di internet. Agar lebih cepat laku. Kalian butuh uang mendesak kan?" kata Hiashi.

"Ide bagus." Kata Kyuubi. "Nanti aku coba." Lanjutnya.

"Kalo begitu aku permisi dulu. Aku masih banyak pekerjaan. Dan Kyuu, cepatlah sembuh. Kami merindukanmu di kantor. Tanpa kau, pekerjaanku rasanya tak ada habis-habisnya." Canda Hiashi pada Kyuu-nii yang dibalas cengiran Kyuubi.

Hiashi pergi kembali ke kantornya. Naruto mengantarnya sampai pintu. Ia lalu duduk di samping kakaknya. Senyumnya bertambah lebar di bibirnya. Ia mengelus jemari tangan kakaknya yang pucat karena terlalu lama terbaring koma.

"Aku senang kakak sudah sadar dan aku senang kita bisa melunasi semua hutang ayah. Rasanya pundakku jadi ringan."

"Aku juga." kata Kyuubi datar.

Ia menatap adik satu-satunya itu. Ia rindu sekali dengan Naruto. Sudah lama sekali rasanya ia tak memandang wajah cantik adiknya. Naruto semakin bertambah cantik dan dewasa, meski Kyuubi bisa melihat gurat kelelahan dan kesedihan di wajah ayunya.

Kyuubi mengulurkan jemarinya, menyentuh pipi Naruto lembut. "Maaf ya. Kakak selama ini sudah membebanimu."

"Kyuu nii bicara apa? Kita kan keluarga. Sudah seharusnya saling bantu. Lagipula..."

UCHIHA BROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang