Part 2

455 32 5
                                    

Plak

Suara tamparan itu menggema di ruang lorong rumah sakit yang memang lorong itu sudah sepi karena suasana sudah malam.

Nafas Rima memburu setelah menampar sang anak, ia sama sekali tidak menyesal karena hal itu, tetapi ia menyesal telah membuat sang anak dengan teganya mengatakan hal yang sangat kejam.

" Cepat temui anakmu Arka! " Perintah Rima menatap tajam Arka yang masih saja diam dan tak menatap dirinya.

" Aku tidak peduli padanya, dialah yang membuat Ariana ku meninggal!!! " Rima tidak mempedulikan ucapan anaknya, ia dengan sekuat tenaga menarik tangan sang anak ke arah ruang dimana cucunya, anak dari putranya berada.

" Ibu lepaskan aku! " Arka menyentakkan tangannya dari cengkraman ibunya, dan kini menatap tajam ibunya.

" Aku tidak ingin bertemu dengan pembunuh itu! " Arka tetap menatap tajam ibunya dan setelahnya ia berlalu.

Rima memanggil Arka, tetapi tak dihiraukan oleh Arka, ia tetap melangkah kakinya menjauh dari ruang yang didalamnya terdapat sang anak yang kini sangat membutuhkan pelukan darinya, tetapi dengan teganya ia menghiraukan darah dagingnya sendiri.

Rima melangkah masuk, dimana sang cucu berada. Ia tersenyum melihat wajah yang tenang dan polos sang cucu yang sedang terlelap dalam mimpi.

Jika saja kesehatan cucunya baik, ia akan membawanya, ke ruang wanita yang telah melahirkan bayi cantik ini. Tetapi karena kesehatan yang tidak stabil membuat nya harus mendapatkan perawatan yang lebih.

" Ibumu mengatakan pada nenek jika nanti ia ingin memberi nama bayi perempuannya dengan nama Ara. Ara Chandrawinata, ibumu tidak salah memberi nama yang cantik untuk bayi perempuan yang cantik. "

~~¶~~¶~~¶~~

Acara prosesi pemakaman telah usai, beberapa pelayat telah meninggalkan makam yang kini baru saja terdapat bunga-bunga wangi yang menutupi di atas makam dengan nisan bertuliskan Ariana Oktaviani.

Walaupun beberapa orang sudah meninggalkan area pemakaman, tetapi tidak dengan pria yang kini masih setia berjongkok di samping makam perempuan yang sudah menemani hari-hari nya. Ia menunduk menahan air mata yang entah sudah berapa kali keluar tanpa seizinya.

Kembali Arka menatap gundukan tanah didepannya yang dipenuhi bunga warna-warni. Ia mengusap batu nisan dengan lembut, seakan ia sedang mengusap wajah lembut sang kekasih.

" Kenapa kau meninggalkan aku, seharusnya kau menuruti apa ucapanku waktu itu, jika kau menggugurkan nya tidak akan seperti ini. Pembunuh itu, aku harus membuat pelajaran untuknya! " Ucap Arka dengan penuh amarah ia langsung bangkit dan melangkah pergi.

Ia memacu mobilnya dengan kecepatan rata-rata, tujuannya ialah rumah sakit. Ia harus memberi pelajaran pada pembunuh yang telah membunuh sang kekasih. Ya itulah yang ada dipikirannya.

Arka tidak bisa berpikir jernih, dimana bayi perempuan yang telah ia anggap pembunuh adalah anaknya, Putri kecilnya yang seharusnya ia sayang dan juga seharusnya ia peluk ketika mengantar Ariana ke peristirahatan terakhirnya bersama sang anak.

Arka langsung menuju dimana ruang yang kemarin ia datangi dengan diseret oleh ibunya. Ia langsung masuk, dan melihat beberapa bayi, tetapi ia tak menemukannya. Arka juga melihat kembali papan nama ibu dari bayi-bayi yang berada di tempat tidur, dan lagi ia tak menemukannya.

Dengan cepat ia langsung berlari ketempat resepsionis, dan menanyakan tentang dimana bayi dengan ibu bernama Ariana Oktaviani.

" Maaf pak, bayi dengan ibu bernama Ariana Oktaviani sudah dibawah pulang oleh keluarganya, sejak dua jam yang lalu. " Jelas perawat itu setelah melihat keterangan yang tertulis jika bayi dari pasien itu sudah pulang.

ARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang