"Kamu pantas mendapatkan bahagiamu. Jika tak bisa kamu cari, maka buatlah sendiri" – Namita
Matahari mulai memamerkan cahayanya bersama langit biru yang kembali menyinari semesta.
Bau tanah selepas hujan memasuki sela-sela indera penciuman seorang pria yang baru saja keluar dari kamar tidurnya.
"Selamat pagi, sayang," sapa bunda Maya diiringi senyum manis. "Gimana keadaan kamu?"
"Andra baik-baik saja, Bun," jawab Andra seraya menarik salah satu kursi kosong.
"Mangkanya kalau naik motor itu jas hujannya dibawa," omel bunda Maya ikut mengambil duduk dikursi singgasananya.
"Iya."
Tadi malam, setelah Andra mengantarkan pulang Ghetsa. Pria itu kehujanan di tengah jalan.
Andra hendak meneduh lebih dulu, tetapi karena teringat tugas sekolah yang belum selesai. Pria itu memilih untuk menerobos hujan.
"Makan yang banyak, Andra. Kaya makanan kucing itu, sedikit banget!"
Baru saja Andra akan mengambil lauk, ucapan sang bunda membuatnya mengurungkan niat.
"Iya."
"Nanti kalau sudah tahu mendung itu langsung pulang, jangan main-main dulu!"
"Iya."
"Kesehatannya dijaga, kamu sudah kelas dua belas!"
"Iya, bunda juga jaga kesehatan."
"Jas hujannya sudah dimasukin motor?"
"Sudah, bunda. Andra mau sarapan dulu."
Bunda Maya terkekeh pelan. "Mangkanya jangan bandel!"
Andra tidak menjawabnya, bukan bermaksud tidak sopan. Hanya saja, bundanya akan terus mengoceh jika bukan dia yang mengakhiri.
🦕
Ghetsa, Ica dan Namita baru saja keluar dari perpustakaan untuk pelajaran Bahasa Indonesia.
Sejak melewati lorong-lorong sekolah, Ghetsa merasa jika dirinya terus saja di awasi oleh para murid yang duduk di kursi depan kelas.
"Kalian merasa aneh nggak?" tanya Ghetsa pada kedua temannya.
"Kenapa?" jawab Namita.
Mereka berbelok masuk ke dalam kelas yang masih sepi lalu mengambil duduk di bangku masing-masing.
"Dari tadi mereka ngelihat kita kaya aneh banget!"
"Perasaan lo doang," balas Ica cuek. Gadis itu kemudian sibuk dengan ponselnya.
Ghetsa memilih diam, mungkin memang hanya perasaannya saja atau benar ada sesuatu yang salah?
Beberapa temannya terlihat mulai memasuki kelas.
"Ica, bayar kaos," kata Nadia, salah satu teman sekelas mereka.
Sebagian teman-temannya mulai ikut mengerumuni meja Ghetsa dan Ica untuk membayar kaos kelas.
Ghetsa akhirnya beranjak dari tempatnya dan memilih duduk di kursi lain yang lebih sepi.
"Lo sudah bayar kaos, Er?" tanya Ghetsa mengambil duduk di samping Ersa. Teman satu bangku Namita.
"Sudah," jawab Ersa singkat.
"Lihat apa?"
Ersa memperlihatkan layar ponselnya ke arah Ghetsa sebentar. "Lo suka k-pop?"
"Gue tahu k-pop, tetapi nggak suka."
"Memang banyak orang yang memandang k-pop sebelah mata!"
"Tapi gue punya alasan sendiri kenapa enggak suka k-pop."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Aku, Bukan Kita•
Ficção Adolescente« jangan lupa follow dulu sebelum baca! » 🌴 Dalam kelamnya malam dengan ribuan bintang yang terbentang, aku menghitung waktu yang tersisa. Ingin menjauh, namun rindu terus meronta. Semakin mencoba, semakin tak bisa dihindari. Logika seakan memaksa...