[5] Segel Chakra

1.1K 121 8
                                    

RUANG KANTOR HOKAGE teramat sunyi meskipun sedang ditempati oleh enam shinobi sekaligus. Satu di antaranya diam dengan mulut setengah menganga, empat yang lain diam karena sedang mengantisipasi keributan, sedangkan sisa satu orang lagi ... dia terdiam karena dirundung rasa haru yang berlebihan.

Dango di mulutnya belum selesai dikunyah. Naruto menatap guru utamanya dengan mata berkaca-kaca. Dia belum sempat mengumpulkan emosi untuk bersedih ketika celetukan kurang ajar terdengar dari mulut Jiraiya.

"Menakjubkan, kalian benar-benar datang dari dimensi paralel. Tak hanya itu, prediksiku tentangmu juga benar, Naruto! Kau adalah perempuan! Aku masih sangat ingat, Minato menyebut anaknya sebagai perempuan. Lihatlah, aset di dadamu bahkan sangat meyakinkan!"

Sesaat, hanya sunyi yang mengisi udara. Di luar sana seolah ada kicauan burung yang menyerukan kata bodoh untuk sang petapa katak. Naruto mengerjap, tak menyangka bahwa dari sekian banyak kalimat reuni, satu-satunya hal yang dikomentari Jiraiya adalah bentuk fisik wanitanya!

Menakjubkan!

Kedua mata langsung menyipit. Naruto sudah hendak melangkah untuk memberi bogem mentah kalau saja dia tidak diwakili oleh Tsunade. Selama ini dia selalu ngeri pada temperamen Nenek Tsunade. Baru kali ini dia merasa puas waktu melihatnya menonjok seseorang.

Jiraiya mengaduh dengan memprihatinkan. Naruto sedikit kasian. Hanya saja, ekspresi memelas dari gurunya kelihatan sangat konyol. Dia kontan tertawa, tidak jadi menangis atau tenggelam dalam duka.

"Kau perlu sedikit jantan agar tidak terus-terusan dihukum Baa-chan, Ero-Sennin!" seru Naruto selagi menyeringai.

Jiraiya mengusap bekas pukulan di sisi wajahnya. Ada memar kebiruan yang mulai tampak.

"Aku hanya mengatakan fakta. Kenapa kau selalu sadis, Tsunade?" keluhnya.

"Karena isi otakmu sudah terlalu keruh! Masalah baru di hadapan kita jauh lebih penting. Walaupun begitu, kau malah lebih fokus pada perubahan fisik Naruto?!"

"Hei! Perubahan fisiknya juga penting!" bela Jiraiya. Dia mengembalikan fokus pada Naruto, menatapnya lamat-lamat. "Namamu masih Naruto?" tanyanya memastikan.

Naruto mengernyit.

"Tentu saja. Kenapa juga aku harus ganti nama?"

"Naruto adalah nama laki-laki," decaknya. "Si Minato itu, aku bahkan memikirkan namamu waktu sedang makan ramen. Kalau kau perempuan, harusnya dia memberimu nama yang lebih feminin." Dia menunjuk Naruto. "Kupikir kau bakal ganti nama menjadi Narumi atau semacamnya."

"Aku tidak kenal Narumi!" tukas Naruto. Dia menghela napas panjang, lalu mendaratkan diri di bangku tamu yang ada di sana. "Cukup tubuh asliku saja yang hilang. Jangan sampai namaku ikut-ikutan hilang juga."

Kakashi menyimpan novel erotis yang sedang dibacanya. Dia bergabung dengan Naruto, ikut duduk di salah satu bangku.

"Jadi, apakah diskusi kita di pagi yang indah ini akan diawali dengan asal-usul Naruto yang berubah jadi perempuan?"

Naruto memandang kedua temannya yang masih berdiri. Sakura balas memandang Naruto, kemudian mengerling pada Sasuke. Sasuke kelihatan enggan untuk bicara. Pria itu tak menghiraukannya dan langsung ikut duduk di bangku panjang, menjejeri Naruto.

Sakura berdeham pelan.

"Singkat cerita, sebenarnya Naruto memang perempuan. Orang tuanya memasang segel gender yang akan hilang ketika dia berusia dua puluh satu. Sayangnya, si bodoh ini bereksperimen dengan fuuinjutsu sehingga segel itu lepas sebelum waktu yang ditentukan. Efek itu membuatnya diopname selama kurang lebih satu bulan. Perubahan di tubuhnya sangat ekstrem. Dia seperti mau mati karena kesakitan."

Advice From The Stranger [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang