Tak Karuan

23 15 0
                                    

Bumi Jakarta kembali dipeluk hangatnya sinar matahari, membuat bumi kini tak sedingin suasana hati. Malam itu akhirnya Bunga memutuskan untuk menginap dirumah Bulan dan dia belum menceritakan apa yang dia alami. Kadang memang begitu, ada beberapa hal yang terlalu sakit untuk dijelaskan dengan kata-kata dan akhirnya meluap ditangis.

"Bung, udah dong sedihnya, jangan takut sendiri, lihat kamu punya aku," ucap Bulan untuk menguatkan Bunga.

"Makasih ya bul, makasih buat semua nya. " Bunga tersenyum walaupun senyumnya kini bersama mata yang sembab bukan mata yang berbinar.

"Jadi, kamu mau sekolah gak sekarang? " Bulan merapihkan buku-buku pelajaran yang akan dipelajari nya hari ini disekolah ke dalam tas.

"Nggak dulu ya bul, aku masih butuh waktu sendiri. "

Akhirnya kini Bulan harus berangkat sekolah sendiri sebenarnya ia juga agak malas berangkat sekolah mengingat Bunga yang sedang berduka rasanya kalo dia sekolah, agak gimana gitu ya.
Suasana sekolah seperti biasa, kelas-kelas dengan kegaduhannya, pohon-pohon dengan rindangnya, dan Bulan dengan kesendiriannya.

  *****

"Bulan, boleh aku minjam pulpen? " ujar seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Candra.

"Ambil aja sendiri," jawab Bulan sambil melanjutkan menulis catatan yang dituliskan guru di papan tulis.

"Bul."

"Apa sih Can."

"Bul, bul."

"Candra bisa diam gak sih, kamu tuh," belum sempat Bulan melanjutkan kalimatnya tanpa ia sadari Bu 'Ai sedang memperhatikannya.

"Bulan, sekarang tuh waktunya belajar bukannya ngobrol terus, kamu gak menghargai saya banget ya," bentak Bu 'Ai.

"Gak gitu bu maksud saya, Candranya aja bu yang gangguin saya terus." Bulan pun langsung menoleh kearah Candra namun tampaknya Candra biasa-biasa saja dalam situasi dimana seharusnya dia ikut membantu Bulan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Bu 'Ai.

"Daripada kalian berdua mengganggu anak-anak lain yang sedang fokus memperhatikan saya, sekarang kalian pergi ke ruang laboratorium, bersihkan dan tata alat-alat yang berserakan."

"Tapi bu, saya kan gak salah."

"Cepat Bulan! Atau mau saya tambah lagi hukuman kalian? "

"Jangan bu jangan, iya bu saya sekarang pergi ke laboratorium, permisi bu."

Bulan berjalan di depan sementara Candra mengikutinya di belakang. Selama perjalanan menuju ke laboratorium tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka kedua, yang hanya ada muka cemberut Bulan dan wajah Candra yang tidak menampilkan sedikitpun rasa penyesalan atas tingkah lakunya.

CKLEK...

Bulan yang membuka pintu laboratorium hanya bisa berdoa semoga ini adalah hukuman yang pertama sekaligus yang terakhir. Bagaimana tidak, keadaan laboratorium yang tampak dari pintu masuk saja sudah sangat kotor dan membuat lutut Bulan lemas seketika. Pecahan kaca tersebar dimana-mana, debu tersebar hingga kedalam gelas ukur yang tergeletak di sembarang tempat, ditambah bau zat-zat kimia yang tak karuan memenuhi sudut ruangan laboratorium tersebut.

"Semua ini gara-gara kamu," ucap Bulan tanpa menolehkan wajahnya kepada Candra.

"Mau kamu bilang kalimat itu 1000 kali, gak bakal balikin waktu dan kamu gak jadi dihukum juga Bul."

Bulan yang sedang mengumpulkan gelas ukur yang berserakan itu dengan muka cemberut sekilas menoleh kearah Candra yang sedang merapikan kursi dan meja lantaa kembali memalingkan wajahnya dengan muka yang semakin ditekuk.

KRIIIIING...

Suara bel terdengar menandakan waktu istirahat telah tiba, namun Bulan dan Candra terpaksa tidak istirahat karena hukuman mereka belum selesai.

"Nih, aku ada kuaci sama aqua, kamu makan dulu aja, duduk di pojokan sana, aku mau sapuin dulu dan kamu jangan kesini dulu sebelum aku selesai nyapu," perintah Candra.

"Maksud kamu? Oh, dengar ya Candra, aku tuh bukan cewek lemah dan.., " belum sempat Bulan meneruskan ucapannya Candra langsung menarik kerah baju Bulan dan membawanya kepojok.

"Candra apa-apaan sih, nanti baju aku robek."

"Gini kan enak, kamu duduk disini sambil makan kuaci, anjing pintar."

"Apa kamu bilang? "

"Eh bul, kamu tahu gak sih kalau katanya laboratorium ini tuh..," ucap Candra sambil menyapu dengan nada bicara yang terkesan menakut-nakuti.

"Apa hah? Siang-siang gini mana ada hantu, aku juga gak takut, wlee," balas Bulan sambil menghabiskan kuaci pemberian Candra.

"Bul, ada monyet. Sini deh."

"Hah iya? Mana, coba aku mau lihat? "
Bulan dengan sigap menghampiri Candra namun monyet yang dikatakan Candra tidak ada, yang ada hanya sebuah cermin di dinding yang sudah mulai usang.

"Gak ada Can, ini mah cuma cermin."

"Ada Bul, itu monyetnya di dalam cermin coba aja kamu pandang cerminnya."

"Oh, jadi maksud kamu? Aku monyetnya gitu? Gitu hah? "

"Siapa yang monyet-monyet hah? " ucap Bu 'Ai yang tiba-tiba saja sudah berdiri di pintu. Mereka pun terkejut namun tak bisa berkata apa-apa sebab takut salah lagi.

"Sekarang kalian berdua pulang, ada rapat guru dan semua murid dipulangkan."

Mereka berdua pun lantas mengangguk, lantas pulang dengan perasaan yang tak karuan.

*****


TBC:)

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang