7

53 25 1
                                    

“Ayah, bangkitlah. Hidup ini bukan untuk selalu ditangisi juga disesali. Kamu yang mengatakan itu padaku. Jadilah ayah yang kuat untuk kami. Relakan, ikhlaskan kepergiannya. Percayalah, Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik.”
------------------------------

***

Setelah sekian jam berlalu.
Setibanya ayah dan kakakku di rumah, Ayah seperti menyembunyikan kesedihannya. Kakakku hanya mengusap-usap pundak Ayah. Lama-kelamaan Ayah menitihkan air matanya. Ia masih tidak bicara. Begitupun dengan kakakku. Adikku sudah tertidur lelap. Akhirnya, setelah beberapa menit Ayah bersedih, ia pun angkat bicara.

“Dia ninggalin kita.” kata Ayah dengan suara parau.

Aku menarik napas, “Ibu...?” alisku terangkat. Kakakku mengangguk pelan.

“Tapi Ibu bilang, dia....”

“BOHONG!!!”

Ayah menimpali dengan dengusan kesal, matanya melotot. Kali pertamanya aku melihatnya membentakku. Kakak menenangkan Ayah.

“Dia kabur dari rumah. Pergi sama mantan pacarnya di SMA dulu!”

“Ayah tau dari mana?!” kakakku berdeham, Ayah terdiam. Ruang tamu lengang sesaat.

“Dukun itu lagi..???” Ayah tidak menjawab, hanya diam. Diamnya seolah setuju.

“Bukan cuma dukun itu yang bilang, beberapa orang yang melihat ibumu pergi sama laki-laki juga banyak!” lagi-lagi ia mendengus kesal.

Aku terdiam. Menatap Ayah lalu kakakku. Kami semua diam. Ayah menghela napas.

“Kalo besok dia nggak pulang, berarti emang dia kabur dari rumah!” ucap Ayah lalu meninggalkan ruang tamu. Diikuti dengan kakakku yang langsung memasuki kamarnya –yang letaknya berdekatan dengan ruang tamu. Tinggal aku seorang diri yang berada di ruang tamu. Aku menuju aquarium yang di atasnya terdapat foto ukuran 4R (posisi landscape) –foto kami saat di Tangkuban Perahu kala itu. Kutatap foto itu dalam-dalam. Apa benar kamu pergi? –lirihku dalam hati sambil mengusap wajah ibu yang terdapat dalam foto.

***

Pagi ini, aku berharap, tatkala aku membuka mataku, ia sudah berada di rumah dan membangunkanku untuk segera sarapan. Harapan kecil dari hati terdalam. Semoga saja.

Tok tok tok!
YES! –aku berseru, lalu membuka mata.
Tatkala kubuka pintu kamarku, yang terlihat ialah Ayah, yang matanya nanar di hadapanku.

“Bener. Dia emang kabur.” ucap Ayah dengan suara parau.
Aku menghela napas lalu melemparkan senyumku padanya.

“Nanti siang juga pulang kok...” kataku mencoba membuatnya tegar. Ia langsung berbalik badan dan kembali ke kamarnya.

Aku kembali menutup pintu kamar. Semestinya, aku sekolah hari ini. Tetapi, aku malas. Sudah tidak ada mood untuk pergi berangkat sekolah. Kuputuskan kembali tidur, dan harapanku masih sama. Ia datang tatkala aku membuka mata kembali.

***

Hari itu, ia tidak kunjung datang. Harapanku sirna begitu saja. Dan baru kuketahui, jika selama hari itu, Ayah tidak tidur hingga pukul 12 malam. Ia menunggu di ruang tamu. Mondar-mandir melihat ke luar rumah dari pintu yang tidak tertutup. Menunggu kedatangannya tiba.
Dan pagi ini, aku tidak boleh bolos kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NASUHA (relakan aku pergi tuk ciptakan jati diri yang lebih baik lagi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang