---------------------------------
"Ibu, mengapa engkau begitu tega melampiaskan dendam lama yang semestinya kau kubur dalam-dalam, kini kau tuangkan pada anak-anakmu? Jangan spesialkan aku, tapi kami –ketiga anakmu."
-----------------------------
***
Suatu malam ditahun 1998.
Hari baru saja berganti, tepat pukul 00:00 aku dilahirkan. Putra kedua dari sang Ayah dan Ibu yang sedang berbahagia kala itu. Dihiasi oleh suara jangkrik bersahut-sahutan. Tatkala baru saja ku tiba di bumi, aku tidak berteriak dan menangis sama-sekali. Tidak seperti bayi-bayi lainnya. Aku dilahirkan di salah satu klinik di daerah Ibu Kota, di pemukiman sempit juga sesak. Mengapa demikian? Ayah bangkrut dari perusahaan yang ia bangun. Beberapa karyawannya menipu dirinya, membawa kabur uang perusahaan juga kendaraan yang dimiliki.
Saat aku dilahirkan, bertepatan pada hari ke-26 puasa dibulan ramadhan. Sorak gembira dari pihak keluarga Ayah juga Ibu. Dan aku diberi nama Muhammad Nasuha Ramadhan. Seonggok daging yang memiliki arti nama yang luar biasa itu, lahir ke bumi dan dianugerahi kulit putih langsat dengan mata yang bulat kecoklatan.
Ayah mengumandangkan adzan di telinga kananku, dilanjutkan dengan iqamah di telinga kiriku. Katanya, biar anaknya nggak bandel dan jadi anak yang sholeh.
Kini, aku tumbuh menjadi seorang anak yang menggemaskan. Tatkala usiaku menginjak lima tahun, aku terkesan menjadi anak yang bandel. Kata Ibu: Dulu, saat kamu masih usia lima tahun, kami semua jalan-jalan ke mall. Di wahana permainan, kamu bertemu dengan anak lelaki yang usianya hampir sama denganmu. Tanpa bicara sepatah kata pun, tiba-tiba kamu langsung menampar anak laki-laki itu. Dia menjerit kesakitan dan menangis kencang.
Ibu yang saat itu sedang duduk di luar wahana permainan, terbangun dan menghampiri kamu, Ayah pun demikian. Sang suster dari anak laki-laki itu menghampiri kami. Dia berkata, tolong anaknya dididik dengan baik ya, biar nggak ringan tangan! Ayah dan Ibu langsung meminta maaf. Dan kamu tahu, apa yang kamu lakukan setelah itu? (apa bu? –aku bertanya disela-sela cerita). T-e-r-t-a-w-a (ibu mengeja kata itu dengan serius). Aku terbahak setelah mendengar cerita itu.
"Tuh, kan, malah ketawa lagi..." tukas Ibu.
Iya, saat kecil dulu, sebelum sekolah ditaman kanak-kanak, aku membandel, ringan tangan dengan semua anak lelaki seusiaku yang kutemui. Tapi anehnya, jika bertemu dengan anak perempuan, aku tidak ringan tangan, justru menjadi anak yang pendiam.
Aku masih ingat sampai sekarang, peristiwa saat aku mendorong sepupuku –Dwi, dia laki-laki, umurnya denganku hanya selisih satu tahun lebih tua dariku. Kala itu, lebaran idul adha, kami dari keluarga Ibu, merayakan lebaran bersama di rumah Nenek –yang berada di daerah Jakarta Kota.
Pemukimannya terbilang kumuh dan terdapat banyak got-got besar yang airnya terlihat keruh kehitaman. Saat itu aku, kakakku, Dwi, juga saudara-saudaraku yang lain sedang berkumpul. Duduk bersama di bangku panjang yang terbuat dari papan dan kayu. Bangku tersebut tepat berdiri di atas got hitam yang ditutupi. Namun, di samping kanan, got tersebut tidak tertutupi, terbuka sebagian.
Bibiku, menyuruh kami berbaris memanjang ke samping dengan rapi di depan bangku itu, untuk difoto dengannya. Kami semua duduk dengan rapi. Dengan posisi, kakakku berada dipaling pojok kiri, di sampingnya saudaraku yang lain, aku, lalu Dwi yang posisinya dekat dengan got yang terbuka. Tatkala berfoto telah usai, dengan tanpa rasa bersalah, aku mendorong Dwi ke arah got yang terbuka itu.
Byurr!!!
Terceburlah dia. Aku malah terbahak sendirian, sedangkan yang lain panik dan segera menolong. Sebab, saudaraku Dwi melambai-lambaikan tangannya, layaknya tenggelam dan meminta pertolongan. Ketika diangkat ke permukaan, semua tubuhnya terlihat legam –akibat air keruh tersebut. Dia menangis hingga kencang. Bibi dan Pamanku berusaha menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NASUHA (relakan aku pergi tuk ciptakan jati diri yang lebih baik lagi)
Teen FictionSebuah kisah yang menceritakan tentang seorang pemuda yang bernama Muhammad Nasuha Ramadhan. Yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari keluarga sederhana yang tinggal di Ibu Kota Jakarta. Keluarga mereka awalnya baik-baik saja. Suatu keti...