Empat 🔞

70.8K 935 0
                                    

Be a smart readers, ya!

♡♡♡♡♡

“Jangan pulang,” ujar Artha pagi itu.

Listya yang sedang merapikan baju di tubuhnya, menoleh dengan bingung. Artha yang berdiri membelakangi jendela pun berbalik dan menyandarkan pinggulnya ke bingkai jendela itu.

Artha menatap Listya tajam. Menelisik gadis itu dari ujung kepala ke ujung kaki. Sampai sekarang ia bertanya-tanya mengapa Listya memakai kaca mata besar yang menggelikan. Padahal, tampil apa adanya akan membuat gadis itu terlihat cantik.

Namun, itu bukan urusannya.

Diperhatikan intens, Listya hanya bisa menunduk. Pikirannya berkecamuk hari ini. Ia ingin cepat pulang dan bertemu adiknya saja.

“Ini hari Minggu. Kamu tidak harus pergi sekolah, bukan?”

“Aku sudah berjanji akan pulang pagi sama adikku, Mas,” jawab Listya lirih.

“Apakah saya harus mengeluarkan uang lagi untuk bisa menahan kamu di sini, Tya?”

Listya tertohok mendengarnya. Ia tahu dirinya di sana dibayar untuk memuaskan nafsu Artha. Akan tetapi, mendengar kalimat seakan-akan ia gila materi, membuatnya sakit hati juga.

“Berapa?”

Listya mendengar derap langkah mendekat. Kaki telanjang Artha terlihat berhenti di depannya. Yah, selepas bangun dan pergi ke kamar mandi tadi, Artha memang belum melakukan apa-apa. Yang melekat di tubuhnya saja hanya sepotong celana khaki tanpa baju.

"Saya ingin kamu di sini seharian. Jadi, berapa yang harus saya bayar?"

Listya hanya menunduk. Tak lama, rahangnya digenggam dan didongakkan. Artha menatapnya tepat di mata. Mata gelap lelaki itu selalu berhasil mengintimidasi Listya.

"Berapa, Tya?" ulang Artha dengan suara beratnya.

Listya menggeleng. "Aku harus meluangkan waktu untuk adikku juga, Mas," ucapnya pelan.

Terlihat Artha menipiskan bibir.

"Jadi kamu menolak saya?"

Segera saja Listya menggeleng. Beberapa lama bersama Artha membuat Listya banyak mempelajari lelaki itu. Artha sering mispersepsi terhadap banyak hal. Kalau sudah begitu, Artha akan marah. Kemarahannya akan dimulai dengan bibir yang menipis.

"Bukan be--"

"Kalau begitu kamu tidak punya alasan apa pun lagi untuk tidak tinggal," potong Artha, mendekatkan wajah dan mengecup bibir Listya sebanyak dua kali.

Listya terkesiap, tidak pernah terbiasa dengan serangan dadakan Artha. Sudut bibir lelaki itu terangkat, menciptakan senyum miring. Artha kembali memiringkan kepala dan memagut bibir Listya.

Sebuah tangan berada di pinggangnya. Tubuh Listya ditarik merapat ke tubuh Artha. Listya memejamkan mata, menyerah. Lelaki itu selalu dan harus mendapatkan apa yang dimauinya.

Artha merasa puas saat dirasakannya Listya menyerah. Tanpa menghentikan pagutannya, ia meraih tangan Listya untuk ia satukan di belakang lehernya. Listya tidak pernah mengambil inisiatif sendiri kalau ia tidak bergerak lebih dulu. Untuk hal itu, dewa batinnya merada jengkel.

Telapak kaki Artha mundur perlahan, membawa Listya dalam dekapannya. Ia kembali ke posisinya semula--menyandarkan pinggul di bingkai jendela yang terbuka.

Artha menjulurkan lidahnya guna mengeksplorasi isi mulut Listya. Listya sangat lembut dan ia selalu dibuat mabuk. Bahkan deru napas gadis itu yang membelai telinganya, selalu sanggup membuat gairahnya naik.

SLAVE || KaryaKarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang