Mimpi itu...

77 3 0
                                    

Hari berlalu, kedekatan kita semakin erat. Keakraban kita pun dapat diartikan seperti sahabat lama. Padahal, kita baru berkenalan beberapa bulan yang lalu. Indah sekali.
Siang itu, setelah kusudahi aktivitas beres-beres kamar, kurebahkan badanku yang terasa amat berkeringat ini. Kupejamkan mata sejenak sembari menghela nafas dalam-dalam.
"Alhamdulillaaaah.. kalo ga gini ga akan bersih nih dipanku"
Lalu tak lama kudengar ponselku bergetar, sudah kuduga, antara sok tau dan kepedean, "pasti chat dari dia".
Kubuka barisan pesan itu.
"Na, btw maaf baru ngabarin, baru pulang nih" aku paham ini hari jumat. Siang bolong. Dia baru pulang dari masjid tentunya.
"Iya santai ih,"
"Nungguin ya?" Balasnya
"Nungguin apa?"
"Nungguin aku lah, kangen kan?" Balasnya lagi
"Dih ge er nya kamu siapa yg ngajarin"
"Ngaku aja ih kelamaan" ujarnya lagi
"Yaelah, iya aja deh iyaaa"
"Hahah canda na, kalo kamu gamau ngaku gapapa kok biar aku aja yg ngaku"
"Lah apaan si gajelasssssss"
"Na, makasih banyak ya kadonya, sumpah pas banget di aku" Tulisnya
"Hah serius? Ga kegedean? Itu aja kupake sampe bawah lutut loh serius"
"Ini tu kegedean nya kegedean enak, pas lah pokoknya"
"Syukurlah, tapi maaf ya ukuran segitu cuma ada warna itu satu-satunya. Maafin klo gasuka"
"Suka banget woi, baru kali ini aku punya hoodie merah, aku suka warna merah dari kecil"
"Alah nyenengin aja deng kamu"
"Loh serius suka banget aku, ini masih ku pake loh belum ku lepas"
"Coba liat dong sini pap"
"Duh malu"
"Yaudah kalo malu"
"Lah ngambek, Oke oke wait ya"
Lalu beberapa menit kemudian pesan gambar kuterima. Jujur ku akui dalam hati lirih berkata "ih cakep juga, namanya orang ganteng mah mau dipakein apa aja ya tetep aja cakep"
"Sumpah ih kamu mah kayak hanger tau" ucapku membalas pesan gambar tersebut.
"Kok? Maksudnya hanger?" Ia keheranan.
"Iya hanger, mau dicantolin benda apapun ya nyantol"
"Hahah bisa aja kamu na, pokoknya makasih banyak ya aku suka banget"
"Hahah iya sama-sama. Kalo suka berarti dipake dong"
"Wah siap, pasti kupake duong"
"Gooooooooodddd. Btw aku mau tidur siang dulu ya capek banget ngantuk nih" ucapku
"Yah kok udah mau tidur aja, padahal mau kutelpon"
"Eh yaudah telpon aja gapapa dih"
"Nanti aja deh kalo kamu bangun tidur aja gapapa"
"Ih serius sekarang aja"
"Ngga papa namti sekalian ku telpon nya bangunin kamu. Habis ashar ya kubangunin. Jangan di silent hp mu, ok?"
"Oke deh siap. Bye"
"Sweet dream..." balasnya mengakhiri percakapan kita siang itu.
Ya begitulah kira-kira keseharianku, aku merasa lebih memuja handphone ku, tak pernah kubiarkan handphone ku ngedrop barang sebentar. Semata karna aku menemukan hobi baruku, yaitu membaca pesan singkat. Hehee. Seketika aku terlelap.

"Aduh aku gaberani deh sumpah naik itu" aku ketakutan melihat orang-orang yang sedang diatas kora-kora yang sedang berayun di depan mataku.
"Yaelah gapapa loh sekali ini aja, please" bujuknya
"Ah gamau deh serius aku liat nya aja udah merinding"
"Ih itu gapapa loh ngga ngeri tau kalo udah naik tuh, seru malah" ia tetap berusaha membujukku.
"Sumpah itu ngayun nya gak wajar tau gak sih, sekenceng itu, aku takut muntah" aku beralasan lagi
"Waduh yaudah deh bahaya kalo sampe kamu ketakutan dan sampe muntah, aku yg tanggung jawab soalnya bawa anak orang ke tempat beginian, maaf banget na, untung kamu bilang" ia merasa bersalah setelah mendengar penjelasanku. Tapi tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, ih kayaknya aku salah ngomong deh, dia jadi ngrasa bersalah gitu.
"Eh tapi aku pingin nyoba loh" ucapku sambil senyum-senyum.
"Hah ngga usah na serius, gawat nanti kalo kejadian apa-apa gimana? Kita ke wahana yang lain aja yuk" ucapnya masih dengan wajah bersalah.
"Serius aku pingin nyoba, lagian sayang banget kita udah beli tiket nya loh, masa mau dibuang" ku kuatkan argumenku sekali lagi dengan wajah memelas.
"Oke. Tapi janji ya kamu kalo nanti udah ngrasa mual atau apa gitu bilang ya" ucapnya sambil mengacungkan jari kelingking nya.
"Oke siap deh siap" jawabku
Lalu ku ikuti ia berjalan mencari antrian naik kora-kora itu, karna sangat ramai dan banyak orang bejubel di depan wahana, dia menarik tanganku, "lewat sini na, tiati rame, jangan misah nanti kamu ilang" ucapnya sambil berjalan mengambil antrian dengan tangan nya yang belum lepas dari tanganku.
"Eh maaf na" sepontan ia lepaskan genggaman nya tadi.
"Eh iya ngga papa kok" ucapku bingung salah tingkah.
Setelah beberapa menit menunggu giliran tiba, akhirnya petugas mempersilahkan kita naik tangga menuju kursi kora-kora. Terlihat segerombolan ibu-ibu pun naik melalui tangga sebelah, para ibu yang sedari tadi heboh menunggu gilirannya. Kora-kora dipenuhi dengan wajah-wajah sumringah yang tidak sabar menunggu wahana ini berayun. Sepertinya cuma aku yang dalam hati nggak karuan. Membayangkan bagaimana kalau aku nanti mual, bagaimana kalau hal-hal buruk terjadi, bagaimana kalau nanti aku terpental jatuh? Bagaimana kalau mesin nya tiba-tiba rusak? Bagaimana... bagaimana... pikiranku dipenuhi dengan ketakutan.
"Na, jangan tegang dih, kalo kamu tegang kamu mual nanti, rileks aja gini kayak aku" ia memamerkan senyuman nya dan kulihat posisi duduknya yang santai sambil bersandar di besi belakang punggungnya. Lalu aku mengikuti posisi nya, ku samakan kakiku seperti kakinya yang menjulur ke depan, ku atur serileks mungkin.
"Nanti kalo kamu takut, kamu boleh teriak sekuat kamu na" ucapnya menepuk pundakku
"Iya kayaknya aku bakalan teriak kenceng- kenceng deh, kamu jangan ilfil ya nanti kalo tau aku lepas kontrol teriak". Aku masih dengan raut wajah tidak santai.
"Kalo nggak merem aja biar ga takut"
"Oke deh oke" jawabku sambil menghela nafas dalam-dalam.
Kulihat barisan kursi sudah penuh, petugas mulai mengayunkan rangkaian besi berbentuk perahu ini perlahan. Perasaanku mulai tak karuan, kucoba tetap tenang, sampai akhirnya ayunan terasa semakin kencang. Kubuka mataku, memastikan bahwa aku masih baik-baik saja. Ayunan semakin kencang, kulihat semua orang terlihat tenang. Dan semakin lama  kurasakan ayunan semakin tidak wajar, fikiranku melaju tidak karuan.
"Ki, gimana nih aku gakuattt.. gila... parah ini" laki-laki yang biasa kupanggil eki itu mulai panik.
"Serius na? Bisa kuat dikit ga? Bentar lagi berenti kok ini"
"Sumpah aku gakuat nih mual"
"Aduh bentar na bentar, bentar lagi kok serius"
Akhirnya aku tak bisa mengontrol suaraku, aku teriak sekuat yang kubisa, perasaanku mulai tak karuan.
"EKIIIIIIII UDAH KIIIII SURUH MASNYA BERENTIIN SEKARANGGGGGG AKU GAKUATTTT" itulah teriakan yang keluar dari mulutku.
"Iya na iya bentar ya, aku teriak juga mas nya ga denger, lagian sekenceng ini gabisa langsung di berentiin, kamu tahan bentar lagi ya" jawabnya dengan nada super khawatir.
"SUMPAH NIH KIIII AKU KAYAK MAU MENTAL TAU GAAAAAA. SUMPAH PARAH BANGET INIIII " aku teriak lagi dengan nada yang bergetar dan mimik wajah yang tidak bisa digambarkan lagi.
"Sini pegang tanganku, jangan dilepas ya. Nggak akan jatoh nggak, santai coba" ucapnya sembari sedikit mendekat ke telingaku karna suara mesin yang bising juga membuat keadaan semakin riuh. Ku genggam tangannya erat, semata karna aku benar-benar takut dengan keadaan saat itu, namun perlahan kurasakan kenyamanan, keadaan seakan menjadi berbanding terbalik. Aku mulai menikmati ayunan tersebut, semakin kencang semakin kurasakan sensasi keseruan nya. Kubuka lagi mataku, kulihat sekelilingku, kulihat rombongan ibu-ibu tadi yang tidak menjerit sama sekali, malah beberapa dari mereka sempat mengeluarkan handphone nya dan merekam keadaan sekitar. Lalu dengan sengaja kulihat eki yang mungkin sedari tadi memandangku heran.
"Eh ki maaf" ucapku sambil melepaskan tanganku yang masih menggenggamnya.
"Kenapa dilepas? Gapapa dih, kalo takut pegangan aku aja yang kuat"
"Udah nggak takut kok ki"
Tapi seketika malah eki yang menarik tanganku dan menggenggamnya erat. Aku terdiam, kubiarkan tanganku diatas lututnya, kulihat wajahnya yang tetap memandang kearah depan itu, dia justru memasang muka seolah biasa saja, padahal aku disini menyimpan banyak keheranan. Tapi jujur, kuakui, aku menikmatinya. Aku merasa tenang.
Beberapa saat kemudian, suara mesin perlahan mengecil, ayunan semakin melambat dan berhenti berayun. Petugas membukakan pintu bagi kami untuk turun.
"Gimana? Seru kan? " tanyanya cengengesan
"Iya seru banget ki"
"Makanya jangan takut duluan ih kalo belum nyoba"
"Hehe ya abis keliatan nya aja serem banget"
"Yaudah, cari jajanan yuk, kamu mau apa? Haus kan? Cari yang dingin yuk" lagi-lagi ia menarik tanganku. Sambil berjalan kuikuti langkahnya. Menuju ke penjual es krim yang lumayan ramai dengan anak-anak yang mengantri di sana.
"Kamu mau rasa apa sok pilih" ia berkata sambil menunjuk barisan menu eskrim yang tertempel di depan etalase penjual.
"Samain kamu aja deh ki"
"Oke coklat aja ya? Mau kan?" Ucapnya lagi dan kujawab dengan anggukan meyakinkan.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya eki mendapat giliran dan dengan dua eskrim coklat ditangannya yang ia ulurkan satu kepadaku.
"Nih, pegang tisunya juga biar lelehannya ngga kena tangan" ucapnya
"Makasih ki" balasku sambil tersenyum.
"Nah gitukan manis kalo senyum" candanya
"Ih apaan si kiiii"
"Ya abis tadi di kora-kora ku perhatiin muka kamu tu merah banget tau ngga sih, ketakutan banget"
"Ah udah ah lupain tadi, kan yang penting aku udah ngga takut wleee" ucapku membalas dengan argumen yang sok sok an.
"Yaudah yuk jalan kesana liat-liat yang lain" ia berjalan sambil memakan eskrim nya. Ku ikuti sampai akhirnya kita sampai di depan wahana kincir angin.
"Mau naik ini ngga na?" Ia menoleh kebelakang melihatku memastikan kalau aku tidak tertinggal. Lalu ia mendekatiku sembari mengulurkan tangannya ke wajahku.
"Ih  jorok banget sih naa makannya belepotan kayak gini" ia mengusap krim coklat yang tertinggal di daguku. Aku hanya terdiam, tak berkata, terpaku merasakan apa yang sedang terjadi saat ini mirip seperti drama korea dua puluh episode yang minggu lalu ku tonton maraton. Mirip sekali. Kukedipkan mataku berkali kali. Kupandangi wajahnyayang sekarang berjarak hanya beberapa senti dari wajahku. Hingga aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang mengenai wajahku. Masih kupandangi wajah itu, Wajah yang kurasa semakin familiar ini sekarang membuatku berpikir kritis, membuat pikiranku melayang terlalu jauh, entah karna aku yang memang tipe orang yang mempunyai imajinasi tinggi atau apalah, aku tidak terlalu mementingkan itu.
Akal sehatku mulai tak terkendali, dalam hati aku berharap waktu berhenti beberapa saat, aku ingin peristiwa ini jangan dulu berlalu, biarkan aku merasakan nya sedikit lebih lama. Sampai akhirnya aku disadarkan dengan suara handphone ku, di layar tertulis :
Eki memanggil...
"Halooo assalamualaikum" jawabku masih dengan suara berat
"Waalaikumsalam, bangun atuh na, udah lewat ashar ni" ucapnya dari seberang telephone
"Hah sumpah?"
"Ya ampun kamu tidur apa ngebo sih dari tadi kutelponin baru diangkat" ucapnya lagi sambil tertawa.
Seketika aku terdiam dan berkata dalam hati "yaampun jadi tadi itu cuma mimpi" aku baru sadar kalau aku tidur sangat nyenyak.
"Halo? Na? Oi!! Kamu ga merem lagi kan?" Ucap eki
"Eh enggak ki ini bangun kok"
"Kok diem aja kirain tidur lagi kamu"
"Engga ini lagi ngumpulin nyawa heheh"
"Yaudah siap-siap mandi sana, sholat asar. Kalo udah kabarin ya"
"Eh tadi sebelum tidur katanya kamu mau telfon, mau ngomongin apa sih ki? Sekarang aja deh" aku yang tiba-tiba ingat sebelum tidur eki bilang dia mau menelepon.
"Ohhhh, nanti aja na, kamu mandi aja dulu, nanti ceritanya mah gampang"
"Ih sekarang aja ki, nanti aku habis mandi solat aku mau keluar anter adikku kayaknya sampe maghrib deh" jawabku
"Yaudah ntar malem aja na"
"Ih serius sekarang aja, mau ngomongin apasih penasaran nih aku"
"Ntar malem aja ketemu, biar enak ngobrol nya kalo langsung, gimana? Kamu bisa nggak?"
"Oh oke deh ku usahain insya Allaah"
"Oke habis maghrib kujemput ya? Mau kan?" Ucapnya menawarkan. Aku berpikir sejenak
"Eh ketemu aja tentuin tempatnya, kamu kesana duluan nanti aku nyusul"
"Yaudah tentuin tempatnya gih" ucapnya
"Ih aku gatau mau dimana ki"
"Yaudah makanya kujemput aja nanti kita tentuin di jalan. Oke? Gih mandi. Assalamualaikum" ia mengakhiri panggilan
"Eh kii tapi kii.. yah.. waalaikumsalam"
Sudah tidak ada lagi sahutan dari seberang telepon. Ah sudahlah, kuputuskan untuk beranjak ke kamar mandi.
........

Hey, Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang