S E V E N T H

446 24 10
                                    

Finally! Aku update juga, maaf banget buat kelamaan ga nge post. InshaAllah kalian masih nunggu cerita aku ini, love you.
Picture : Ameera Latifa
●●●

Medina terbangun di sebuah kamar bernuansa cokelat dan kayu. Semua ornamen dan barang-barang disini terbuat dari kayu. Pelituran dan bau khas kayu menyeruak masuk ke penciuman Medina dan itu membuatnya sedikit relax. Ia mencoba bersandar ke kepala tempat tidur dan masih merasakan nyeri di pundak kanannya.

Tangan Medina berjalan ke pundaknya dan mencoba merabanya pelan dan, "Aw! Perih sekali," ia mencoba untuk tenang dan menjauhkan tangannya. Kalau diraba,  ia dapat merasakan perban yang melindungi lukanya itu.

Setelah diamati, tenyata baju Medina telah diganti. Ia sekarang memakai kaus lengan panjang yang kebesaran. Medina melihat keselilingnya dan tidak mendapati siapapun disana.

"Kenapa aku bisa secoroboh itu sih!" Tiba-tiba suara Mahra terdengar dari ruangan yang terletak di sebelah kamar mandi, sepertinya itu walking closet. Dan benar, Mahra keluar dari sana dan melihat Medina dengan senang setelah mengetahui bahwa gadis itu sudah siuman.

"Medi, apa kau baik-baik saja? Aku sangat cemas saat kau belum bangun juga." Ujarnya dengan khawatir. Ia mendudukan dirinya di pinggir tempat tidur.

"Aku tidak apa-apa kok, hanya sedikit pusing dan tidak sadar bahwa aku pingsan. Maaf telah merepotkanmu Mahra." Jawab Medina.

"Hey, tidak papa, hanya saja aku sangat khawatir. Untung saja Hamdan segera menghubungi seorang dokter sehingga lukamu dapat dengan cepat ditangani. Kau mendapat 10 jaitan!" Ujarnya dengan menggebu gebu.

Medina kaget mendengar jahitan di pundaknya. Ia tidak menyangka Safer dapat langsung merobek pundaknya. Ia pikir hanya seperti lecet saja. Dan hey, hatinya sedikit bergetar mengetahui bahwa pangeran dengan sigap menghubungi dokter untuknya. Walaupun mungkin semua orang akan melakukan itu jika ada sesuatu yang penting, tapi ini Hamdan. Sang Putra Mahkota, Medina tidak dapat berucap lagi.

"Terimakasih atas kebaikan kalian, aku sungguh bersyukur dapat bekerja dengan keluarga yang baik seperti kalian, terutama kau Mahra."

Mahra tersenyum senang dan seketika memeluk Medina dengan erat, tentu menghindari lukanya. "Aku senang sekali memiliki teman sepertimu Medi, kau sungguh wanita luar biasa. Kuharap, kau mau bersahabat denganku," ucap Mahra dengan tulus.

Apa?! Seorang putri seperti Mahra ingin bersahabat dengannya? Medina semakin kewalahan menerima kebaikan ini semua. Mereka terlalu baik.

"Tentu saja Mahra, kenapa tidak, aku bahkan senang jika kau menjadi sahabatku." Jawab Medina seraya memeluk Mahra.

"Okay, aku punya peraturan jika kita bersahabat." Kata Mahra dengan wajah yang serius.

"Apa itu?"

"Kau harus menganggapku sahabat tanpa perduli bahwa aku adalah seorang bangsawan atau semacamnya. Dan aku ingin kau terbuka denganku akan segala hal, bukankah itu yang biasa disebut sahabat?" Tuturnya dengan mata yang berbinar.

"Tentu saja Mahra, aku akan melakukannya. Kupikir peraturan seperti apa hahaha.."

"Hahaha aku hanya mengerjaimu dengan muka seriusku."

"Apakah aku melewatkan sesuatu?" Suara serak nan berat itu membuat kedua gadis cantik yang sedang bercanda menjadi memecah fokus kearahnya.

Hamdan, siapa lagi.

Medina secara tidak sadar menahan napasnya. Ia masih belum terbiasa untuk melihat Hamdan dengan kondisi yang tiba-tiba. Entah kenapa jantungnya selalu berdetak lebih cepat dari biasanya. Mungkin itu hanyalah ungkapan kekaguman saja karena Hamdan adalah seorang Pangeran, ya karena itu.

WHAT HEART WANTS | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang