Taxi yang membawa Hinata melaju sedang. Pikirannya masih menerangkan peristiwa tujuh tahun lalu. Kebersamaanya bersama Gaara dan sahabat-sahabatnya. Hinata ragu apakah hati pria itu masih sama, masih untuknya atau telah berada dalam genggaman lainnya.
Hinata meneteskan air matanya, perasaan bersalah selalu menyelimutinya, Hinata mengaku salah dan biarlah seperti itu.
Taxi itu berhenti di sebuah apartemen, inilah sebuah apartemen yang dibeli bersama sahabat-sahabatnya, apartemen ini dijadikan sebagai tempat berkumpul semasa kuliah dulu. Hinata berjalan pelan menaiki lift dan menekan angka 14. Semakin dekat semakin hatinya bergemuruh, merasakan kebencian pria yang sampai saat ini masih dicintainya.
Perlahan semakin dekat, pintu bertuliskan my Home,sebuah kenangan kebersamaan yang indah, dan Hinata kembali menguatkan hatinya. Berjalan ke arah pintu yang ternyata tidak terkunci. Hinata diam membeku dan membukanya perlahan. Menguatkan kembali, Hinata yakin di jam ini para sahabatnya sedang bersantai sesuai janji yang pernah terucap di antara mereka dahulu.
"Setiap 13.00 kalian harus sudah sampai di sini,sesibuk apapun kalian kelak mengerti". Ini berseru keras.
"Siap bisa". Ucap yang lain kompak. Hinata tersenyum dalam pelukan Gaara pria bersurai merah yang membuat jantungnya berdetak lebih keras.
Hinata memejamkan semestinya, semakin berjalan semakin terdengar obrolan sahabat-sahabatnya. Ino seperti biasa tetap ceria, dan Tenten tetep setia memuji Neji,kakaknya. Dan Sasuke masih berdiri di kursi coklatnya sembari mendengarkan. Sai akan berusaha membuat kekasihnya berhenti mengoceh. Shikamaru dan Temari lebih senang menghabiskan dengan bercanda sendiri tanpa menghiraukan yang lainnya. Sasori akan sibuk mengganggu pasangan Shikamaru dan Temari. Lalu Gaara, pria itu akan memandanginya memasak namun itu tujuh tahun lalu. Hinata berdiri di sana,memandang satu persatu sahabatnya yang bahkan belum menyadari kehadirannya.
Temari Sabaku yang pertama melihat Hinata. Shikamaru mengalihkan tatapannya saat Temari nampak menggerutu tak senang. Sasuke beranjak dari kursinya dan tersenyum. Tenten dan Ino seketika terdiam. Sai menatap Hinata datar. Dan Hinata melihat Gaara, pria yang masih menempati tahta tertinggi di hatinya, nampak acuh dan pergi begitu saja.
"Kau sudah datang, kenapa lama sekali hm". Sasuke meraih pergelangan tangan Hinata. Dan menuntunnya duduk di salah satu sofa di sana.
"Oh pasangan yang serasi". Sinis Temari. "Masih punya muka untuk datang, kukira kau lebih baik tidak kembali". Temari pergi di susul Shikamaru. Tidak ada kata sambutan, bahkan Ino dan Tenten lebih memilih pergi sedang Sai menyusul yang lain.
Hinata mematung tanpa bergerak bersama keheningan. Sasuke memegang erat jemari Hinata. Mencoba mengirimkan ketegaran di sana. Setetes air mata lolos, kekuatan Hinata sirna. Lolos bersama kesedihan. Menangis tersedu dalam pelukan Sasuke.
Gaara melihatnya, bagaimana Sasuke memperlakukan lembut Hinata. Dan Gaara menulikan spendengarannya. Mengepal erat dan benar-benar pergi.
.
.
.Sasuke menemani Hinata pulang ke mansionya. Kedua orang tua Hinata sudah mengoceh karena dirinya lebih memilih para sahabatnya dibandingkan dengan keluarganya. Neji sendiri sudah was-was akan perilaku tidak menyenangkan sahabat Hinata. Neji jelas paham, tujuh tahun tidak pernah ada kata maaf untuk adiknya dari mulut sahabat adiknya.
Pintu terbuka, Hinata tersenyum ceria berusaha menghilangkan kesedihannya. Hikari berlari memeluk putri tercintanya dan Hiasi tersenyum tipis. "Kenapa lama sekali". Hikari memeluk erat.
"Sasuke kau kemanakan putriku". Hikari menarik Hinata. Menuntun putrinya duduk.
"Kenapa tidak pulang dulu". Hikari merasa sangat rindu dengan Hinata. Hiasi tersenyum simpul memandang amnesti putrinya.
"Maaf, aku terlalu bahagia dan ingin segera bertemu dengan sahabat-sahabat ku dulu". Hinata tersenyum canggung.
"Sudah, ayo makanlah". Hikari menunjukkan berbagai menu kesukaan Hinata.
Hinata menunduk dan meremas pinggiran roknya. Rasa haru dan rasa nyaman kembali menyapanya. Setitik air mata lolos, keceriaan yang dipertahankan gagal dalam sekejap.
"Hey, kau datang tidak untuk menangis bukan". Perasaan ibu yang lama ditinggal pun terlihat, Hikari memeluk putrinya. Mencoba memberi kekuatan yang nyatanya sirna,tergantikan dengan air mata.
Hiasi menunduk tanpa tangis namun hatinya terlihat terluka. Neji menghela nafas berat, Sasuke memandang ke arah lain berusaha tidak menitikkan air matanya. Tidak saat ini Hinata butuh penyemangat. Tangan Sasuke justru mengepal karena ketidakberdayaannya. Sasuke yang payah tidak mampu menceritakan kepada sahabat-sahabatnya. Dalam keadaan seperti itu, pergi adalah pilihan terbaik.
.
.
.Gaara merasa jantungnya berdetak kembali, merasakan jatuh cinta kedua pada gadis yang sama, gadis yang mencuri hatinya tujuh tahun lalu. Gadis yang meremukan hatinya,gadis yang dengan sadis mengatakan bahwa dirinya adalah permainan.
Gelas ditangannya seketika pecah, menyisakan darah menetes melalui jemarinya. Gaara sangat kacau ,benci,cinta menyeruak bersamaan dan kelemahannya adalah manik indah gadis itu.
"Hey Gaara". Temari masuk dengan panik. Mencari kotak p3k dan membersihkan luka adiknya.
"Kenapa lagi?". Temari mengoleskan obat merah. Dan Gaara masih diam tanpa berkata ataupun membalas Temari.
Temari menghela nafas."Jalan terbaik adalah kau pergi dari sini atau segera mencari penggantinya". Tutur Temari. "Aku mengerti luka yang kau alami Gaara, jika dia datang maka kau yang pergi". Gaara masih tidak bergeming, namun air matanya lolos. Temari memejamkan maniknya dan pergi setelahnya.
Biarkanlah adiknya menata kembali perasaanya, tujuh tahun Gaara sanggup mengalihkan perasaannya namun ketika berhadapan dengan gadis itu, Gaara kembali pecah tidak berbentuk.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely girl
Fanfictioncinta itu semanis madu kadang seperti kopi kadang hambar tanpa rasa....